Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Sobekan Tiket Terbaik 2020

Gambar
Tahun ke-14 gue konsisten menulis ulasan film-film tapi sayangnya di tahun 2020 ini sedikit banget film yang gue tonton di bioskop because of course; the pandemic . Hanya ada 3 bulan saja bioskop buka, dan itupun pilihan filmnya sangat terbatas. Beruntung 1 film dari 3 rentang 3 bulan tersebut masih masuk dalam daftar 10 film terbaik ini. Artinya sisanya mau tidak mau gue harus ikut beradaptasi dengan melebarkan sayap ke film-film yang gue tonton di platform Over the Top (OTT). Nah untuk platform menonton ini gue harus menerapkan klasifikasi yang tepat dan adil. Pertama, jelas harus gue tonton di rentang tahun kalender 2020. Kedua, film harus rilisan paling lama tahun 2019. Kenapa nggak strict rilisan tahun 2020 karena ada saja film rilis 2019 tapi baru masuk platform tersebut di tahun 2020. Melanjutkan tradisi yang gue mulai tahun lalu, gue menyusun daftar ini sesuai peringkat subjektif. Jadi ini dia, Sepuluh Sobekan Tiket Bioskop Terbaik di tahun 2020. Yang sebenernya judul "

Soul - Disney+ Review

Gambar
Pete Docter and those guys and girls at Pixar did it again! Setelah ngubek-ngubek perasaan lewat Inside Out (2015) , sekarang mereka ngubek-ngubek hidup. Lebih tepatnya tentang gimana itu tujuan hidup berikut eksistensinya. Apa nggak kurang dalem coba ya itu, apalagi dalam bentuk animasi. Soul benar-benar jadi film terbaik bagi gue di tahun 2020 ini. Tepat sekali pula nontonnya di akhir tahun, jadi pas banget buat refleksi diri udah ngelakuin apa aja di tahun ini sekaligus mempersiapkan tujuan hidup di tahun 2021. Luar biasa filosofis, dan jelas bukan untuk film anak-anak. Monmaap, buat gue sendiri aja mesti mikir dan merenung dulu gitu setelah selesai nonton ini. Soul nggak cuma diberkati dengan pesan yang sangat bermakna dan sangat penting dalam setiap hidup manusia, tetapi juga dilengkapi dengan hiburan mata dan telinga yang maksimal. Animasinya luar biasa detil dan bagus. Mas-mas dan mbak-mbak di Pixar ini memang selalu terdepan dalam setiap teknologi animasi mereka, pasti ada aja

The Midnight Sky - Netflix Review

Gambar
Ada masalah besar di departemen naskah, yang bikin sutradara sekelas George Clooney pun nggak bisa ngapa-ngapain. Sayang banget padahal premise film ini punya potensi yang sangat besar untuk dieksplorasi. Kisah tentang ilmuwan yang bertahan hidup sendirian di Arktik di tengah bencana kiamat dan berusaha menghubungi pesawat antariksa yang sedang pulang ke bumi dari misi mencari planet baru yang bisa ditinggali? Waw idenya sih luar biasa. Sayang sekali eksekusinya lumayan membosankan apalagi untuk film yang ditonton di rumah yang banyak distraksi. Jangan salah, visualnya memang luar biasa. Apalagi pesawat antariksa Aether dengan berbagai teknologi ciamiknya. Belum lagi pemandangan Arktik (meski syuting di Islandia) yang luar biasa indah. Kisah survival di dua tempat yang berbeda ini memang sangat menggiurkan untuk dieksplorasi. Meski beberapa kali kita disuguhkan adegan seru dan mendebarkan, tapi itu tidak dapat menyelamatkan plot yang tersebar ke mana-mana dan terseret-seret. Slow-burn

Wonder Woman 1984 - Review

Gambar
Nonton Wonder Woman 1984 di layar bioskop apalagi IMAX adalah sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan buat gue. Entah berapa kali gue tersenyum bahagia begitu menyadari bahwa ketika adegan berantem ada suara datang dari kiri, kanan, bahkan belakang kepala gue. Apalagi ngeliat Dua Lipa Gal Gadot (dan keteknya yang entah gimana bisa mulus banget) segede-gede gaban di layar IMAX itu. Puas luar dalam lah pokoknya.  Gue bisa membayangkan Wonder Woman 1984 ini adalah fans service yang luar biasa. Sekuel ini memang sengaja dibuat untuk memberikan homage tertinggi pada serial yang mengudara tahun 1975 - 1979 dan dibintangi oleh Lynda Carter. Serial ini juga menandai kali pertama karakter Wonder Woman dihidupkan lewat live action. Jadi dalam sekuel yang disutradarai oleh Patty Jenkins ini, visualnya pun dibuat menyerupai gambar tahun 80-an, lengkap dengan set serta fashion yang sangat akurat. Belum lagi kemunculan armor baru dan invincible jet milik Wonder Woman yang pasti membuat para fans

Alice in Borderland - Netflix Series Review

Gambar
Udah lama nih ga nge-binge satu series cuma dalam 2 hari. Alice in Borderland sih juara serunya. Bukan cuma soal bunuh-bunuhan ala Battle Royale, tapi ada filosofi dikit soal harapan, persahabatan, dan nilai hidup. Belum lagi visualnya yang stylish banget yang memang jadi ciri khas sinema Jepang.  Nggak cuma sinematografinya yang apik banget, tapi juga blocking dan mise-en-scene yang ciamik. Ditambah desain karakter yang semuanya bener-bener kaya diekstrak dari manga; mulai dari gaya rambut sampai cara berpakaian yang bener-bener menonjol dan berbeda antara satu dengan yang lain. Yang gue suka, 8 episode ini kaya 2 film panjang dijadiin satu; 4 ep awal dan 4 ep akhir yang punya segmen berbeda yang cukup kentara. Bagian 4 pertama kaya masih pengenalan soal game, dan 4 bagian kedua jadi eksplorasi cara (alternatif) nyelesain game itu.  Jujur gue suka banget sama 4 bagian kedua, karena ada tambahan unsur drama dan filosofi itu tadi. Trus kaya lepas dari repetisi 1 ep 1 game kaya di 4 bagi

Rig 45 - Series Review

Gambar
Hal paling buruk apa yang bisa terjadi di pengeboran minyak bumi lepas pantai selain hujan badai dan putus komunikasi? Kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka bahkan kematian? Atau adanya pembunuh berdarah dingin yang ingin menyabotase segala macam kegiatan pengeboran? Kurang lebih ini adalah premis yang diangkat oleh serial asal Swedia, Rig 45 , yang setelah kesuksesannya dengan Season 1 di tahun 2018 kemarin baru saja merilis Season 2 di tahun 2020 ini. Andrea seorang ibu dua orang anak dan istri dari suami yang selalu rela istrinya pergi berhari-hari meninggalkan rumah demi pekerjaannya, dikirim oleh kantor pusat Benthos Oil ke Rig 45. Andrea yang bekerja sebagai seorang damage regulator ditugaskan untuk menyelidiki kecelakaan kerja yang fatal dan memakan nyawa seorang pekerja di sana. Namun kehadiran Andrea di sana ternyata ditolak oleh beberapa kru. Bahkan investigasinya sempat disabotase oleh seseorang yang misterius. Kejadian demi kejadian aneh pun hilir mudik berganti yang ti

Mother - Netflix Review

Gambar
Gue inget di periode akhir 2019 kita diberkahi oleh dua film tentang ibu dari Barat dan Timur; Tully dan Kim Ji-Young 2918 yang dua-duanya gue puja mati-matian. Kini di periode yang sama di tahun 2020 yang penuh musibah ini, lagi-lagi kita diberkahi dengan dua film tentang ibu dari barat dan timur. Tapi! Di spektrum yang kebalikannya - in a good way of course; Hillbilly Elegy dan Mother. Iya, dua film tersebut sama-sama menceritakan tentang ibu yang toxic dan dampak psikologis pada anaknya. Tapi sori banget nih buat Ron Howard, Glenn Close, Amy Adams, dan Freide Pinto. Kalian harus memberi jalan pada film karya sutradara dan penulis naskah Tatsushi Ohmori ini, yang bersinar jauh lebih gelap dan kelam ketimbang nama-nama besar yang digadang-gadang masuk nominasi Oscar itu. Mother ini dark banget dan lebih pahit daripada Shoplifters-nya Hirokazu Koreeda. Selesai nonton berhasil membuat mood riang gembira gue jadi kacau dan super kalut karena ultra gemes dengan apa yang terjadi di layar.

Hillbilly Elegy - Netflix Review

Gambar
Nggak munafik; Amy Adams + Glenn Close + Ron Howard yang bikin gue tertarik nonton film yang berdasarkan novel autobiografi ini. Hillbilly Elegy tergolong film "susah" buat ditonton sih, bukan cuma karena tentang drama keluarga working class di US yang kurang related sama kita penonton Indonesia. Tetapi juga karena karakter ibu (dan nenek) yang sama sekali nggak bikin gue simpatik.  Bisa dibilang, ini termasuk gambaran keluarga yang toxic sih - terutama dari ibu yang menurun dari sang nenek. Kekerasan verbal, kekerasan fisik, gaslighting, sampai drug abuse jadi lingkaran setan di keluarga ini. Tapi dilema sang anak adalah betapa jahatnya ibu kandung, dia tetap ibunya sendiri. Yaaa kalau ada pesan makna yang bisa gue ambil, meski turunan dan kebiasaan, pilihan mau jadi orang seperti apa ada di tangan kita sendiri. ---------------------------------------------------------- review film hillbilly elegy review hillbilly elegy hillbilly elegy movie review hillbilly eleg

Younger - Series Review

Gambar
Bagaimana rasanya jika kamu yang sudah berusia empat puluh tahun kemudian mengaku umur dua puluh lima? Mungkin hal itu cukup wajar dan banyak dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita. Tapi bagaimana jika pengakuan itu malah dipercaya oleh orang lain, dan kamu jadi bisa dapat pekerjaan yang ada batas usianya? Ditambah lagi jika kamu berkenalan dengan lawan jenis di tempat umum, dan dia percaya dengan tipuan umurmu? Untuk kemudian malah hubungannya berlanjut menjadi sedikit serius? Wah hal ini menarik untuk di eksplorasi ya! Kurang lebih itu adalah premis awal dari series Younger , yang dibintangi oleh Sutton Foster dan Hilary Duff. Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Pamela Redmond Satran ini fokus pada karakter ibu berumur 40, Liza Miller, yang awalnya berbohong soal usianya demi mendapatkan pekerjaan impiannya di penerbit buku. Pekerjaan tersebut memang dia dapatkan, dan lucunya malah dirinya bisa memberikan performa jauh lebih baik dari rekan-rekan kerja “seumura

The Life Ahead - Netflix Review

Gambar
Nonton ini membuat gue teringat masa-masa gue maraton film di Europe on Screen. Kalau nonton ramai-ramai di satu tempat itu kan enak ya minim distraksi dan bisa tetap fokus ke layar. Lha ini nonton di rumah dengan smartphone dalam jangkauan tangan, belum lagi kalau truk sampah lewat depan rumah. Ditambah filmnya model sunyi dan minim dialog seperti ini. Jujur gue sih cukup sulit untuk bisa tetap fokus terhadap apa yang sedang terjadi di layar. Padahal ceritanya lumayan menarik untuk diikuti, tentang persahabatan dan hubungan yang unik antara dua manusia yang sama-sama memiliki luka masa lalu. Ditambah lagi diperankan dengan sangat apik di masing-masing karakter utama. Dihiasi dengan keindahan kota Italia yang eksotis. Menonton ini setelah sekian lama binge watching The Crown seperti menyadarkan gue bahwa Eropa tidak serta merta gemerlap istana dan diisi orang-orang privilese. ---------------------------------------------------------- review film the life ahead review the li

Peninsula - Review

Gambar
Delapan bulan terakhir ini kalo nonton film cuma di rumah pakai layar tv dan speaker di depan. Akhirnya balik nonton di bioskop and men... ....beneran ga ada yang ngalahin sensasinya bioskop. Ya entah gue norak atau gimana ya. Tapi denger speaker kiri kanan dan belakang itu beneran bikin tambah tense. Nonton Peninsula, berasa dikelilingi zombie beneran! Iya gue berhasil nahan diri ga nonton Peninsula donlotan di 3 bulan terakhir. Nonton legal aja ya gaes, bantu para pekerja bioskop yang udah pada happy bisa kerja lagi dan menemukan makna hidup kembali. Filmnya sendiri gue suka kok! Nggak sejelek yang dibilang orang-orang. Trus come oooon cuma masalah CGI langsung dicap jelek gitu ya gak lah. Buat gue sih maklum aja soal CGI, karena ceritanya sendiri cukup believable di kategori zombie apocalypse. Mirip banget sama 28 Days Later karena ada unsur militernya, dan cukup meyakinkan.  Keluhan gue cuma drama khas Korea pake acara slow-mo itu aja sih, yang kalau itu dihilangin pasti akan lebih

Greyhound - Review

Gambar
Kalau bukan Tom Hanks, gue kayaknya ga tertarik nonton film ini. Film tentang perang antara kapal laut kayaknya masih lebih seru Master & Commander atau sekalian POTC. Sementara Greyhound ini kayaknya untuk memuaskan hasrat pecinta kapal perang di era WWII aja deh, dengan detil kapal perang dan U-Boat yang konon cukup akurat. Meski nama kapal Greyhound sendiri fiksi, alias buatan pengarang novel C.S. Forester. Ceritanya memang menegangkan dan seru terus-terusan, dan hanya dikasih nafas beberapa kali dan sebentar saja. Tapi apa mungkin ketegangannya jadi berkurang drastis karena gue tonton di TV saja ya? Pasti kalau ditonton di bioskop akan berkali lipat lebih seru karena layarnya yang besar dan audio yang surround. Ya kisahnya memang simpel dan to the point, tapi kesannya jadi repetitif karena mereka terus-terusan diserang oleh U-Boat yang berburu layaknya kawanan serigala.  Kalau soal Tom Hanks di atas kapal, masih jauh lebih seru Captain Phillips (2013).  -------------

Teen Spirit - Review

Gambar
Nonton Teen Spirit ini atmosfer warnanya kaya berasa lagi nonton Neon Demon-nya (2016) Nicholas Winding Refn, karena sama-sama Elle Fanning yang main. Enak banget sih nontonnya karena lagu-lagu yang dipakai itu populer semua, nggak kebayang berapa duit budgetnya habis untuk bayar semua lisensinya. Ceritanya sendiri standar kisah from-zero-to-hero yang kita semua udah tahu dan bisa tebak. Ditambah dengan mentor orang tua ala Mr. Shaibel-nya The Queen's Gambit, yang sebenarnya jalan ceritanya juga mirip-mirip meski beda bidang. Satu yang hal yang gue rasa kurang pas adalah di bagian nyanyi. Iya menurut gue kok suaranya Elle Fanning biasa banget ya, beda jauh sama suara kompetitornya si Roxy yang kelihatan lebih ada khas dan berkarakter. Padahal di tipikal film musikal kaya gini, harusnya yang ditonjolkan adalah bakatnya - which is suara.  Ngerti sih sutradara dan penulis naskah debutan Max Minghella mau nonjolin bakat aktingnya Elle Fanning, yang memang tampil sangat baik dengan kara

On the Rocks - Apple TV+ Review

Gambar
Sebagai seorang yang selalu menonton film-filmnya Sofia Coppola, rasanya ini adalah film yang paling gue nggak suka - karena terlalu biasa. Iya, kalau On the Rocks tidak ditulis dan disutradarai oleh Sofia Coppola mungkin gue akan lebih bisa memaklumi ya.  Tapi berhubung biasanya karya-karya beliau selalu bertemakan keterisolasian - dan konsisten kecuali film terbaru ini - maka rasa kekecewaan gue menjadi berkali lipat. Kenyataan bahwa film ini diproduksi oleh A24 juga tidak menyelamatkan kualitasnya. Ya maklum saja pasti orang-orang A24 juga memberikan kebebasan berekspresi bagi nama besar Sofia Coppola. Menurut gue, kalau nggak ada Bill Murray rasanya sulit orang mau tertarik nonton film ini. Memang benar, sepanjang film hanyalah seorang Bill Murray yang mampu membawa film menjadi menarik apalagi kalau bukan karena gayanya yang komedik dan komikal. Ceritanya sendiri "terlalu biasa" dengan kecurigaan sang istri bahwa si suami selingkuh, dengan campur tangan ayahnya maka mere

Story of Kale: When Someone's In Love - Review

Gambar
Berhubung Story of Kale ini malah rame ngomongin bajak-bajakan dan kale dan argo ngeselin, ada satu poin penting yang sayang malah tenggelam gak diomongin; kombinasi maut physical and verbal abuse + gaslighting + passive aggresive jadilah toxic relationship. Gue sih seneng ya selain Posesif, ada film lokal lagi yang ngebahas soal toxic relationship. Apalagi kali ini direpresentasikan lewat dua karakter di sekitar si cewe. Ya harusnya judulnya Story of Dinda kali ya, tapi ya udahlah. Lagipula jarang-jarang kan film Indonesia ngebahas break up story, biar nggak kalah sama Hollywood gitu yang udah punya Blue Valentine dan kawan-kawannya. Durasi 77 menit lumayan cukup panjang lah ya buat ngelihat dua orang berantem semalaman, sambil flashback gimana mereka bisa jadian dulu. Apalagi ngeliat dua karakter nyebelin, yang satu karakter utama pula, yang bukan antihero malah jadi antagonis di sini. Ngerti sih ini kaya mau ngasih liat sudut pandang lain dari seorang Kale yang keliatan bijak banget

Clouds - Disney+ Review

Gambar
Gue udah tahu dengan film ini sejak rilis di Disney+, tapi selalu males untuk nonton film tipikal tearjerker kaya gini. Ya intinya lagi males ngerasain emosi sedih kemudian nangis aja. Yang ended up gue nangis aja gitu di akhir filmnya. NGEHEK. Anyway, Clouds ini sejam pertamanya agak ngebosenin ya. Ngerti sih ini berdasarkan kisah nyata dan setia banget sama kejadian aslinya sampai ke detil barang-barang di kamar dan baju yang dipakai. Tapi untuk storytelling film panjang jadi kaya potongan vlog yang dijahit dijadiin satu film berdurasi dua jam. Untungnya sejam terakhir cukup seru karena gue udah terinvestasi emosinya melihat susah payahnya Zach Sobiech menjalani sisa hidupnya. Semakin dekat ke waktunya, semakin keras gue nahan air mata sampai tenggorokan pegal. Mau sekuat apapun, tanggul itu bocor juga pas adegan konser. AH! Sutradara Juston Baldoni ini sebelumnya juga menyutradarai film dokumenter 22 menit-nya Zach Sobiech, bisa ditonton legal di Youtube-nya SoulPancake. Sayang ya l

The Queen's Gambit - Netflix Series Review

Gambar
Menurut gue, The Queen’s Gambit adalah series terbaik yang gue tonton di  2020. Unorthodox, Stateless, Criminal, Bly Manor minggir dulu ya. Elizabeth Harmon si child prodigy pemain catur yang gak cuma bakatnya, tapi juga gender yg ngobrakngabrik patriarkis dunia catur tahun 60-an. The Queen’s Gambit unggul di semua lini, mulai dari naskah yang super solid, teleplay yang asyik dan seru, aktor-aktris yang gokil banget aktingnya, plus scoring yang luar biasa tense padahal “cuma” adegan main catur. Series ini diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Walter Tevis tahun 1983, dan kisah fiksi. Tapi dalam adaptasinya ke tv series, banyak terinspirasi dari tokoh-tokoh catur dunia. Jadi setiap adegan kompetisi caturnya terasa nyata banget - dan seru! Karakter Elizabeth Harmon di series ini menurut gue bisa jadi studi karakter yang ciamik sekaligus holistik. Masa kecil - dan traumanya - digambarkan dengan deskriptif, yang kemudian membentu karakter Beth yang dingin dan seakan apatis, termasuk

Humans - Mola TV Series Review

Gambar
Pernahkah kamu membayangkan punya robot berbentuk manusia yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah kamu? Robot itu bisa kerja membantu berbagai pekerjaan rumah tangga selagi kamu fokus untuk kerja ataupun bersantai. Mulai dari cuci piring, cuci baju, menyapu, mengepel, membetulkan pipa air yang bocor, membetulkan genteng, sampai pijat. Sekilas terlihat menyenangkan ya, apalagi di beberapa hal robot ini lebih unggul ketimbang manusia dalam hal ketepatan waktu, presisi, detil, dan tidak akan pernah salah dalam mengerjakan suatu hal. Iya sampai suatu ketika robot tersebut memiliki perasaan dan pemikiran sendiri, lalu berusaha untuk membebaskan diri dari budak manusia. Tidak hanya sampai di situ juga, tapi juga melukai - bahkan membunuh - manusia yang mereka rasa “layak” untuk disakiti atau dibunuh. Buat saya pribadi, adanya teknologi canggih memang sangat membantu dan mempermudah kehidupan. Tetapi pasti ada konsekuensi logis dari hal tersebut, apalagi setiap teknologi secanggih

The Trial of the Chicago 7 - Netflix Review

Gambar
The Trial of the Chicago 7 ini adalah film kedua yang disutradarai oleh penulis naskah berbakat Aaron Sorkin, setelah Molly's Game (2017) . Menariknya, dua film ini sama-sama berkisah tentang court room drama. Yang kedua ini berhubung didanai oleh Netflix, maka bintang-bintangnya pun luar biasa. Mulai dari Eddie Redmayne, Joseph Gordon-Levitt, Mark Rylance, Michael Keaton, sampai Sascha Baron-Cohen yang kali ini tumben main di film serius.  Berdasarkan kisah nyata demonstrasi menentang perang Vietnam di kota Chicago tahun 1968, tujuh aktivis pemimpin grup demonstran dituduh berkonspirasi untuk membuat kerusuhan. Mereka disidang dalam pengadilan yang bisa disebut sebagai pengadilan politik, lewat hakim yang berat sebelah dan tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal. Belum lagi melihat kekerasan polisi terhadap para demonstran, yang benar-benar tidak lekang oleh waktu jika melihat situasi demonstrasi di tahun 2020 ini di manapun mereka berada. Pengalaman nonton film ini benar-benar bik

BLACKPINK: Light Up the Sky - Netflix Documentary Review

Gambar
Sebelum nonton ini, gue sama sekali nggak tahu Blackpink kecuali lagu-lagunya yang dijadiin jingle iklan salah satu marketplace. Nama-nama anggotanya aja gue nggak hafal. Iya gue memang bukan K-Popers sama sekali. Tapi setelah nonton dokumenter ini, kok gue jadi ngefans sekaligus merasa berdosa ya? Hahahaha dammit! BLACKPINK: Light Up the Sky memang jadi dokumenter yang sempurna untuk mengenal siapa itu girl band asal Korea Selatan yang sekarang sudah go international. Satu persatu kita diajak berkenalan dengan masing-masing anggotanya, sekaligus biografi singkat masa kecil, masa-masa audisi, masa-masa pelatihan, hingga menjadi seperti sekarang ini. Sumpah ya gue jadi lebih respek sama Blackpink setelah tahu mereka harus menempuh latihan selama 4-6 tahun sebelum akhirnya terbentuk girl band dan pentas di depan panggung. Apalagi ternyata mereka nggak cuma menang cantik, tapi pintar juga - dan bisa berbahasa Inggris! Iya kecuali JiSoo yang sampai sekarang setidaknya sudah bisa passive En

The Professor and the Madman - Review

Gambar
Pernah dengar tentang profesi lexicografer? Lewat film The Professor and the Madman ini kamu bisa lihat bagaimana lexicografer bekerja untuk mengkompilasi kamus dan mencari asal muasal kata dalam sebuah bahasa. Apalagi film ini diangkat dari kisah nyata Professor James Murray sebagai perintis dan editor pertama kamus terkenal Oxford English Dictionary. Tahun 1872 di Oxford, James Murray (Mel Gibson) terpilih menjadi editor untuk membuat kamus bahasa Inggris yang memuat etimologi atau asal muasal sebuah kata berikut dengan artinya. Posisinya cukup ditentang oleh beberapa anggota komite Oxford University Press karena meragukan kemampuan James Murray di mana pekerjaan mengumpulkan seluruh kata serta asal muasal kata itu berasal adalah hal yang sangat sulit. Namun ternyata James Murray memiliki rencana lain, yang bisa dibilang sebagai perintis dari gerakan urun tangan yang melibatkan partisipasi publik. Dia membuat pengumuman ke seantero negeri untuk mengundang sukarelawan agar membantu me