Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2023

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film - Review

Gambar
Mau nonton film yang dibuat dari hati? Mau nonton film Indonesia yang nggak cuma horor dan drama romansa remaja? Mau nonton film Indonesia komedi romansa di usia 30-an yang 80% filmnya hitam putih? Nah ini saatnya, yang menurut gue Jatuh Cinta Seperti di Film-film jelas jadi salah satu film terbaik Indonesia di tahun ini. Ceritanya sebenarnya sederhana dan sudah banyak kita temui; seorang pria mau menyatakan perasaannya kepada sahabat masa kecilnya yang sedang berduka karena baru menjanda. Tapi cara menuju ke sana yang unik; dia menulis naskah film panjang tentang setiap pertemuan mereka berdua - yang kemudian beneran dijadikan film panjang! Jadilah sebuah film yang sangat meta - filmception banget deh. Bahkan nama asli karakternya pun dipakai di dalam film. Kisah nyata yang dijadikan dalam film, sampai kita penonton sudah nggak bisa memisahkan lagi mana kenyataan dan mana yang film. Di titik ini, bukan tugas penonton lagi untuk membedakan mana fakta dan mana fiksi. Tugas kita hanya ti

Napoleon - Review

Gambar
Buat gue yang belum pernah nonton film biografi tentang Napoleon Bonaparte, gue sangat menikmati karya terbaru dari sutradara Ridley Scott ini. Apalagi diperankan oleh duet Joaquin Phoenix dan Vanessa Kirby, dua aktor dan aktris yang sama-sama berbakat dan kali ini beradu akting bersama. Film Napoleon di tahun 2023 ini juga menandakan reuni antara Ridley Scott dan Joaquin Phoenix setelah Gladiator (2000). Kalau film berdurasi 2 jam 38 menit ini jadi video essay di YouTube, mungkin judulnya jadi "The Rise and Fall of Napoleon Bonaparte". Biografi ini memang menceritakan dari awal Napoleon meraih posisi puncak pemerintahan Perancis sampai kejatuhannya di dalam periode 20 tahun. Dari awal ketika posisinya masih Kolonel, kemudian perlahan naik jadi Brigadir Jenderal, kemudian Jenderal, hingga Kaisar. Lewat biografi ini gue juga belajar betapa ternyata Napoleon Bonaparte begitu dicintai oleh para serdadunya. Ini karena hal sederhana dan membumi yang dia lakukan secara konsisten; s

Are You There God? It's Me, Margaret - Review

Gambar
Are You There God? It's Me, Margaret  bagus banget yaaaa. Gue ga nyangka loh ternyata film ini tentang eksplorasi agama di mata anak 12 tahun. Ya sebenernya udah keliatan dari judul sih. Tapi gue kira ini film coming-of-age biasa. Ternyata lebih dari itu! Film ini ngikutin karakter Margaret, anak 12 tahun yang baru pindah kota, ketemu teman-teman dan sekolah baru. Momennya bertepatan pula dengan masa pubertas, ditambah lagi masa lalu kakek-nenek dari sang ibu. Semuanya numpuk jadi satu dan jadi beban. Ini tipikal film slice of life yang dekat banget dengan keseharian kita. Meski berlatar tahun 70-an, tapi ini timeless banget. Meski di film masih pakai telepon kabel, tapi masalah pubertas, bullying, agama, orang tua, masih banget ada sampai 2023 ini. Nah biasanya tipikal film slice of life itu kan datar dan tanpa tensi. Film ini bisa banget bikin klimaks yang bertensi tinggi. Adegannya memang biasa aja dan gue ga mau cerita biar ga spoiler. Tapi karena kita tahu background story-nya

Budi Pekerti - Review

Gambar
Dua kali gue nonton film panjang karya sutradara dan penulis naskah Wregas Bhanuteja, dua kali pula gue dibuat merasa digampar dan nggak bisa berkata-kata. Padahal dia baru dua kali pula bikin film panjang! Setelah Penyalin Cahaya / The Photocopier (2021) yang rilis di Netflix dan membahas kekerasan seksual di lingkungan kampus, sekarang Wregas membahas cyber-bullying dan cancel culture lewat Budi Pekerti yang tayang di bioskop. Dua film ini meski membawa tema yang berbeda, tapi bisa bikin gue tertegun, bengong, dan kagum saking unik dan filmnya punya atmosfer yang mencekik - in a good way . Pertama-tama, ini bukan film nasional pertama yang membahas tentang cyber-bullying dan cancel culture . Sebelumnya sudah ada Like & Share (2022) meski fokusnya lebih ke kekerasan seksual. Tapi Budi Pekerti jadi spesial karena sepanjang filmnya fokus pada isu tersebut, malah lebih jauh mengobrak-abrik norma dan dilematis sosial sebagai efek bola liar dari cyber-bullying dan cancel culture

Gadis Kretek - Series Review

Gambar
Lewat serial Gadis Kretek, kita jadi tahu dan mengalami, kaya gini toh nonton hasil karya yang dibuat dengan hati dan idealisme. Kualitasnya terbaik dari bahan baku sampai barang jadi, sama seperti kualitas Kretek Gadis dari tembakau, cengkeh, mawar, saus, sampai jadi kretek 👌🏼 Coba absen dulu siapa yang ga pernah skip intro di setiap episodenya? Pas baca cast and crew yang terlibat, ini semua yang terbaik di industri film nasional. Hasilnya gambarnya cantik banget, desain produksi detil, warna cantik, pilihan soundtrack meski modern tapi masuk.  Penata musiknya Ricky Lionardi, aransemen scoringnya cakep banget! Kurasi lagu soundtrack juga asyik banget, ga usah didengerin protes netizen yang bilang ga masuk sama jamannya. Belum nonton film-filmnya Sofia Coppola sama Baz Luhrmann aja tuh. Audio dan visual sudah cantik dan memikat mata dan telinga. Nah dari ceritanya sendiri gue malah suka banget. Ini adalah adaptasi buku yang adil dan apik. Serial dan novelnya punya tujuan yang sama,