Benda Bilili!
Sobekan tiket bioskop tertanggal 25 Maret 2011 adalah Benda Bilili!. Film ini adalah salah satu line-up film dari Glasgow Film Festival yang diselenggarakan bulan Februari kemarin. Beruntungnya, film ini kembali tampil di layar lebar di sebuah bioskop non-komersil di Glasgow. Sehubungan dengan gue ingin menambah referensi film-film gue yang berasal dari benua hitam Afrika, ditambah dengan unsur musik yang ada dalam film ini, rasanya film ini akan menjadi sangat menarik untuk disimak.
Film dokumenter ini bercerita tentang lima orang yang menderita lumpuh di bagian bawah tubuh yang dimotori oleh Ricky dan satu anak kecil, Roger, yang membentuk sebuah grup band Staff Benda Bilili (in English; See Beyond) di kota Kinshasa, Congo. Memakai instrumen ala kadarnya, plus alat musik buatan yang dibuat oleh Roger (kaleng susu, sebatang kayu, dan seutas senar yang berbunyi seperti gitar), mereka memiliki mimpi untuk menggelar konser dan didengar di Eropa. Dibantu oleh produser musik asal Perancis, mereka yang keseharian hanya tidur beralaskan kardus dan beratapkan langit ini pun mencoba meraih mimpi mereka untuk mempertunjukkan musik mereka di depan 8000 orang di Eropa.
Handicapable. Rasanya kata itu yang muncul di dalam kepala gue ketika gue menonton film ini. Entah berapa kali gue dibuat merasakan cinematic-orgasm (baca: merinding) melihat perjuangan Ricky dan kawan-kawan ini dalam menggapai mimpinya. Untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mereka menggunakan semacam sepeda yang dikayuh menggunakan tangan (tidak ada kursi roda di belahan dunia ini), dan mereka pun menggunakan sisa dari tubuh mereka untuk membuat musik. Ya, mereka ini memang berbakat dalam bermusik dan mereka tidak menyia-nyiakan bakat mereka untuk menyambung nyawa. Musik yang mereka hasilkan pun terbilang unik; campuran antara Congolese Rumba, Cuban Jazz, dan funk a la James Brown. Tidak sempurnanya tubuh mereka tidak membuat orang-orang berbakat ini menyerah begitu saja pada kenyataan hidup, apalagi di tengah kondisi kota dan negara yang miskin. Dari musisi jalanan dan pengamen, ambisi untuk didengar musiknya oleh kalangan yang lebih luas pun muncul ketika seorang produser asal Perancis menemukan bakat mereka di jalanan kota Kinshasa, Congo.
Ada lagi seorang anak berusia 12 tahun, Roger, yang susah payah keluar dari budaya geng dan berandal. Memiliki bakat musik yang terpendam dan alat musik buatan dia sendiri yang bersuara unik, Staff Benda Bilili pun tidak menyia-nyiakan bakat anak muda ini sekaligus mempertahankan kehidupan barunya selepas dari dunia geng. Perjalanan Roger bersama para seniornya ini tidak bisa dibilang mulus. Terbiasa latihan di sebuah kebun binatang, mereka cukup kagok ketika diminta rekaman di dalam studio. Belum lagi dengan beberapa kejadian yang mengharuskan mereka untuk menunda-nunda rekaman album mereka, termasuk menunda mimpi mereka untuk manggung di Eropa.
Dengan bahasa Perancis dan bahasa asli tradisional mereka, Lingala, yang berganti-gantian, banyak dialog yang menarik dan mengusik hati dalam film ini. Kebanyakan diantaranya keluar secara spontan dari mulut anak-anak yang berada di sekitar Staff Benda Bilili. Salah satunya adalah perbincangan antara dua anak mengenai ada apa dengan Eropa sehingga para anggota Staff Benda Bilili sangat terobsesi ingin pergi kesana. Percakapan mereka yang polos dan naif sangat menyentuh dan sangat membuka mata tentang cara pandang orang-orang dunia ketiga tentang negara-negara maju. Apalagi kedua anak itu tidak tahu tentang Eropa sama sekali. Mereka hanya tahu, di "dunia luar" sana adalah kehidupan yang jauh lebih baik daripada kehidupan di tempat tinggal mereka. Sulit dan kerasnya kehidupan mereka di kota Kinshasa pun dilampiaskan dalam setiap lirik lagu mereka.
Perjalanan karir from nothing to something ini banyak mengingatkan gue dengan perjalanan grup band asal Havana, Buena Vista Social Club yang juga difilmkan dalam bentuk dokumenter di tahun 1999. Kalau Kuba punya Buena Vista Social Club, sekarang Kongo boleh lah berbangga karena mereka memiliki Staff Benda Bilili yang namanya sudah mulai dikenal di Eropa sejak konser pertama mereka di Perancis tahun 2009 kemarin. Gue cukup sedih karena di situs IMDb pun, film ini hanya menarik 1 ulasan dari pengguna dan tidak adanya pengguna yang berdiskusi di discussion board, yang menandakan bahwa sedikit sekali orang yang menonton film ini. Padahal menurut gue, film-film inspirasional non-fiksi seperti inilah yang dibutuhkan oleh orang-orang banyak, terutama orang-orang "normal" yang memiliki segalanya tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam hidup.
Staff Benda Bilili memang tidak memiliki kemampuan untuk berjalan layaknya orang "normal", tetapi mereka memiliki bakat, mereka memiliki niat, mereka memiliki determinasi untuk meraih mimpi dan kehidupan yang lebih baik. Mengintip website resmi mereka saja sudah membuat gue geleng-geleng kepala melihat jadwal tur konser mereka. God bless Staff Benda Bilili!
Rating?
8 dari 10
Film dokumenter ini bercerita tentang lima orang yang menderita lumpuh di bagian bawah tubuh yang dimotori oleh Ricky dan satu anak kecil, Roger, yang membentuk sebuah grup band Staff Benda Bilili (in English; See Beyond) di kota Kinshasa, Congo. Memakai instrumen ala kadarnya, plus alat musik buatan yang dibuat oleh Roger (kaleng susu, sebatang kayu, dan seutas senar yang berbunyi seperti gitar), mereka memiliki mimpi untuk menggelar konser dan didengar di Eropa. Dibantu oleh produser musik asal Perancis, mereka yang keseharian hanya tidur beralaskan kardus dan beratapkan langit ini pun mencoba meraih mimpi mereka untuk mempertunjukkan musik mereka di depan 8000 orang di Eropa.
Handicapable. Rasanya kata itu yang muncul di dalam kepala gue ketika gue menonton film ini. Entah berapa kali gue dibuat merasakan cinematic-orgasm (baca: merinding) melihat perjuangan Ricky dan kawan-kawan ini dalam menggapai mimpinya. Untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mereka menggunakan semacam sepeda yang dikayuh menggunakan tangan (tidak ada kursi roda di belahan dunia ini), dan mereka pun menggunakan sisa dari tubuh mereka untuk membuat musik. Ya, mereka ini memang berbakat dalam bermusik dan mereka tidak menyia-nyiakan bakat mereka untuk menyambung nyawa. Musik yang mereka hasilkan pun terbilang unik; campuran antara Congolese Rumba, Cuban Jazz, dan funk a la James Brown. Tidak sempurnanya tubuh mereka tidak membuat orang-orang berbakat ini menyerah begitu saja pada kenyataan hidup, apalagi di tengah kondisi kota dan negara yang miskin. Dari musisi jalanan dan pengamen, ambisi untuk didengar musiknya oleh kalangan yang lebih luas pun muncul ketika seorang produser asal Perancis menemukan bakat mereka di jalanan kota Kinshasa, Congo.
Ada lagi seorang anak berusia 12 tahun, Roger, yang susah payah keluar dari budaya geng dan berandal. Memiliki bakat musik yang terpendam dan alat musik buatan dia sendiri yang bersuara unik, Staff Benda Bilili pun tidak menyia-nyiakan bakat anak muda ini sekaligus mempertahankan kehidupan barunya selepas dari dunia geng. Perjalanan Roger bersama para seniornya ini tidak bisa dibilang mulus. Terbiasa latihan di sebuah kebun binatang, mereka cukup kagok ketika diminta rekaman di dalam studio. Belum lagi dengan beberapa kejadian yang mengharuskan mereka untuk menunda-nunda rekaman album mereka, termasuk menunda mimpi mereka untuk manggung di Eropa.
gambar diambil dari sini |
Perjalanan karir from nothing to something ini banyak mengingatkan gue dengan perjalanan grup band asal Havana, Buena Vista Social Club yang juga difilmkan dalam bentuk dokumenter di tahun 1999. Kalau Kuba punya Buena Vista Social Club, sekarang Kongo boleh lah berbangga karena mereka memiliki Staff Benda Bilili yang namanya sudah mulai dikenal di Eropa sejak konser pertama mereka di Perancis tahun 2009 kemarin. Gue cukup sedih karena di situs IMDb pun, film ini hanya menarik 1 ulasan dari pengguna dan tidak adanya pengguna yang berdiskusi di discussion board, yang menandakan bahwa sedikit sekali orang yang menonton film ini. Padahal menurut gue, film-film inspirasional non-fiksi seperti inilah yang dibutuhkan oleh orang-orang banyak, terutama orang-orang "normal" yang memiliki segalanya tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam hidup.
gambar diambil dari sini |
Rating?
8 dari 10
Komentar
Posting Komentar