Jatuh Cinta Seperti di Film-Film - Review


Mau nonton film yang dibuat dari hati? Mau nonton film Indonesia yang nggak cuma horor dan drama romansa remaja? Mau nonton film Indonesia komedi romansa di usia 30-an yang 80% filmnya hitam putih? Nah ini saatnya, yang menurut gue Jatuh Cinta Seperti di Film-film jelas jadi salah satu film terbaik Indonesia di tahun ini.

Ceritanya sebenarnya sederhana dan sudah banyak kita temui; seorang pria mau menyatakan perasaannya kepada sahabat masa kecilnya yang sedang berduka karena baru menjanda. Tapi cara menuju ke sana yang unik; dia menulis naskah film panjang tentang setiap pertemuan mereka berdua - yang kemudian beneran dijadikan film panjang!


Jadilah sebuah film yang sangat meta - filmception banget deh. Bahkan nama asli karakternya pun dipakai di dalam film. Kisah nyata yang dijadikan dalam film, sampai kita penonton sudah nggak bisa memisahkan lagi mana kenyataan dan mana yang film. Di titik ini, bukan tugas penonton lagi untuk membedakan mana fakta dan mana fiksi. Tugas kita hanya tinggal menikmati kisah romansa dan komedi yang tersaji indah di layar.

Kisah cinta di usia dewasa yang dibawakan juga nggak kalah romantisnya dengan kisah cinta remaja yang meluap-luap. Di awal film gue mulai membandingkan film ini dengan Past Lives (2023) yang sama-sama membawakan kisah cinta dewasa yang bertemu dengan wanita masa lalu. Tapi seiring berjalannya film, ternyata film ini bergerak ke arahnya sendiri dan jauh berbeda. Ada bahasan soal duka juga, dan yang paling penting adalah refleksi diri sendiri yang harus dialami setelah melihat kesalahan sendiri di depan layar.


Nah karena bahasannya tentang pembuatan film, sutradara dan penulis naskah Yandy Laurens sekalian juga menyindir semua elemen industri film. Mulai dari produser, sutradara, penulis naskah, editor, kru film, sampai ke penonton, semua kena sindir! Untuk beberapa lelucon memang terkesan inside-joke atau lelucon yang hanya dipahami oleh pelaku industri film. Tapi masih banyak lelucon yang bisa bikin penonton awam ngakak, tentunya soal tren film nasional dan perilaku penonton film Indonesia.

Jelas film ini adalah sebuah surat cinta untuk film, yang membuat para pecinta film tambah jatuh cinta dengan film, seperti di film-film. Sebenarnya film yang merupakan sebuah love letter for cinema itu sudah ada beberapa. Di Hollywood ada Babylon (2022) karya Damien Chapelle dan Once Upon a Time in Hollywood (2019) karya Quentin Tarantino. Di Indonesia juga sudah ada film yang juga meta, Aum! (2021) karya Bambang Kuntara Mukti. Tapi Jatuh Cinta Seperti di Film-Film jelas jadi superior karena mengangkat tema yang sangat universal dan kena di hati setiap orang. 


Sebagai film panjang kedua dari Yandy Laurens, jelas orang ini perlu lebih banyak diberi kepercayaan oleh banyak produser film dan investor. Konon butuh waktu 5 tahun agar film panjang keduanya ini bisa terealisasi, apalagi kalau bukan banyak produser yang menolak karena konsepnya film hitam putih? Untung Yandy Laurens bertemu dengan produser dan investor yang tepat, dan penonton diberkahi karya seni dari hati yang sangat indah dan magis ini. Terima kasih!






- sobekan tiket bioskop tanggal 30 November 2023 -
----------------------------------------------------------
review film jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
review jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens movie review
jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens film review
resensi film jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
resensi jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
ulasan jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
ulasan film jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
sinopsis film jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
sinopsis jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
cerita jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens
jalan cerita jatuh cinta seperti di film-film yandy laurens

Komentar