Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

Autobiography - Review

Gambar
Power play atau permainan kekuasaan itu nyata adanya, mulai dari tingkat negara, kabupaten, bahkan lingkup rumah tangga - atau bahkan pacaran. Kekuasaan diartikan sebagai kontrol asimetris terhadap sumber daya yang bermakna di hubungan sosial. Sumber dayanya bisa berupa status sosial, status ekonomi, jabatan, bahkan ras dan agama. Permainan atau dinamika kekuasaan terjadi ketika ada satu pihak yang menggunakan kekuasaannya terhadap pihak lain yang punya sumber daya yang lebih sedikit. Ini bisa terjadi antara suami dan istri, pak/bu RT dan warganya, calon bupati dan ajudannya, bahkan presiden dan rakyatnya. Dinamika dan permainan kekuasaan ini yang jadi topik utama dari debut film panjang pertama dari sutradara dan penulis naskah Makbul Mubarak. Sebagai seseorang yang memerhatikan perjalanan karir Makbul Mubarak dari jauh, gue cukup bangga atas pencapaiannya. Dari seorang penulis dan kritikus film, salah satu pendiri situs kritik dan kajian film Cinema Poetica, berbagai film pendek, dan

Puss in Boots: The Last Wish - Review

Gambar
Kalau Puss in Boots: The Last Wish nggak pakai gaya animasi Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018), rasanya gue nonton di televisi aja. Animasinya beneran bagus dan sangat memanjakan mata. Visualnya memang bukan bergaya semirip mungkin dengan kehidupan nyata, tapi pakai gaya komik dan jadinya penuh dengan imajinasi. Kisahnya juga ternyata sangat bisa dinikmati oleh semua umur, bahkan orang dewasa. Secara keseluruhan memang sangat menghibur anak-anak apalagi dengan berbagai lelucon dan deretan slapstick . Tapi nggak gue sangka, kisah Puss yang takut mati untuk kemudian bisa menikmati hidup sangat filosofis dan bisa jadi bahan permenungan kita semua. Puss yang tadinya punya 9 nyawa memang jadinya hidup seenaknya tanpa takut mati. Tapi ketika nyawanya tinggal satu, dia jadi sangat berhati-hati ketika menemui halangan dan rintangan. Saking takutnya, dia malah nggak bisa menikmati hidup seperti orang biasa. Siapa sangka Perrito, si anjing gembel yang happy-go-lucky, bisa jadi inspirasi

A Man Called Otto - Review

Gambar
Gue udah pernah nonton versi Swedianya, A Man Called Ove (2015), yang diadaptasi dari buku berjudul yang sama. Ngeliat Hollywood ikutan adaptasi filmnya bikin gue agak ragu sih, tapi Tom Hanks juga yang main. Jadi rasanya kualitasnya akan terjaga ya, mengingat beliau cukup pilih-pilih naskah dan proyek yang potensial. Pertama-tama, akan banyak adegan yang bisa memicu trauma, terutama depresi dan keinginan bunuh diri. Sebenarnya kisah kakek Otto ini cukup kelam, meski ada selipan komedi di banyak adegan yang sukses membuat film ini jadi lebih ringan dan menghibur. Tapi jangan sampai ketawa di salah momen ya. Premiere screening semalam ada banyak penonton yang ketawa di momen yang salah sih, perlu di cek lagi tuh kalibrasi komedinya. A Man Called Otto ini masih banget ngebawa jalan cerita dan emosi yang sama dengan versi Swedianya. Sebuah kisah dengan hati yang besar dan hangat, yang ngasih liat kalau kebaikan bisa muncul di momen yang paling pahit sekalipun. Gue akui, versi Hollywood

Cek Toko Sebelah 2 - Review

Gambar
Cek Toko Sebelah 2 bagus sekaliiii! Meski di film kedua ini nggak ada tokonya lagi, tapi masih berisi manis pahit permasalahan keluarga Indonesia keturunan Tionghoa. Melanjutkan kisahnya dan karakter Natalie ganti pemeran dari Gisella Anastasia ke Laura Basuki, gue bersyukur pergantian pemeran ini terjadi. Ya kita semua tahu lah ya alasannya kenapa, tapi yang jelas Laura Basuki beneran ngasih performa yang luar biasa di film ini - yang rasanya susah disaingi oleh Gisella.  Gue takjub sama naskahnya sih, bisa muat dengan proporsi yang pas dan berimbang untuk nyeritain banyak karakter. Beneran semua karakter dapet porsi yang pas, mulai dari Erwin - Natalie, Yohan - Ayu, Koh Afuk dan juga si calon ibu mertua bu Agnes. Komedinya pun oke banget, gue sukses ngakak di beberapa adegan. Meski ada beberapa lelucon yang gue nggak kena, tapi okelah ketutup sama lelucon yang kena banget. Chemistry antara Ernest dan Laura kok ya nular banget ya ke bangku penonton. Mesra-mesraan dan becandaan mereka

M3gan - Review

Gambar
Wah ini suprising banget sih. Dari poster dan trailernya aja gue udah nggak tertarik nonton. Tapi dari ulasan beberapa teman kepercayaan, gue coba nonton dan ternyata bagus! Nggak cuma menegangkan tapi M3gan punya jalan cerita yang meyakinkan. Biasanya kan film tipikal kaya gini ceritanya cuma tempelan aja, tapi nggak dengan ini. Ceritanya beneran digarap serius, kemudian elemen horor, thriller, dan gore jadi gampang memengaruhi penonton. Yang paling taik emang M3gan sih. Sukses ngebuat film nggak cuma seru tapi juga kocak dan menghibur! Gue nggak nyangka bisa ketawa-ketawa di film horor kaya gini. Absurdnya sih lebih ke koplak dan kocak! Beneran tipikal film yang cocok ditonton rame-rame sama teman-teman sih. Bisa ketawa bareng dan teriak-teriak bareng. M3gan jelas nambah koleksi boneka Hollywood yang hobi ngebunuh manusia. Udah ada Chucky dan Annabelle yang kerasukan setan, tapi jelas baru M3gan yang nggak pakai elemen supranatural melainkan teknologi AI. Akhirnya ya, ada yang pakai