Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Sobekan Tiket Terbaik di 2022

Gambar
Tahun ke-16 gue mengumpulkan film-film terbaik yang gue tonton selama tahun kalender 2022. Tahun ini gue banyak nonton film yang bagus, unik, dan sangat menarik. Mulai dari gue tonton di bioskop sampai di platform streaming, untungnya setiap tontonan terdokumentasi dengan baik. Cukup sulit nyusun daftar sepuluh film terbaik yang gue tonton di tahun ini, dan sangat terpaksa gue mengesampingkan banyak film bagus ke luar dari daftar ini. Ada Mencuri Raden Saleh yang pengen banget gue masukkin tapi susah. Ada pula A Hero dari sutradara dan penulis naskah Asghar Farhadi yang sayang banget harus gue diskualifikasi karena terindikasi ide ceritanya diambil secara ilegal dari pihak lain. Akhirnya terkumpulah 10 film terbaik menurut gue yang gue tonton di tahun kalender 2022. Jadi ada beberapa film yang sebenarnya rilis tahun lalu, tapi gue baru tonton di tahun 2022. Daftar ini masih saja dipenuhi dengan film tentang perempuan atau dengan karakter utama perempuan. Di tahun 2022 juga rasanya f

Avatar: The Way of Water - Review

Gambar
Setelah 13 tahun, akhirnya James Cameron kembali ngajak kita semua buat balik ke Pandora. Seperti Frozen 2 (2019) yang sekuelnya memperluas semestanya dengan ngajak ke ke tempat baru, Avatar: The Way of Water juga ngajak kita ke desa pinggir laut. Jadi achievement unlock untuk Jack Sully yang nggak cuma memperlajari cara hidup dan budaya suku Na'vi dan juga dari reef people di desa Metkayina. Seperti biasa, siaplah terkagum-kagum oleh visualnya. Merinding banget! Gue nonton di IMAX 3D dan sangat worth it ! Kayaknya wajib nonton 3D deh kalau nggak ya bakal jadi biasa aja. Ceritanya juga oke banget kok meski formula sekuel yang mirip sama film pertamanya, tapi banyak hal baru dengan kisah yang lebih luas. Tiga setengah jam alias 192 menit sama sekali nggak berasa, karena kaya lagi open trip aja ke desa Metkayina yang lautnya lebih bagus dari Raja Ampat. Sebagai pecinta laut dan segala isinya, gue suka banget sih sama cerita dan pesan makna yang dibawa. Ada plot pemburu makhlut lau

Like & Share - Review

Gambar
Akhirnya tiba juga saatnya nonton film ini, yang rame banget diomongin bukan karena isu yang dibawa filmnya tapi karena salah satu karakter utamanya tersandung isu pelakor. Sebagaimana pun gue nggak setuju sama tingkah laku Arawinda Kirana, tapi menurut gue nggak adil sih kalau nge-cancel filmnya secara keseluruhan. Buat gue, film adalah produk kolektif yang melibatkan banyak orang, bukan cuma satu orang saja. Apalagi karakter utama film ini lebih ke Aurora Ribero ketimbang Arawinda Kirana. Film ketiga yang ditulis dan disutradarai Gina S. Noer ini semakin membuktikan bahwa dirinya adalah filmmaker berbakat Indonesia yang harus dilindungi semaksimal mungkin! Setelah Dua Garis Biru (2019) yang mengeksplorasi isu hamil di luar nikah di masa SMA, kali ini lewat Like & Share isunya lebih frontal dan vulgar. Isu kekerasan seksual pada perempuan baik luar jaringan maupun dalam jaringan, iya termasuk berbagai link bokep di twitter! Pada film yang punya rating 17+ ini, memang banyak adeg

Triangle of Sadness - Review

Gambar
Mungkin ini adalah salah satu film terbaik buat gue di tahun ini. Gue ngakak total nontonnya! Gokil! Salah satu pengalaman menonton terbaik, meski gue nonton cuma di laptop, dengan koneksi internet rumah sakit yang cupu, alhasil gambar jadi nggak tajam. Film ini jadi perjumpaan pertama gue dengan sutradara dan penulis naskah Ruben Ostlund, yang ternyata udah dua kali menang Palme d'Or di Cannes ya. Yang pertama lewat The Square (2017) dan jadi penasaran mau nonton.  Tapi siapa yang sangka sih Triangle of Sadness jadi film yang ngasih jari tengah buat kapitalisme dan komersialisme. Nonton ini mengingatkan gue banyak hal ke The Menu (2022), meski The Menu fokus ke industri kuliner. Nah Triangle of Sadness rasanya lebih luas lagi, dan mengeksplorasi banyak hal mulai dari jurang antar kelas sosial sampai cantik dan tampan yang jadi nilai tukar. Kayaknya itu ya arti dari pemilihan judul Triangle of Sadness, sebuah istilah dunia fashion di area antara alis dan hidung bagian atas. Sebuah

Cha Cha Real Smooth - Review

Gambar
Wah kayaknya Cha Cha Real Smooth akan jadi salah satu film romansa - dan coming of age - favorit gue di tahun ini. Manis banget sampe gejala diabetes. Satu lagi tipikal film romansa dengan hubungan yang nggak jelas bahkan cenderung platonic. Meski jelas Andrew mungkin punya sindrom Elektra yang condong lebih suka sama wanita yang lebih tua. Tapi gue rasa film ini nggak cuma ngomongin soal cinta. Melainkan tentang hidup! Hidup di masa transisi menuju dewasa lebih tepatnya. Adulting is no joke as we know, dan pasti banyak dari kita yang baru lulus kuliah bingung mau ngapain. Masa transisi dari hidup yang penuh keteraturan dan otoritas dari institusi pendidikan ke hidup yang lebih bebas terhadap arah, visi, dan misi masing-masing. Mulai dari ganti-ganti pekerjaan, gimana cara menghadapi pelanggan dengan sopan, sampai bertanggung jawab dengan komitmen dan waktu. Nah romansa dapat porsi yang jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan, karena gue rasa memang sisi ini yang jauh lebih relate den

Keramat 2: Caruban Larang - Review

Gambar
Keramat 2: Caruban Larang bisa dibilang punya beban yang luar biasa besar, sejak Keramat (2009) jadi film cult horor Indonesia yang sukses di lini found footage atau mockumentary. Membangkitkan kembali horor mockumentary terutama di tahun 2022 ini terbilang berat, karena sub-genre yang sudah terlalu lelah diperas sampai habis. Beruntungnya, dan hebatnya, Keramat 2: Caruban Larang bisa menjawab semua ekspektasi itu dengan sangat baik dan ciamik. Harus gue akuin, gue cukup masuk dan tenggelam sama cerita dan mitologi Caruban Larang dan The Lost Dance yang ditawarkan oleh film ini. Memang ya, mitos penari Jawa itu masih aja nyeremin dan cocok banget jadi konten horor. Meski sama-sama penari Jawa, tapi Keramat 2 berhasil memisahkan diri dan sama sekali nggak mirip dengan KKN di Desa Penari. Segi found footage-nya sendiri gue cukup suka. Meski memang agak terlalu rapi di blocking dan penempatannya, tapi gue nggak terlalu memerhatikan karena sudah terlanjur dibuat ngeri dan seram. Kudos untu

Sri Asih - Review

Gambar
Setelah ngeliatin promonya dan proses Pevita Pearce nge-gym dan latihan bela diri, akhirnya ditonton juga nih. Secara linimasa, peristiwa Sri Asih terjadi sebelum Gundala (2019). Jadi kita sekali lagi dipertontonkan origin story dari pahlawan adiwira Indonesia perempuan. Tapi sayang, rasanya filmnya terlalu dewasa dan jadi hilang kesempatan untuk menarik dan menginspirasi anak-anak perempuan. Di titik ini udah jelas bahwa visi bang Joko dalam membangun Jagat Sinema Bumilangit lebih ke arah DC Cinematic Universe yang gelap, dewasa, dan penuh politik. Meski unsur politiknya nggak seberat Gundala, Sri Asih fokus membangun jagat sinemanya dengan menceritakan musuh besar dan para panglimanya. Nggak ada adegan yang ringan atau mengandung komedi, pokoknya semuanya berat. Hal yang gue nggak suka adalah scoringnya. Maaf ya Aghi Narottama, Bemby Gusti dan Tony Merle. Menurut gue, scoringnya terlalu berisik dan monoton. Saking kencengnya sampai menutupi dialog. Lalu pilihan nadanya monoton juga

The Fabelmans - Review

Gambar
Akhirnya kita bisa nonton filmnya Steven Spielberg yang paling personal. The Fabelmans ini naskahnya ditulis sendiri oleh Steven Spielberg bareng sama Tony Kushner. Naskahnya sendiri kebanyakan terinspirasi dari masa kecil dan remajanya Steven Spielberg, dan konon cukup akurat karena situasi syuting yang jadi emosional banget karena Steven Spielberg sampe mewek.  Filmnya sendiri sih nggak berasa loh kalau durasinya dua setengah jam, puas banget dan gue bener-bener larut sama jalan ceritanya. Ini kisah coming of age yang cukup emosional sih dengan setiap permasalahannya. Mulai dari masalah keluarga yang lumayan pelik, sampai dengan isu sekolah. Gue baru tahu ya ternyata jadi seorang Yahudi di AS tahun 70-an itu kena rundung juga. Tapi secara keseluruhan, ini adalah tipikal film yang heart-warming banget, pokoknya nontonnya hangat dan nyaman gitu deh. Semua itu jelas didukung sama akting yang superior dari setiap karakternya. Paul Dano jadi ayah yang super baik tapi masih konservatif den

The Menu - Review

Gambar
Terima kasih The Menu, sekarang gue nggak sendirian lagi kalau ngetawain makanan-makanan Gastronomi yang super mahal dan super absurd. The Menu jelas jadi acungan jari tengah terhadap industri makanan mahal yang memisahkan antar-kelas pada khususnya, dan industri kapitalisme pada umumnya. Industru kapitalisme di mana kritikus jadi kekuatan yang tidak tertandingi, dan bahkan bisa menutup usaha - apapun jenis usahanya mulai dari makanan dan minuman, film, dan lain sebagainya. Pertama-tama, The Menu sukses jadi film thriller yang menegangkan. Ralph Fiennes bener-bener serem banget, bahkan nggak perlu make up ala Voldermort. Nggak nyangka dia pakai baju chef dan ngeliat anak buahnya setia buta sama dia aja udah serem banget. Nicolas Hoult sukses banget jadi public enemny. Anya Taylor Joy lagi-lagi sukses jadi primadona film dan ngebawa cerita dengan berakhir tepuk tangan. Film ini jadi tontonan yang menyenangkan sih karena seru banget dan nggak ketebak jalan ceritanya. Bener-bener segar da

Black Panther: Wakanda Forever - Review

Gambar
Wah Wakanda Forever sih bagus bener loh! Ekspektasi gue itu udah turun naik gara-gara nggak sabar bacain beragam review yang ada. Tapi emang yang paling bener ya nonton dan buktiin sendiri. Dengan dua jam empat puluh menit sih gue puas banget.  Menurut gue ini bukan film pahlawan super sih, tapi film drama keluarga yang menghadapi kedukaan atau grief. Kalau semua kekuatan super, pahlawan super, teknologi tinggi dihilangkan, Black Panther: Wakanda Forever akan tetap jadi film yang kuat, solid, dan punya pesan moral yang berharga buat kita semua. Ngegas pula buat ngasih tribute ke alm. Chadwick Boseman.  Buat yang berharap akan dihibur dengan aksi hingar-bingar layaknya tipikal film Marvel Cinematic Universe lainnya, siap-siap kecewa deh. Adegan action dan berantem dan kejar-kejaran emang masih ada, tapi porsinya sedikit. Sekuel dari Black Panther ini memang fokus ke proses grieving yang dialami oleh keluarganya T'Challa. Yang gue suka, sutradara dan penulis naskah Ryan Coogler bener

Qodrat - Review

Gambar
Akhirnya sutradara dan penulis naskah Charles Gozali terjun juga ke genre horor, setelah enam film sebelumnya bergerak di ranah drama dan ada Juara (2016) yang bergenre aksi. Sejak Gala Premiere, gue udah perhatiin di linimasa banyak pujian dan ulasan positif. Meski banyak juga yang keliatan buzzer dengan brief yang mirip kaya harus nyebut "Constantine", "The Exorcist", dan "Iko Uwais". Tapi gue percaya kalau content speaks for itself .  Ternyata kepercayaan gue benar adanya. Qodrat adalah salah satu film horor Indonesia terbaik di tahun ini, sekaligus jadi suguhan horor yang paling segar. Sampai akhir Oktober 2022 ini - apalagi bulan Halloween - pasti ada satu-dua film Indonesia bergenre horor yang rilis setiap minggunya. Oversaturated meski paham bahwa genre horor adalah selera nusantara alias pasti laku di pasaran. Nah Qodrat bisa berdiri tegak tampil beda dan sederhana. Kisahnya simpel dan rasanya mengembalikan khazanah horor Indonesia klasik di mana p

Perempuan Bergaun Merah - Review

Gambar
Perempuan Bergaun Merah adalah sempalan (spin-off) dari salah satu karakter hantu dalam franchise Sebelum Iblis Menjemput. Jangan tanya ke gue ini hantu yang mana karena gue sendiri pun juga lupa. Timo Tjahjanto yang sebelumnya menyutradarai Sebelum Iblis Menjemput (2018) dan Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 (2020), kali ini duduk di kursi produser. Kursi sutradara pun diserahkan ke William Chandra (Sekte, 2019). William Chandra mengawali karir sutradara di film-film pendek independen, yang entah kenapa pas masuk film panjang malah dapet horor terus. Berat memang industri film Indonesia. Anyway! Perempuan Bergaun Merah - yang naskahnya ditulis juga oleh William Chandra - pengen banget jadi film yang menyuarakan kekerasan seksual terhadap perempuan. Sebuah isu yang lagi hangat di tanah air, apalagi sudah banyak film yang mengangkat tema ini. Tapi sayangnya ini malah memundurkan khazanah film horor Indonesia 30 tahun ke belakang - tepatnya di era Suzzanna. Perempuan ditempatkan sebagai kar

Black Adam - Review

Gambar
Yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. DC Universe sukses ngegandeng The Rock untuk jadi karakter anti-hero yang langsung dapet film solo; Black Adam. Ya bisa dibilang kalau dunia DC kayaknya lebih sukses karakter anti-hero ya ketimbang heronya sendiri, mulai dari Suicide Squad, Joker, sampai Black Adam ini. Anyway, karakter Black Adam ini punya kekuatan yang sama dengan Shazam. Sama-sama harus bilang "shazam!" untuk dapetin dan ngelepasin kekuatannya. Kesan pertama gue nonton Black Adam: berisik! Buset berisik banget dah. Entah volume di bioskopnya yang kegedan, atau sound mixing di film ini yang main timpa semua suara yang ada. Scoring dan efek suaranya berlomba buat jadi yang paling keras. Hasilnya nggak enak di telinga. Sayang banget padahal pilihan lagunya udah oke. Ceritanya sendiri termasuk biasa saja. Masih dalam formula origin story dan pesan repetitif "pahlawan atau bukan ditentukan dari tindakan, bukan label". Beneran deh repetitif banget karena dialog

Inang - Review

Gambar
Inang surprisingly good! Wah ini jadi film yang segar banget sih, khususnya untuk skena horor di Indonesia. Ternyata bisa loh film horor Indonesia sukses bikin merinding dan kaget nggak pake hantu-hantuan, setan-setanan, atau monster-monsteran. Cukup pakai mitologi budaya lokal Indonesia aja, jadi deh Midsommar versi kearifan lokal. Dalam hal ini, Inang pakai mitologi Jawa yang bernama Rabu Wekasan.  Dalam budaya Islam Jawa, Rabu Wekasan ini jatuh di rabu terakhir di bulan Safar dan dipercaya membawa kesialan. Makanya di hari Rabu Wekasan ini banyak orang dilarang keluar rumah karena bisa tertimpa sial. Dalam film Inang, digambarkan orang yang lahir di Rabu Wekasan ini akan tertimpa sial selama hidupnya jadi mesti diruwat atau diadakan ritual tolak bala. Kalau nggak salah, ini adalah film horor pertama dari sutradara Fajar Nugros. Film debut pula untuk penulis naskah Deo Mahameru. Di dua departemen inilah yang jadi pondasi dan kekuatan utama Inang yang berhasil jadi film horor yang atm

Don't Worry Darling - Review

Gambar
Pretentious banget sih ini film! Hahaha kesel banget gue nontonnya. Padahal di atas kertas film ini punya segudang potensi loh. Ada Olivia Wilde di kursi sutradara yang udah terbukti banget lewat Booksmart (2019). Ada Florence Pugh juga yang lagi naik daun dan emang juara banget aktingnya. Ada pula Harry Styles yang makin ke sini dapet porsi makin banyak. Ada Chris Pine pula. Ceritanya sih gue suka ya, premisnya menarik. Jelas ngomongin kesetaraan gender dan maskulinitas toksik. Keren sih idenya dan lagi-lagi nunjukkin betapa toksiknya laki-laki apalagi kalau pengangguran. Ada unsur fiksi ilmiah pula, meski di bagian ini gue ngebayangin hal yang lebih keren lagi tapi ternyata twist-nya gitu doang.  Tapi eksekusinya repetitif sih menurut gue. Kaya di tiga perempat film tuh muter-muter aja di situ. Setelah konfliknya muncul pun nggak langsung usaha diselesaikan tapi masih ragu-ragu ragu-ragu keburu jadi sekuel. Pada akhirnya klimaksnya jadi buru-buru dan jadilah gitu doang. Sayang banget

The Woman King - Review

Gambar
The Woman King adalah salah satu film yang gue tunggu-tunggu. Bukan cuma Viola Davis yang jadi pemeran utamanya, tapi premis filmnya sangat sangat menarik! Tentang suku Dahomey di Afrika Barat di tahun 1823 yang punya pasukan elit yang semuanya perempuan. Gokil gak tuh! Selama ini kan kita sering denger mitos tentang perempuan Amazon, nah ini ternyata ada dan tercatat dalam buku sejarah - bukan hanya pasukan perempuan tapi pasukan perempuan berkulit hitam! Filmnya sendiri seru banget dan penuh daging! Dalam artian banyak pesan dan makna yang terkandung beberapa lapis, tentunya disamping visual yang ciamik, adegan aksi yang seru banget, cerita yang matang, dan akting yang sekelas Oscar. Gila sih Viola Davis, nggak ada obat aktingnya. Jadi jenderal pasukan elite tapi juga sebagai wanita yang punya hati dan perasaan. Range emosinya luar biasa lebar dan semuanya diekspresikan dengan sangat meyakinkan. Gue suka banget sih sama pesan dan makna berlapis yang ada di The Woman King. Pesan utama

Smile - Review

Gambar
Trailernya sangat mencekam sekali. Apalagi setelah baca banyak ulasan di linimasa, hampir semuanya kompak bernada positif. Sepertinya premis film ini berangkat dari kecemasan banyak orang dan belum pernah diangkat dalam film horor; orang senyum menyeramkan. Kemudian premis dasar itu direnggangkan sedemikian rupa menjadi film horor penuh darah dan daging. Ternyata film panjang Smile merupakan adaptasi dari film pendek Laura Hasn't Sleep karya sutradara dan penulis naskah yang sama; Parker Finn. Sebagai debut film panjang, sepertinya Hollywood nggak kekurangan talenta filmmaker horor karena regenerasinya berjalan lancar. Sepertinya film panjangnya mengambil sudut pandang yang berbeda dan terjun langsung ke ranah horor yang menyeramkan. Smile adalah tipikal film horor yang creepy. Seremnya bukan langsung di depan mata dengan jump scare, tapi merambat pelan-pelan dari belakang kepala sampai bulu kuduk berdiri. Parker Finn jelas punya kesabaran berlebih untuk nggak buru-buru ngasih keju

Ticket to Paradise - Review

Gambar
Banyak alasan buat nonton Ticket to Paradise. Yang paling utama mungkin adalah ngeliat reunian dari George Clooney dan Julia Roberts yang sebelumnya udah pernah main bareng di Ocean's Eleven (2001), Ocean's Twelve (2004), Money Monster (2016). Alasan kedua adalah aktor Indonesia yang ambil bagian di film ini; Maxime Bouttier yang emang beneran berdarah Bali. Alasan ketiga adalah 95% film ini berlatar di Bali meski aslinya syuting di Queensland Australia karena pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia pada saat proses syuting. Oya alasan tambahan, ini film pertama George Clooney main di film romcom setelah One Fine Day (1996). Jadi ya kapan lagi ngeliat George Clooney main film receh dan kocak macam begini. Ditambah lagi emang chemistry-nya dengan Julia Roberts yang luar biasa natural dan enak banget ditonton. Maxime Bouttier juga ternyata dapet porsi yang banyak banget, bukan sekedar tempelan. Beneran dari awal sampai akhir, dengan penampilan akting yang ciamik dan bisa meng

Athena - Netflix Review

Gambar
Wah Athena jelas jadi salah satu film terbaik di tahun 2022 sih. Nyaris sempurna di semua segi, mulai dari visual sampai cerita. Sutradara Romain Gavras memilih konsep visual one take shot ala 1917 (2019) meski nggak full tapi dibagi dalam beberapa segmen. Setiap segmen fokus pada 1 karakter penting yang ngebawa jalan cerita.  Gue sih ngefans banget sama konsep one take long shot kaya gini karena nggak kebayang kompleks teknisnya! Mulai dari penempatan kameranya yang kayaknya dioper-oper dari dolly ke motor atau mobil ke crane. Belum lagi blocking pemain dan ratusan figuran yang ada. Gokil! Ceritanya juga simpel dan fiktif, tapi kita paham jelas bahwa kisah seseorang meninggal karena penanganan brutal dari pihak otoritas bukan berita baru dan sering terjadi di negara manapun. Athena jelas jadi pengingat yang getir dan keras, bukan hanya soal otoritas tapi juga kelas sosial dan betapa sensitifnya kita semua terhadap berita penganiayaan.  Begitu tahu ending yang lumayan twist, ngeri ban

Lara Ati - Review

Gambar
Gue nonton Yowis Ben (2018) dan nggak ngerasa cocok, mungkin karena filmnya cuma bisa diakses sama remaja-remaja SMA. Sebenernya nggak apa-apa juga bikin film tentang SMA, permasalahannya kan tinggal apakah bisa diakses oleh penonton di kategori umur di luar itu. Tapi sayangnya trilogi Yowis Ben nggak.  Setelah kontrak tiga film dengan rumah produksi Starvision habis, sekarang giliran BASE Entertainment yang menampung Bayu Skak yang memang berbakat di segmen konten berbahasa Jawa. Kali ini Bayu Skak fokus saja di sutradara dan pemain utama, sementara naskah diberikan ke talenta baru; Anissa Pandan Sari dan Aisyah Ica Nurramadhani sebagai debut penulisan naskahnya. Berbekal review positif dari beberapa orang kepercayaan gue, ternyata gue cukup suka dengan Lara Ati. Setiap komedinya sukses bikin gue ngakak, meski ini adalah komedi sederhana. Tipikal komedi yang bukan receh dan bukan formula komika - seperti di rumah produksi sebelah. Tapi komedi dari keseharian yang biasa kita dengar en

Noktah Merah Perkawinan - Review

Gambar
Setelah poster dan trailer ini dirilis, gue sama sekali nggak tertarik buat nonton film ini. Cukup tahu aja ini adalah adaptasi dari sinetron berjudul sama yang tayang sebanyak 77 episode di periode tahun 1996 - 1998 di Indosiar, yang sama-sama diproduksi oleh Rapi Film. Tapi setelah membaca ulasan yang semuanya bernada positif nggak cuma di linimasa tapi juga di grup WA, gue jadi tertarik. Apalagi ulasan di grup WA ya yang cenderung lebih jujur ketimbang di linimasa yang sekarang ini penuh paid buzzer. Dengan mudah, Noktah Merah Perkawinan udah mengamankan posisinya di 10 Film Terbaik versi gue di tahun 2022. Bahkan dari awal film gue udah dibuat jatuh cinta lewat visualnya yang cantik dan intim. Sinematografinya menawan lengkap dengan color grading yang sejuk dan nyaman. Akting para pemainnya juga sangat meyakinkan. Marsha Timothy nggak ada obat! Oka Antara yang sebelum-sebelumnya - maaf banget - gue kurang cocok sama aktingnya, kali ini gue bisa larut di setiap emosinya. Sheila Dar

The Invitation - Review

Gambar
Nathalie Emmanuel dari Game of Thrones balik lagi nih main film panjang, setelah tampil beberapa kali di franchise Fast & Furious kemarin. Kali ini main di film yang premisnya mirip banget sama Ready of Not (2019)-nya Samara Weaving. Ada karakter perempuan yang datang ke rumah besar milik keluarga kaya raya, tapi ternyata keluarga itu... Gue rasa writers room pas diskusi film ini terpecah dua kubu; yang satu keluarga cult, satu keluarga vampir. Tapi produser bilang, ya udah kita bikin dua-duanya! Jadi deh dua film ini hahaha. Meski premisnya mirip, tapi sayangnya tidak dengan kualitasnya ya. Kalau dibandingin sama Ready or Not, ini jauuuuh bener. Kenapa sih Hollywood selalu gebleg kalau bikin film vampir. Kaya cuma satu-dua bahkan independen yang berhasil. The Invitation malah lebih jadi film drama romansa dan banyak ngambil elemen Twilight sih. Tiga perempat film ini dihabiskan buat hubungan romansa antara karakter utama dengan tuan rumah. Untung ditutup dengan slasher dan gore ya

Mencuri Raden Saleh - Review

Gambar
Wow wow wow! Ekspektasi gue tuh udah kadung ketinggian setelah baca berbagai review positif dari teman-teman yang udah nonton duluan. Apalagi di tengah langkanya film heist di industri film nasional, Mencuri Raden Saleh hadir nggak setengah-setengah tapi tegas dan maksimal. Terlihat dari pemilihan para karakter utamanya yang mencerminkan masa depan film Indonesia. Dengan hasil penampilan mereka, gue jadi tenang dan yakin bahwa masa depan film nasional akan cerah ke depannya. Sebagai penonton film heist , gue mulai bisa mengenali beberapa check box yang harus ada di film bertema pencurian. Mulai dari berkelompoknya orang-orang yang tadinya nggak saling kenal, interaksi naik turun antara mereka, menghadapi kegagalan, lalu belajar dari kesalahan sehingga lebih baik. Sampai ditutup dengan eksekusi perencanaan yang brilian dan out of the box sehingga mengundang tepuk tangan dari penonton. Mencuri Raden Saleh punya itu semua, dan nggak main-main detilnya! Oke nggak perlu ngebandingin dulu