Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Yolo - Review

Gambar
Awal lihat trailer ini di youtube, gue bingung kok tumben distributor besar macam Sony Pictures mau membeli dan mendistribusikan film "kecil" seperti ini. Apalagi jarang ada distributor asal AS mendistribusikan film asal Tiongkok. Setelah dikulik, ternyata film ini mencetak angka box office yang luar biasa di Tiongkok. Faktor besarnya adalah penurunan berat badan drastis sebanyak 50 kg dari aktor utama sekaligus sutradara, Jia Ling. Kisah ini diadaptasi dari film Jepang tahun 2014 berjudul 100 Yen Love, tapi tanpa unsur penurunan berat badan. Versi Tiongkok berjudul Yolo menempatkan penurunan berat badan jadi salah satu plot utama meski ternyata hanya ditampilkan sekilas dalam bentuk montage. Tidak ada CGI atau practical effect , ini benar-benar murni menurunkan berat badan selama 10 bulan dengan diet ketat, intermittent fasting, dan olah raga. Filmnya sendiri adalah tipikal kisah inspiratif from zero to hero , di mana karakter utamanya sudah mencapai rock bottom untuk kemud

Dua Hati Biru - Review

Gambar
Antisipasi gue untuk film Dua Hati Biru juga tidak setinggi itu. Menurut gue, film Dua Garis Biru (2019) ditutup secara final dan pasti - apalagi jika berbicara seputar kehamilan remaja di luar nikah. Ternyata layaknya hidup manusia - yang bahkan sampai mati jadi hantu pun bisa dijadikan film - memang pasti ada kelanjutan setelah anak dari Bima dan Dara lahir ke dunia. Tentunya Dua Hati Biru fokus pada masa Bima dan Dara menjadi orang tua dari anak kecil berumur 4 tahun. Menjadi orang tua di usia 30an dan 40an saja tidak mudah, apalagi di usia 20an. Masa-masa di mana emosi dewasa muda belum matang, apalagi dengan kondisi pekerjaan dan penghasilan yang tidak menentu. Tentunya ini jadi permasalahan yang pastinya bisa dirasakan kebanyakan orang. Tapi sayang menurut gue Dua Hati Biru membawa terlalu banyak permasalahan orang tua ke dalam satu film. Satu demi satu masalah ditumpahkan dalam durasi 1 jam 46 menit, mulai dari adaptasi balita terhadap ibu yang baru ditemuinya secara fisik, regu

Badarawuhi di Desa Penari - Review

Gambar
Pada awalnya memang gue cukup memandang sebelah mata film ini karena gue kurang suka dengan KKN di Desa Penari (2022). Apalagi ini adalah tipikal komersialisasi meemeras satu Intellectual Property menjadi banyak film dan tidak membawa cerita ke mana-mana. Mengingat KKN di Desa Penari yang meraih 10 juta penonton yang notabene menjadi satu-satunya film paling laris sejak era Orde Baru, tentu saja harus ada film lanjutannya di dalam semesta yang sama. Ternyata gue malah suka dan sangat menikmati film kedua di semesta KKN ini - bahkan lebih menyenangkan ketimbang Siksa Kubur. Pertama, karena jalan ceritanya yang sangat membumi dan gue sebagai penonton ikut larut ke dalam suasana kelam desa penari. Karakter utamanya punya kemauan dan kebutuhan yang jelas dan sederhana yang bisa kita ikut; mengembalikan gelang yang dipercayainya bisa menyembuhkan ibunya yang sedang sakit parah.  Jelas bahwa Badarawuhi di Desa Penari jauh lebih baik ketimbang KKN di Desa Penari. KKN di Desa Penari terlampau

Siksa Kubur - Review

Gambar
Semua film (dan serial) karya Joko Anwar memang selalu dinanti oleh banyak orang, terutama para penggemarnya. Apalagi Joko Anwar termasuk salah satu sutradara Indonesia yang hobi memberikan banyak easter egg di dalam setiap filmnya. Ditambah lagi beredar teori bahwa semua film karya Joko Anwar sebenarnya ada dalam satu semesta yang sama, mengingat ada beberapa benda, nama, dan organisasi yang muncul di beberapa filmnya. Siksa Kubur di atas kertas punya premis yang sederhana; apakah siksa di dalam kubur itu nyata adanya? Kalau benar nyata, apakah siksaan itu berupa fisik atau bisa juga berupa psikis? Satu-satunya cara untuk membuktikan kebenaran siksa kubur adalah menguburkan diri hidup-hidup bersama seseorang yang paling kejam dan berdosa. Hal ini direpresentasikan oleh karakter utama film ini, Sita, yang punya trauma mendalam di hidupnya sehingga jadi apatis terhadap agama. Untuk orang-orang yang bilang kalau film ini cukup membohongi penonton karena adegan siksa kubur hanya ada di 5

The First Omen - Review

Gambar
Film ini berlaku sebagai prekuel dari The Omen (1976), film orisinil dari franchise Omen. Akhir film The First Omen langsung nyambung dengan awal dari film The Omen. The First Omen ini bercerita tentang seorang suster yang dikirim ke Roma untuk melayani, tapi ternyat amengalami sederetan kejadian supranatural. Buat pecinta horor, apalagi genre horor kerasukan, wajib tonton nih! Nonton The First Omen ini berasa nonton film horor buatan A24 atau film produksi studio kecil atau independen. Padahal film ini produksi 20th Century Studios yang notabene studio besar dan komersil. Dalam artian, film ini cenderung slow burn dengan jalan cerita yang bergerak lamban dan minim dialog. Sekalinya ada dialog pun hanya dialog panjang dan cukup jarang ada penampakan. Tapi sekalinya ada penampakan atau jump scare, sangat mengagetkan dan lumayan bikin gue lompat dari kursi. Setiap penampakannya diletakkan di adegan-adegan yang tidak diprediksi. Selain itu, banyak gambar-gambar khas horor slasher yang aka

Godzilla x Kong: The New Empire - Review

Gambar
Ini adalah film kelima dari MonsterVerse setelah Godzilla (2014), Kong: Skull Island (2017), Godzilla: King of the Monsters (2019), Godzilla vs Kong (2021). Tentunya Godzilla dan Kong nggak berantem lagi kaya di filmnya tiga tahun lalu, tapi kali ini mereka akan bahu membahu melawan Titan baru yang sama sekali disembunyikan sampai filmnya rilis. Gue yang sama sekali nggak menikmati Godzilla vs Kong nggak punya ekspektasi tinggi untuk film terbaru ini. Gue merasa sejak GvK, franchise ini mengarahkan film-filmnya lebih untuk anak-anak dan keluarga. Benar saja, di GxK ini formula untuk anak-anak masih digunakan dengan banyak komedi dan jalan cerita yang ringan. Tentunya film ini menjawab permintaan banyak fans untuk memperbanyak adegan berantem antara Titan. Film ini menyuguhkan itu dengan menampilkan nggak cuma satu-dua tapi banyak spesies Titan baru. Selain itu, peran para manusia juga dibuat cukup signifikan dalam pertarungan antar Titan ini. Meski ada beberapa keputusan yang gue ngga

Ghostbusters: Frozen Empire - Review

Gambar
Rilisnya Ghostbusters: Frozen Empire ini nggak begitu bikin gue excited sih meski gue suka banget dengan dwilogi Ghostbuster (1984) dan Ghostbusters II (1989). Tapi sejak gender switch Ghostbusters (2016) yang flop dan Ghostbusters: Afterlife (2021 yang biasa aja, gue jadi menurunkan ekspektasi gue terhadap kelanjutan franchise ini. Yang menarik adalah sebelum nonton Frozen Empire, gue nonton ulang Afterlife di Prime Video lewat TV dan gue menikmati banget. Gue jadi mikir, apa iya franchise Ghostbusters ini lebih nikmat ditonton di TV ya? Apalagi film original tahun 80-an pun gue juga tonton di TV. Benar saja, Frozen Empire ini juga menurut gue cukup membosankan. Sedikit lebih baik ketimbang Afterlife, tapi ini pun menurut gue karena semua pemeran lama dapat porsi 90% dalam film ini. Menyenangkan melihat kembali Bill Murray, Dan Akroyd, Ernie Hudson dapat porsi yang jauh lebih banyak dan cukup signifikan. Ditambah lagi semua pemeran remaja seperti Mckenna Grace, Logan Kim, dan Finn W

To Kill A Tiger - Netflix Review

Gambar
Mungkin film dokumenter ini ada sebagai terapi anger management ya. Coba yang mau ngetes rasa marahnya, nonton ini deh. Lima belas menit pertama kalau nggak marah atau kesel atau gimana, berarti lo punya anger management yang bagus. Tapi ternyata nggak cuma 15 menit pertama aja, bahkan sampai akhir juga loh. To Kill a Tiger adalah film dokumenter yang menggambarkan semua hal yang salah tentang patriarki, sumber daya manusia yang nggak berkualitas, dan sistem hukum yang berantakan. Sayangnya tiga hal ini nyata terjadi juga di Indonesia. Jadi meski berlatar di India, gue berani yakin bahwa kejadian yang ada dalam film dokumenter ini pasti bisa ditemukan juga di Indonesia. Betapa susahnya mengawal proses kekerasan seksual di negara berkembang yang punya budaya patriarki, SDM nggak berkualitas akibat status sosial ekonomi, dan sistem hukum yang nggak bisa diandalkan. Siapa yang menyangka kalau melaporkan kasus kekerasan seksual ke ranah hukum ternyata bisa diintimidasi oleh warga desa? Sud

Kung Fu Panda 4 - Review

Gambar
Setelah Kung Fu Panda 3 (2016), delapan tahun kemudian kita bisa menikmati kelanjutan petualangan Po. Kali ini Po harus mencari penerus Pendekar Naga agar dirinya bisa mengambil peran sebagai Pemimpin Spritual di Lembah Perdamaian. Tantangan muncul ketika ada penjahat baru, Chameleon muncul untuk mencuri Tongkat Kebijaksanaan Po dan membangkitkan kembali penjahat-pejahat dari masa lalu. Po pun bergabung dengan Zhen, seorang rubah pencuri yang berpotensi menjadi penerus Po sebagai Pendekar Naga. Jujur gue sendiri sudah lupa dengan kisah Kung Fu Panda 3, tapi gue masih bisa mengikuti jalan cerita Kung Fu Panda 4 dengan baik dan nggak roaming. Meski gue nggak terlalu excited nonton ini, tapi gue masih bisa terhibur dengan visualnya yang memang sudah jadi standar animasi Hollywood. Ceritanya sendiri memang ditujukan untuk anak-anak, tapi masih bisa dinikmati oleh para dewasa. Makna yang dibawakan juga bagus, tentang perubahan yang pastinya akan kerap ditemui sepanjang hidup. -

Exhuma - Review

Gambar
Meski sudah baca beberapa reviewnya di media sosial, tapi gue nggak nyangka Exhuma sebagus itu! Film ini otomatis masuk dalam 10 film terbaik yang gue tonton selama tahun 2024, entah posisi nomor berapa. Film ini nggak cuma jualan horor yang bukan tipikal jump scare, tapi surprisingly juga sangat nasionalis dan anti kolonialisme! Menurut gue, sebenarnya Exhuma ini bukan film horor deh. Film ini bisa masuk genre misteri atau investigatif yang kebetulan aja ada beberapa penampakan hantu yang bikin bulu kuduk begidik. Mirip sama Parasite, film ini berganti plot di tengah ke arah yang lebih gelap dan mengerikan. Kisah pengusiran arwah penasaran bergeser ke kisah nasionalis. Dua kisah ini juga digambarkan dengan dua elemen yang digunakan dalam fengshui; setengah film pertama didominasi air seperti hujan dan setengah film kedua didominasi oleh api. Kalau yang menyangka film ini akan banyak adegan jumpscare atau kaget-kagetan sudah pasti kecewa. Apalagi Exhuma tipikal film slow burn yang plot

Dune: Part Two - Review

Gambar
Setelah penantian 7 tahun, akhirnya kita bisa menonton kelanjutan kisah Lisan al Gaib. Dune: Part Two (2024) malah menjadikan Dune (2017) tampak seperti kurcaci. Entah mengapa novel Dune karya Frank Herbert yang dirilis tahun 1965 dipecah menjadi dua film yang nggak rata dan berimbang. Tapi mungkin ini memang keputusan kreatif mengingat dua film tersebut fokus pada tema besar yang berbeda; Dune Part One fokus pada tema fear dan Dune: Part Two fokus pada tema faith . Ini adalah ulasan yang penuh spoiler, silakan lanjut kalau anda sudah menonton atau yang nggak masalah dengan spoiler.   Dune: Part Two jelas memperlihatkan semesta yang lebih luas dengan banyak karakter baru. ​Tapi yang gue sangat suka adalah tema besar yang berkembang dan terbilang mengarah ke arah yang berbeda. Dua film ini menutup filmnya dengan visual yang sama tapi dengan makna yang berbeda. Adegannya sama-sama close-up shot Chani yang diperankan Zendaya. Di film pertama, pandangan Chani bisa kita maknai sebagai pa

Pemandi Jenazah - Review

Gambar
Harus gue akui, Pemandi Jenazah adalah salah satu film horor lokal terbaik yang gue tonton di tahun ini. Cukup mengejutkan karena ini datang dari rumah produksi baru di mana ini adalah film pertama mereka; VMS Studio. Meski rumah produksi baru, tapi VMS Studio menggunakan talenta terbaik di tanah air; Hadrah Daeng Ratu di kursi sutradara dan Lele Laila sebagai penulis naskah. Gue bisa melihat rasanya mereka berdua diberikan kebebasan idealisme dan tidak banyak campur tangan produser. Terlihat dengan hasil filmnya yang memang berkualitas dan dibuat dari hati. Pemandi Jenazah memberikan kisah yang cukup menyeramkan. Aktivitas memandikan jenazah, apalagi korban pembunuhan, adalah aktivitas yang sudah seram. Nah hal itu jadi tambah menyeramkan ketika karakter si pemandi jenazah adalah seorang yang penakut. Di titik ini, Aghniny Haque sangat efektif menularkan ketakutannya kepada penonton setiap dia memandikan jenazah dan melihat penampakan. Ceritanya sendiri gue sangat suka karena sangat m

The Zone of Interest - Review

Gambar
The Zone of Interest jadi film ke-8 yang gue tonton secara legal dari 10 nominasi Best Motion Picture di Academy Awards 2024. Kecintaan gue pada film dengan tema Perang Dunia II tentu membuat gue cukup mengantisipasi film ini. Ternyata film ini benar-benar fokus pada sisi lain dari kamp konsentrasi Auschwitz di Polandia. Lebih tepatnya, film ini fokus pada latar rumah mewah dan luas dari komandan Rudolf Hoss yang memang ada dan terjadi persis seperti di kejadian nyata. Menonton The Zone of Interest jelas jadi pengalaman menonton yang unik sekaligus horor. Mata penonton memandang adegan-adegan yang indah dan enak di mata. Rumah yang bagus, halaman rumah yang luas dan dipenuhi tanaman hijau, kolam renang dan mainan anak-anak. Tapi telinga mendengar hal-hal yang sebaliknya. Suara tembakan senjata dan teriakan tahanan di siang bolong, serta suara api di malam hari. Benar-benar kontras dari apa yang dilihat dan apa yang didengar. Nggak heran, film ini mendapat nominasi Oscar di kategori Bes

The Holdovers - Review

Gambar
Film yang malang melintang di berbagai penghargaan bergengsi ini akhirnya bisa tayang di bioskop tanah air. Sebelumnya, The Holdovers bawa pulang dua piala Golden Globes; masing-masing untuk Paul Giamatti sebagai Best Lead Male Actor dan Da'Vine Joy Randolph sebagai Best Supporting Female Actor . Sementara di Academy Awards 2024, film ini dapat 5 nominasi di Best Motion Picture, Best Original Screenplay, Best Editing, Best Lead Male Actor, dan Best Supporting Female Actor .  The Holdovers bercerita tentang seorang guru yang harus tinggal dan menemani siswa yang nggak pulang ke rumah di sekolah asrama saat liburan Natal di tahun 1970. Konfliknya adalah guru ini terkenal galak dan nggak populer di kalangan siswa, sedangkan siswa yang harus tinggal di asrama selama liburan ini juga terkenal sebagai anak yang bermasalah. Ternyata selama dua minggu terpaksa tinggal bersama, mereka berdua menjalin persahabatan yang kompleks. Ini adalah tipikal film dramedy yang menghangatkan hati. Film

Women from Rote Island - Review

Gambar
Sebenarnya yang bikin gue tambah penasaran adalah Women from Rote Island / Perempuan Berkelamin Darah menang piala Film Terbaik di Festival Film Indonesia tahun 2023. Ditambah gue sangat suka mengintip kehidupan di Indonesia Timur, khususnya di Nusa Tenggara Timur yang menjadi latar film ini. Keluar bioskop, gue merasa tercekat dan speechless . Entah in a good way atau in a bad way , mungkin malah dua-duanya.  Gue bahas positifnya dulu deh ya, film ini sangat artistik dan indie. Dengan banyak aktor aktris yang tidak kita tahu sebelumnya, nonton film ini seakan melihat kehidupan nyata di pulau Rote lewat kamera. Dialog-dialog yang ada juga mengalir natural, ekspresi dan emosi para aktor dan aktris juga nggak kalah dari aktor/aktris pemenang piala Citra. Camera work -nya gue suka banget! Banyak adegan-adegan long shot yang efektif menangkap dan menyalurkan emosi dari layar ke penonton. Khususnya adegan pemakaman yang menyorot semua hal di 360 derajat, benar-benar memaksa penonton meny

Tiger Stripes - Review

Gambar
Jadi di jaman dulu (atau jaman sekarang di daerah pedesaan), remaja perempuan yang menstruasi atau datang bulan itu dianggap kotor. Apalagi kalau bukan karena darah kotor yang keluar, ditambah jerawat dan emosi yang meledak-ledak. Anggapan itu jelas karena minim informasi tentang pubertas, menstruasi, gejolak hormon dan lain sebagainya. Parahnya, "penyakit" datang bulan ini dianggap menular karena remaja perempuan lainnya juga mengalami hal yang sama. Ketika ada hal aneh tidak bisa dijelaskan, ke mana masyarakat akan bersandar? Tentu saja AGAMA. Tapi apakah agama (dan ruqyah) dapat menyelesaikan persoalan datang bulan? 🤣 <--- ini jawaban gue tanpa bermaksud spoiler.  Tiger Stripes jadi film hiperbola tentang anggapan kotor pada remaja perempuan yang mengalami menstruasi. Menariknya, filmnya berlatar modern dengan iPhone terbaru dann wabah TikTok. Yang artinya SEHARUSNYA informasi tentang pubertas dapat diakses dengan mudah. Tapi sayangnya yang terjadi adalah kisah mistis

Agak Laen - Review

Gambar
Agak Laen pecah banget sih, gue udah lama banget nggak ngakak sampai nangis di bioskop. Parah, film ini kocak maksimal sih. Perlu diketahui, gue itu sebenarnya agak pilih-pilih sama film komedi Indonesia karena dari beberapa yang gue tonton gue relatif nggak cocok sama selera komedinya. Tapi surprisingly, Agak Laen punya selera komedi yang universal. Dalam artian berbagai jenis dan selera komedi ditampilkan jadi satu-dua bit pasti kena ke semua jenis penonton. Kalau satu-dua bit sudah kena, untuk selanjutkan akan cenderung mudah untuk memancing tawa. Selain soal komedi yang universal dan berbagai macam, gue juga salut dengan jalan ceritanya. Idenya segar dan memang agak laen. Rumah hantu yang jadi serem beneran karena ada orang yang meninggal di dalamnya? Premis yang sangat sederhana dan merakyat ini ternyata bisa dieksekusi sedemikian rupa jadi film komedi tragedi. Oiya, ini adalah tipikal film komedi yang menyelesaikan masalah dengan masalah. Jadi setiap keputusan yang mereka ambil,

Eksil - Review

Gambar
Setelah selesai membaca novel Pulang dari Leila S. Chudori, gue cukup menantikan film dokumenter Eksil ini. Sebelum ini, kisah para eksil politik korban tragedi 1965 hanya diangkat secara fiksi lewat film Surat dari Praha (2016). Novel Pulang pun memang karya fiksi meski banyak terinspirasi dari kehidupan para eksil politik di beberapa negara di Eropa. Tapi dokumenter Eksil akan memberikan gambaran yang paling nyata tentang orang-orang yang terbuang dari Republik Indonesia ini. Dokumenter Eksil diproduksi tahun 2015, dan butuh kurang lebih 9 tahun sampai akhirnya film ini rilis ke publik lewat layar bioskop. Untuk ukuran film dokumenter, gue suka sekali dengan production value yang ada. Warnanya cantik dan enak di mata. Editing yang ada juga cukup engaging, gue suka di pembuka film shot di Indonesia lalu masuk ke terowongan, kemudian keluar terowongan latar pun berganti dengan kota di Eropa. Eksil benar-benar menjelaskan dengan detil apa yang terjadi pada mereka, kenapa mereka terdam

Not Friends - Review

Gambar
Rumah produksi Thailand kecintaan kita semua, GDH, akhirnya merilis film terbaru yang penuh hati; Not Friends . Kalau tahun 2023 Indonesia punya Jatuh Cinta Seperti di Film-film sebagai surat cinta untuk film, maka tahun 2024 ini Thailan punya Not Friends. Memang kisah sekelompok orang asing yang menemukan kebersamaan dan persahabatan lewat bikin film bareng-bareng bukan hal yang baru. Yang spesial dari Not Friends adalah tipikal film-film Thailand; drama yang menghangatkan hati. Kisahnya juga unik, bikin film berdasarkan cerita dari teman yang baru meninggal. Menurut gue kekuatan utama kisah ini adalah dilema moral yang berlapis. Menggunakan kisah orang yang sudah meninggal, kemudian orang ini sebenarnya nggak terlalu dekat, ditambah twist lainnya yang dibongkar di akhir film.  Nah sebenarnya lapisan dilema moral ini cukup oke karena sukses membelah penonton menjadi dua bagian; yang setuju dan yang tidak. Tapi menurut gue jadi terlalu berlebihan dengan plot twist yang ada di akhir fil

13 Bom di Jakarta - Review

Gambar
Gue ketiduran di tengah film dan gue masih bisa mengikuti jalan cerita. Bener ya kata orang-orang, film ini hanya seru di awal dan di akhir. Ya oke memang ada bom yang meledak, dan ini bisa dibilang salah satu film aksi Indonesia yang paling ambisius. Tapi sayang film ini jatuh pada style over substance . Ledakan bom yang dahsyat tidak dibarengi dengan skenario dan jalan cerita yang kuat. Yang paling penting dari kisah aksi dan kriminal adalah motivasi dari si penjahat. Sayangnya, 13 Bom di Jakarta punya motivasi yang cukup lemah dari si penjahat yang meneror kota Jakarta. Belum lagi respon para penegak hukum, yang di film ini direpresentasikan oleh Badan Aksi Kontra Terorisme, tidak menggambarkan kondisi darurat tersebut. Bayangkan, ada 3 bom yang meledak mulai dari di Bursa Efek Jakarta, di MRT, dan di bandara, tapi respon para penegak hukum ini terlihat seperti situasi normal. Penonton diberikan sudut pandang dari si penjahat dan sekelumit drama dibalik tindakan terornya itu. Tapi m

Anatomy of a Fall - Review

Gambar
Jarang-jarang ada film Eropa yang menang Palme d'Or di Cannes Film Festival (penghargaan tertinggi) tayang secara komersil di bioskop tanah air. Apalagi Anatomy of a Fall juga baru membawa pulang 2 piala Golden Globes di kategori Best non-English Language Film dan Best Screenplay. Maka dari itu, nonton di bioskop jadi sebuah keharusan tersendiri.  Durasi 2 jam 31 menit sama sekali nggak berasa dan nggak memantik rasa bosan. Dari awal, gue sudah dibuat penasaran dan cukup bersimpati pada karakter yang ada di layar. Sang suami meninggal karena jatuh dari ketinggian, sementara sang istri harus menghadapi hukum karena dirinya berada di lokasi kejadian. Sementara anaknya yang buta harus menjadi saksi dan mengalami dilema moral. Ini bukan saja sebuah kisah tentang hubungan dan dinamika suami dengan istri setelah sebuah kejadian tragis menimpa mereka. Ini bukan pula kisah kriminal dan court-room drama yang penuh perdebatan seru antara pengacara dan jaksa. Tapi menurut gue, kisah ini menun