Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Sobekan Tiket Terbaik 2023

Gambar
Tahun ini adalah tahun ke-17 gue mengumpulkan film-film terbaik yang gue tonton selama tahun kalender 2023. Masih seperti beberapa tahun terakhir, gue menggabungkan film panjang yang gue tonton di bioskop maupun yang gue tonton di platform digital. Daftar ini disusun berdasarkan film yang gue tonton di tahun kalender 2023, terlepas kapan film tersebut dirilis. Menurut gue, tahun ini adalah tahunnya film Indonesia. Banyak film Indonesia yang berkualitas sangat baik di rilis di tahun ini. Tiga yang terbaik di antaranya masuk dalam Sobekan Tiket Terbaik di 2023. Malah tiga-tiganya berada di peringkat atas. Bagi gue sendiri, ini jelas prestasi yang meningkat drastis dari Sobekan Tiket Terbaik 2022 yang sama-sama ada 3 film Indonesia tapi masih di peringkat bawah. Mengumpulkan daftar 10 film panjang terbaik menurut gue tahun ini cukup mudah. Tercatat ada 7 film yang gue kasih bintang 5 yang gue tonton di tahun ini. Memilih 3 sisanya juga tidak begitu sulit, karena ada 6 film yang gue kasih

Wonka - Review

Gambar
Entah apa yang ada di balik benak para eksekutif Warner Brothers untuk memberikan lampu hijau pada kisah prekuel Charlie Wonka ini. Apalagi kali ini tidak ada Johnny Depp, dan digantikan oleh Timothee Chalamet sebagai pemeran Wonka di masa muda. Tapi ya untungnya Wonka menjadi film musical fantasy yang cocok sekali ditonton di hawa-hawa liburan akhir tahun seperti ini. Dari sutradara Paul King dan penulis naskah Simon Farnaby, dua orang dibalik kesuksesan Paddington 2 (2017), nggak heran Wonka jadi sajian film panjang untuk keluarga dan sangat ramah anak. Meski begitu, ceritanya juga tidak serta-merta kekanak-kanakan dan masih bisa gue nikmati. Kisahnya sih bagus ya, tentang bagaimana Willy Wonka muda yang baru datang dan mau berjualan coklat tapi dipersulit oleh para pengusaha yang berkomplot dengan polisi. Deretan lagu yang ada juga cukup ear-catching meski kemudian mudah dilupakan. Kecuali lagu fenomenal Pure Imagination yang dinyanyikan kembali oleh Timothee Chalamet dan melodi in

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film - Review

Gambar
Mau nonton film yang dibuat dari hati? Mau nonton film Indonesia yang nggak cuma horor dan drama romansa remaja? Mau nonton film Indonesia komedi romansa di usia 30-an yang 80% filmnya hitam putih? Nah ini saatnya, yang menurut gue Jatuh Cinta Seperti di Film-film jelas jadi salah satu film terbaik Indonesia di tahun ini. Ceritanya sebenarnya sederhana dan sudah banyak kita temui; seorang pria mau menyatakan perasaannya kepada sahabat masa kecilnya yang sedang berduka karena baru menjanda. Tapi cara menuju ke sana yang unik; dia menulis naskah film panjang tentang setiap pertemuan mereka berdua - yang kemudian beneran dijadikan film panjang! Jadilah sebuah film yang sangat meta - filmception banget deh. Bahkan nama asli karakternya pun dipakai di dalam film. Kisah nyata yang dijadikan dalam film, sampai kita penonton sudah nggak bisa memisahkan lagi mana kenyataan dan mana yang film. Di titik ini, bukan tugas penonton lagi untuk membedakan mana fakta dan mana fiksi. Tugas kita hanya ti

Napoleon - Review

Gambar
Buat gue yang belum pernah nonton film biografi tentang Napoleon Bonaparte, gue sangat menikmati karya terbaru dari sutradara Ridley Scott ini. Apalagi diperankan oleh duet Joaquin Phoenix dan Vanessa Kirby, dua aktor dan aktris yang sama-sama berbakat dan kali ini beradu akting bersama. Film Napoleon di tahun 2023 ini juga menandakan reuni antara Ridley Scott dan Joaquin Phoenix setelah Gladiator (2000). Kalau film berdurasi 2 jam 38 menit ini jadi video essay di YouTube, mungkin judulnya jadi "The Rise and Fall of Napoleon Bonaparte". Biografi ini memang menceritakan dari awal Napoleon meraih posisi puncak pemerintahan Perancis sampai kejatuhannya di dalam periode 20 tahun. Dari awal ketika posisinya masih Kolonel, kemudian perlahan naik jadi Brigadir Jenderal, kemudian Jenderal, hingga Kaisar. Lewat biografi ini gue juga belajar betapa ternyata Napoleon Bonaparte begitu dicintai oleh para serdadunya. Ini karena hal sederhana dan membumi yang dia lakukan secara konsisten; s

Are You There God? It's Me, Margaret - Review

Gambar
Are You There God? It's Me, Margaret  bagus banget yaaaa. Gue ga nyangka loh ternyata film ini tentang eksplorasi agama di mata anak 12 tahun. Ya sebenernya udah keliatan dari judul sih. Tapi gue kira ini film coming-of-age biasa. Ternyata lebih dari itu! Film ini ngikutin karakter Margaret, anak 12 tahun yang baru pindah kota, ketemu teman-teman dan sekolah baru. Momennya bertepatan pula dengan masa pubertas, ditambah lagi masa lalu kakek-nenek dari sang ibu. Semuanya numpuk jadi satu dan jadi beban. Ini tipikal film slice of life yang dekat banget dengan keseharian kita. Meski berlatar tahun 70-an, tapi ini timeless banget. Meski di film masih pakai telepon kabel, tapi masalah pubertas, bullying, agama, orang tua, masih banget ada sampai 2023 ini. Nah biasanya tipikal film slice of life itu kan datar dan tanpa tensi. Film ini bisa banget bikin klimaks yang bertensi tinggi. Adegannya memang biasa aja dan gue ga mau cerita biar ga spoiler. Tapi karena kita tahu background story-nya

Budi Pekerti - Review

Gambar
Dua kali gue nonton film panjang karya sutradara dan penulis naskah Wregas Bhanuteja, dua kali pula gue dibuat merasa digampar dan nggak bisa berkata-kata. Padahal dia baru dua kali pula bikin film panjang! Setelah Penyalin Cahaya / The Photocopier (2021) yang rilis di Netflix dan membahas kekerasan seksual di lingkungan kampus, sekarang Wregas membahas cyber-bullying dan cancel culture lewat Budi Pekerti yang tayang di bioskop. Dua film ini meski membawa tema yang berbeda, tapi bisa bikin gue tertegun, bengong, dan kagum saking unik dan filmnya punya atmosfer yang mencekik - in a good way . Pertama-tama, ini bukan film nasional pertama yang membahas tentang cyber-bullying dan cancel culture . Sebelumnya sudah ada Like & Share (2022) meski fokusnya lebih ke kekerasan seksual. Tapi Budi Pekerti jadi spesial karena sepanjang filmnya fokus pada isu tersebut, malah lebih jauh mengobrak-abrik norma dan dilematis sosial sebagai efek bola liar dari cyber-bullying dan cancel culture

Gadis Kretek - Series Review

Gambar
Lewat serial Gadis Kretek, kita jadi tahu dan mengalami, kaya gini toh nonton hasil karya yang dibuat dengan hati dan idealisme. Kualitasnya terbaik dari bahan baku sampai barang jadi, sama seperti kualitas Kretek Gadis dari tembakau, cengkeh, mawar, saus, sampai jadi kretek 👌🏼 Coba absen dulu siapa yang ga pernah skip intro di setiap episodenya? Pas baca cast and crew yang terlibat, ini semua yang terbaik di industri film nasional. Hasilnya gambarnya cantik banget, desain produksi detil, warna cantik, pilihan soundtrack meski modern tapi masuk.  Penata musiknya Ricky Lionardi, aransemen scoringnya cakep banget! Kurasi lagu soundtrack juga asyik banget, ga usah didengerin protes netizen yang bilang ga masuk sama jamannya. Belum nonton film-filmnya Sofia Coppola sama Baz Luhrmann aja tuh. Audio dan visual sudah cantik dan memikat mata dan telinga. Nah dari ceritanya sendiri gue malah suka banget. Ini adalah adaptasi buku yang adil dan apik. Serial dan novelnya punya tujuan yang sama,

Past Lives - Review

Gambar
Kayaknya gue udah ketemu deh film terbaik versi gue di tahun 2023 ini. Past Lives adalah film hopeless romantic paling maksimal dan realistis. Buat jiwa-jiwa hopeless romantic seperti gue, Past Lives itu menyodorkan segala macam kisah romantis yang paling romantis dan penuh harapan (palsu) secara total dan vulgar. Gila sih ini, bener-bener memanggil dan mengingatkan gue akan era-era superbucin gue di masa remaja dulu. Tapi kisah Past Lives ini di usia 30-an yang sangat-sangat realistis dan dewasa. Nggak ada tuh keputusan impulsif dan penuh nafsu, semuanya penuh pertimbangan yang masak dan perhitungan kompleks. Oke kita bahas kulit luarnya dulu ya. Past Lives ini punya premis sederhana dan terbilang pasaran; seorang wanita yang sudah menikah dipertemukan kembali dengan cinta pertamanya di masa kecil. Sebuah premis yang sudah sering kita temukan, tapi karena ini buatan A24 dan CJ Entertainment jadi punya kemasan yang artistik dan idealis. Sepanjang film punya nuansa dan atmosfer yang s

La Luna - Review

Gambar
Berkesempatan nonton La Luna, film dari Malaysia di festival film Jakarta Film Week 2023. Sebenarnya film-film Malaysia itu cukup relatable untuk ditonton di Indonesia ya karena memang banyak persamaannya. Mulai dari kondisi geografis sampai dengan kondisi masyarakat di sosio-kulturalnya. Terbukti untuk film-film horor saja, penonton Malaysia bisa nonton film Indonesia, dan sebaliknya. Nah jarang-jarang sih gue nonton film komedi dari Malaysia, jadi datang untuk nonton La Luna ini dengan ekspektasi serendah mungkin. Sinopsisnya juga sebenarnya sangat unik; ada toko pakaian dalam yang buka di tengah desa yang konservatif. Meski agak-agak kurang logis ngapain juga ada toko lingerie buka di desa, tapi seiring berjalannya cerita ternyata sepenting itu juga ya ada toko pakaian dalam khusus wanita di mana pun. Sepertinya gue nggak perlu menggunakan kata progresif atau liberal untuk menggambarkan film ini. It's simply logic. Ya memang jalan ceritanya selogis itu. Kehidupan masyarakat yang

Cobweb - Review

Gambar
Jadi ini dia One Cut of the Dead versi Korea, diperankan pula oleh Song Kang Ho. Kocak memang nonton film dalam film, lebih tepatnya nonton pembuatan film di sinema Korea Selatan tahun 1970-an. Entah seberapa akuratnya, tapi setidaknya kita bisa melihat gambaran pembuatan film di Korea Selatan tahun 1970-an. Ternyata memang sudah sesistematis dan semaju itu ya, bahkan baru tahap naskah saja sudah harus lulus sensor. Kalau dibandingkan dengan One Cut of the Dead rasanya masih jauh. Cobweb ini lebih ke arah komedi absurd ketimbang komedi maksimal. Bahkan bisa dibilang punya lapisan cerita dan makna yang berlapis, khususnya di konteks sinema dan perfilman. Gue harus jujur bahwa gue nggak nangkep 100% apa yang hendak disampaikan oleh Kim Jee-Woon. Tapi setidaknya dengan pilihan ending yang begitu bisa memberikan gambaran bahwa betapa magnum opus itu bersifat subjektif (?) - sobekan tiket bioskop tanggal 22 Oktober 2023 - ---------------------------------------------------

Killers of the Flower Moon - Review

Gambar
Bapak sinema kita Martin Scorsese telah kembali! Setelah The Irishman (2019) yang berdurasi 3 jam 29 menit di Netflix, kini hadir kisah western lewat Killers of the Flower Moon berdurasi 3 jam 26 menit. Untungnya kali ini Apple TV+ berbaik hati mendistribusikan lewat bioskop, jadi film berdurasi panjang ini cocok banget ditonton di Premiere. Luar biasa memang sutradara dan penulis naskah Martin Scorsese. Kayaknya cuma beliau yang bisa bikin film tiga setengah jam tapi sama sekali nggak ngebosenin. Setiap jalinan ceritanya terbukti efektif menyedot mata dan perhatian penonton. Bagaimana tidak, Killers of the Flower Moon diadaptasi dari kisah nyata pilu dan tragis tentang pembunuhan berantai dan massal yang dilakukan orang-orang kulit putih terhadap kaum Indian Osage. Tragis memang penjajahan Amerika yang satu ini. Di era penemuan minyak besar-besaran di daerah Osage, setiap orang dari suku Indian Osage memiliki hak atas tanah beserta minyak di dalamnya. Lalu bagaimana caranya untuk m

The Exorcist: Believer - Review

Gambar
Kalau ini adalah review barang hasil belanja online, maka kata-katanya adalah "barang tidak sesuai dengan judul" hahaha. Judulnya The Exorcist tapi di dalam filmnya nggak ada kegiatan eksorsisme sama sekali. Ya oke ada sih tapi dikit banget dan hasilnya tidak sesuai ekspektasi. Mungkin karena ada dua anak perempuan yang kerasukan setan bisa membuat ketakutan penonton bertambah dua kali lipat, tapi nggak juga. Pertanyaan besar kenapa Universal Pictures memberikan lampu hijau bagi sutradara dan penulis naskah David Gordon Green untuk menggarap film ini. Sok-sokan pula mau buat direct sequel langsung dari film orisinilnya tahun 1973, dan mengesampingkan semua sekuel The Exorcist yang sudah pernah rilis. Terlihat memang dia mau mengulangi trilogi Halloween yang sebenarnya gagal total. Yang benar-benar baru dari The Exorcist: Believer adalah adegan romo dari Gereja Katolik mencoba melakukan eksorsisme tapi gagal. Gue paham banget mereka mau buat sesuatu yang berbeda di genre ekso

The Creator - Review

Gambar
Gue cukup excited nonton film terbarunya sutradara dan penulis naskah Gareth Edwards. Gue suka banget karya dia Monsters (2010), kemudian dipercaya megang film blockbuster Godzilla (2014). Setelah itu karirnya pun menanjak lewat Rogue One (2016). Tahun 2023 lewat The Creator , tampaknya Gareth Edwards maksimal banget dalam melahirkan karya yang penuh dengan idealisme. Perlu diketahui, latar belakang Gareth Edwards memang berasal dari divisi efek visual. Maka nggak heran kalau di setiap karyanya, efek visualnya selalu rapi dan sangat meyakinkan. Tidak terkecuali The Creator ini, yang saking rapi dan mulusnya, penonton benar-benar percaya dunia di tahun 2065 yang penuh dengan cyborg atau simulant. Oya gue suka banget gambaran teknologi tinggi di tengah sawah dan pegunungan yang hijau. Benar-benar jadi gambaran yang bertolak-belakang, tapi tetap indah. Mirip sekali dengan adegan akhir film Rogue One yang perang di garis pantai. Ceritanya sendiri gue suka banget. Kapan lagi ada film yan

Petualangan Sherina 2 - Review

Gambar
Sepertinya memang hanya Miles Films ya yang berbakat merilis film long-awaited sequel. Setelah jarak 14 tahun antara Ada Apa Dengan Cinta? (2002) dan Ada Apa Dengan Cinta? 2 (2016), kini rekor jarak tersebut ditembus dengan 23 tahun jarak antara Petualangan Sherina (2000) dan Petualangan Sherina 2 (2023). Yang dulu nonton Petualangan Sherina di bioskop dan kini 23 tahun kemudian nonton lagi, gimana udah berasa tua? Singkat kata, Petualangan Sherina 2 adalah sekuel yang nyaris sempurna! Coba bayangkan, dari film anak-anak yang menghibur keluarga, kini bertransformasi menjadi film dewasa muda - yang sama juga menghibur penonton keluarga! Menakjubkan ya, jarak 23 tahun dan pemerannya sudah bertumbuh dewasa, tapi bisa punya target penonton yang sama. Ini adalah bukti betapa sangat kuatnya brand image "Petualangan Sherina" yang tidak lekang dikikis waktu. Terima kasih juga pada media sosial yang membantu mempertahankan citra itu lewat meme dan dialog Sherina dan Sadam dalam f

Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul - Review

Gambar
Memang hanya tinggal hitungan waktu kapan Kisah Tanah Jawa akan diadaptasi dalam bentuk film panjang. Kreator konten di Youtube ini memang sempat viral dengan beberapa konten investigasi mistisnya, sampai mereka mencetak buku dari beberapa investigasi mistisnya. Film panjang pertama yang diangkat dari konten mereka adalah kisah Pocong Gundul. Digadang-gadang diangkat dari kisah nyata, maka mau percaya atau tidak dikembalikan kepada setiap penonton. Dibawakan oleh rumah produksi terbesar di Indonesia saat ini, dan sekali lagi oleh sutradara Awi Suryadi, gue cukup surprise bahwa KTJ: PG ini jauh jauh lebih baik daripada KKN di Desa Penari yang menjadi film. nasional paling sukses sepanjang sejarah. Entah apa yang membedakan, terlepas dari tidak hadirnya satu penulis naskah yang biasa menemani film yang disutradarai oleh Awi. Tapi KTJ: PG benar-benar rapi secara naskah dan eksekusi yang luar biasa tegang maksimal dari awal sampai akhir. Gue harus tepuk tangan sama sinematografinya yang sa

No One Will Save You - Review

Gambar
NO ONE WILL SAVE YOU BUT YOURSELF! WAH INI KEREN BANGET SIH KENAPA CUMA MASUK OTT WOY AH! Gila gila gila jarang-jarang ya nonton film horor yang sepanjang filmnya cuma ada 2 dialog! Siapa yang sangka kalau ternyata nonton film horor yang minim dialog malah menambah intensitas ketegangan?? Oya horornya di sini bukan setan bukan hantu tapi ALIEN! Jangan turn off dulu ya sama alien, karena alien di sini creepy as fck! Packaging film serangan alien ini memang diperlakukan sebagai film horor, makanya intens dan bikin kaget. Aktingnya Kaitlyn Dever juga aduhay berhasil banget, meski minim dialog, tapi setiap ekspresi dan tatapan matanya itu loh sukses nularin ketakutan dan kengerian dia. Mungkin NOWSY ini adalah film alien minim dialog yang ngasih apa yang A Quiet Place nggak bisa kasih. Secara premis sebenernya AQP lebih potensial jadi film horor minim dialog, tapi berhubung film komersial harus bisa diakses dan dijual ke banyak orang makanya tetap harus ada dialog. Sementara NOWSY mungkin

Flora and Son - Review

Gambar
Sebagai pengikut setia sutradara dan penulis naskah John Carney, gue selalu menanti-nantikan karya terbaru dia. Apalagi gue udah ngikutin beliau sejak dari film Once (2007) yang kena banget di hati gue. Meski ada Begin Again (2013) dan Sing Street (2016) tapi menurut gue kok kalau budget semakin besar hasilnya semakin nggak kena di hati ya. Tapi Flora and Son memang punya hati yang besar, apalagi di ranah keluarga - sebuah tema yang rasanya baru kali ini dibahas dari semua filmography dia. Film-filmnya John Carney selalu ada unsur musik yang utama dan integral di jalan ceritanya. Setidaknya di tiga film terakhir ya, tapi sayangnya unsur musik di Flora and Son porsinya jauh lebih sedikit. Memang secara kualitas masih jadi titik utama tapi secara kuantitas bisa dihitung dengan jari sebelah tangan kanan. Sebenarnya ini hal remeh dan secara keseluruhan tidak menurunkan kualitas film. Tapi gue pribadi agak sedikit kecewa karena awalnya berharap akan dapat banyak lagu hahaha. Dari segi

A Haunting in Venice - Review

Gambar
Film ketiga dari franchise Hercule Poirot, sebuah franchise yang diadaptasi dari buku serial detektif karangan Agatha Christie. Setelah Murder on the Orient Express (2017) dan Death on the Nile (2022), kini A Haunting in Venice mengambil kemasan horor. Sebuah keputusan yang menarik sekaligus brilian menurut gue, karena rasanya baru kali ini ada film whodunit yang dibungkus dengan genre horor. Kemasan horor ini diangkat bahkan dari detik-detik awal film. Adegan yang sunyi tanpa suara, tapi dengan penempatan kamera dan sinematografi yang ganjil. Sutradara Kenneth Branagh yang rasanya baru kali ini juga menyutradarai film horor jelas tahu bagaimana membangun suasana dan atmosfer yang mengerikan sekaligus mencekam. Yang gue suka dari film ketiga ini adalah, rasanya pembuat film sudah semakin sadar bahwa deretan cast A-list tidak mampu mengangkat kualitas film seperti film pertama dan kedua. Di film ketiga ini, deretan pemeran kategori bintang praktis hanya sedikit. Sebut saja Michelle

The Nun II - Review

Gambar
Setelah The Nun (2018) yang menurut gue nggak seseram itu, antisipasi gue terhadap film keduanya jadi agak menurun. Tapi ternyata gue bisa menikmatinya, malah jadi suka banget karena banyak mengandung unsur Katolik. Soal horor dan tingkat keseraman memang agak upgrade sedikit, tapi tetap masih lebih seram The Conjuring ketimbang franchise The Nun. Mungkin karena kita sudah terbiasa melihat Valak di berbagai meme, maka ketika ada penampakan Valak jadi nggak seseram itu lagi. Kalau melihat betapa komprehensif dan dalamnya unsur Katolik, menurut gue ini bisa dibilang tipikal film horor Katolik ya hahaha. Dari awal sudah dikasih planting tentang iman akan anggur Ekaristi yang merupakan perwujudan dari darah Kristus, yang ternyata jadi kunci untuk akhir film. Lalu plot tentang relikui Santa Lusia dari Sirakusa, itu juga hal yang berangkat dari kenyataan. Meski pada kenyataannya lokasi relikui Santa Lusia tidak berupa itu dan tidak berada di lokasi itu. Tapi gue bisa paham kalau orang non-K

Sleep Call - Review

Gambar
Nah ini dia, film Indonesia yang berbeda dan segar! Bukan film horor, bukan film romansa anak SMA, tapi film thriller psikologis! Gue aja lupa kapan terakhir kali film Indonesia punya tema yang mirip kaya gini. Tapi kita perlu berterima kasih sama sutradara Fajar Nugros dan rumah produksi IDN Pictures yang berhasil dan berani membuat film segar seperti ini. Sleep Call punya jalan cerita yang sangat unik, setidaknya untuk ukuran film Indonesia, meski agak ketebak di tengah film. Dengan plot twist seperti itu, memang jadi nggak unik lagi mengingat banyak film Hollywood yang mengangkat tema yang sama. Tapi di skala film nasional tetap jadi kisah yang unik dan segar. Sinematografi film ini juga cantik sekali, seakan-akan setiap frame gambar bisa jadi karya lukisan yang ciamik. Belum lagi editing yang juga jauh dari kata biasa saja dan bisa dibilang cukup inovatif. Ternyata pilihan kreatif sinematografi dan editing ini konsisten dengan plot twist yang ada di akhir film. Oya color grading-ny