Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2022

Mencuri Raden Saleh - Review

Gambar
Wow wow wow! Ekspektasi gue tuh udah kadung ketinggian setelah baca berbagai review positif dari teman-teman yang udah nonton duluan. Apalagi di tengah langkanya film heist di industri film nasional, Mencuri Raden Saleh hadir nggak setengah-setengah tapi tegas dan maksimal. Terlihat dari pemilihan para karakter utamanya yang mencerminkan masa depan film Indonesia. Dengan hasil penampilan mereka, gue jadi tenang dan yakin bahwa masa depan film nasional akan cerah ke depannya. Sebagai penonton film heist , gue mulai bisa mengenali beberapa check box yang harus ada di film bertema pencurian. Mulai dari berkelompoknya orang-orang yang tadinya nggak saling kenal, interaksi naik turun antara mereka, menghadapi kegagalan, lalu belajar dari kesalahan sehingga lebih baik. Sampai ditutup dengan eksekusi perencanaan yang brilian dan out of the box sehingga mengundang tepuk tangan dari penonton. Mencuri Raden Saleh punya itu semua, dan nggak main-main detilnya! Oke nggak perlu ngebandingin dulu

Fall - Review

Gambar
Premis dan trailernya sangat menarik ya. Meski gue tahu ini adalah tipikal film thriller gebleg yang masalahnya nggak akan ada kalau karakternya cerdas dikit. Tapi ya in the name of good and originals idea, here we go . Kalau distributor Lionsgate udah punya 47 Meters Down (2017), sekarang mereka punya "600 Meters Up" dengan manjat menara TV setinggi 600 meter ini. Satu kata dari gue untuk menggambarkan film ini; NGILU. Sebagai orang yang suka perutnya ngilu kalau ngeliat ke bawah dari lantai 6 mall Senayan City, nonton film ini sukses bikin ngilu biji gue - berkali-kali. Bangkek emang ya imajinasi gue. Secara nalar dan logika gue tahu yang ada di layar itu adalah hasil CGI yang 95% meyakinkan. Tapi sisanya diisi imajinasi gue yang berontak liar tanpa ampun. Fall juga cukup serius ya ngegarap ceritanya, jadi nggak asal naik dan manjat kaya orang bego. Ada pendalaman karakter yang kuat dan logis sehingga jadi justifikasi yang kuat untuk mereka berdua manjat. Ditambah lagi twis

Nope - Review

Gambar
Semenjak Get Out (2017), film-film karya sutradara dan penulis naskah Jordan Peele jadi selalu gue tunggu-tunggu. Kualitasnya pun masih konsisten di Us (2019) yang masih di jalur horor namun punya kritik sosial yang kental. Karya terbarunya di Nope (2022) juga nggak kalah, apalagi dari poster dan trailer yang sama sekali nggak ngasih clue filmnya tentang apa. Nope jadi pengalaman menonton yang nggak ada duanya sih. Idenya benar-benar segar dan jalan ceritanya benar-benar baru. Sama sekali nggak ketebak apa adegan selanjutnya, dan ini adalah pengalaman menonton yang sesungguhnya! Nggak ada bayangan ini tentang apa, belum pernah nonton film sejenis ini juga (karena ide orisinil yang benar-benar baru), jadi ya cuma bisa pasrah duduk enjoy the ride ! Kayaknya cuma Jordan Peele yang bisa ngasih film horor tanpa hantu, setan, atau mahkluk supranatural lainnya. Lewat tiga filmnya, kita diingetin lagi bahwa esensi horor adalah hal yang ambigu dan mengancam nyawa bisa sangat menakutkan. Ngg

Bullet Train - Review

Gambar
Senada dengan yang ditawarkan di trailer, Bullet Train adalah film action-comedy dengan kekerasan yang over-the-top yang dibalut dengan visual yang stylish . Jadi buat lo yang suka dan cocok dengan gaya visual yang penuh cahaya lampu neon warna-warni seperti di John Wick atau Atomic Blonde, maka lo akan suka dengan Bullet Train. Apalagi dengan latar belakang Jepang, atau Tokyo-Kyoto, yang memang bawaannya sudah super stylish dan penuh warna-warni. Jalan ceritanya sendiri terbilang segar dan punya misteri yang berlapis yang dikupas perlahan seiring berjalannya waktu. Gue suka dengan plot twist-nya yang unik dan lumayan bikin gue melongo. Gue juga suka dengan penggambaran latar belakang setiap karakter, yang dieksekusi dengan editing yang menarik. Sebuah penceritaan yang sekali lagi mengingatkan kita bahwa nggak ada orang yang benar-benar jahat, dan tindakan yang mereka lakukan punya motivasi yang logis. Selain visual, adegan aksi yang keren, dan pilihan soundtrack yang catchy , siap-si

Before, Now & Then (Nana) - Prime Review

Gambar
Film biografi ini diadaptasi dari bab pertama buku "Jais Darga Namaku" karya Ahda Imran. Bab pertama dari buku biografi pedagang seni internasional Jais Darga ini - yang juga bertindak sebagai produser eksekutif - memang fokus pada mendiang ibunya, Raden Nana Sunani. Beliau hidup di Jawa Barat tahun 1960-an, sebuah periode yang pelik, terutama untuk perempuan, karena banyak orang yang dibunuh lantaran dituduh komunis. Film panjang keempat dari sutradara dan penulis naskah Kamila Andini ini masih konsisten menggunakan bahasa daerah sepanjang filmnya. Di film Nana , atau Before, Now & Then sebagai judul internasionalnya, semua pemain tidka hanya harus mengucapkan bahasa Sunda dengan fasih tapi juga bahasa Sunda lawas dan spesifik di tahun 60-an. Bahkan ada ahli bahasa khusus sebagai konsultan dan melatih para pemain. Gue suka banget dengan visual dari film ini. Dengan nuansa warna yang kebiru-biruan, benar-benar efektif membawa emosi penonton untuk mendayu biru. Setiap sho