Morning Glory

Sobekan tiket bioskop tertanggal 4 Februari 2011 adalah Morning Glory. Film ini memang sudah masuk dalam daftar playlist gue semenjak rilis sekitar 3 minggu yang lalu, tapi terlalu banyak invasi film-film nominasi Oscar yang membuat gue harus membuat skala prioritas. Lagipula gue sangat tertarik dengan premis yang ditawarkan oleh film ini, sebuah hal dimana gue belum memiliki kesempatan untuk berkenalan; dunia broadcasting.

Becky (Rachel McAdams) adalah produser pekerja keras untuk acara TV di pagi hari, sampai suatu saat dia dipecat. Nyaris putus asa untuk mendapatkan pekerjaan, akhirnya ia diterima oleh sebuah stasiun TV swasta yang juga putus asa untuk mencari produser untuk acara paginya yang ratingnya menurun; Daybreak. Tantangan bagi Becky pun dimulai; untuk membenahi segala hal yang berhubungan dengan Daybreak, termasuk mempekerjakan seorang reporter berita yang kelewat egoistis, Mike Pomeroy (Harrison Ford). Ditekan oleh atasan untuk menaikkan rating, Becky juga harus menghadapi kerasnya Mike yang lebih mementingkan citra dirinya daripada Daybreak itu sendiri.

Datang tanpa ekspektasi apapun, ternyata gue sangat terhibur oleh film ini. Entah berapa kali gue dibuat ngakak dimana durasi setiap kali gue ngakak bisa bertahan sampai beberapa saat. Komedi yang disajikan memang luar biasa segar dan kena. Belum lagi dengan plot cerita yang benar-benar baru buat gue, ditambah dengan penampilan Rachel yang oke dan Oom Harrison yang memorable.

Walaupun ada embel-embel drama romantis, tapi ternyata kisah romansa antara Becky dengan rekan kerjanya Adam (Patrick Wilson) hanyalah sebagai sub-plot cerita untuk sekedar menyeimbangkan komposisi dengan plot utama. Film ini lebih ingin menggambarkan kehidupan seorang wanita pekerja yang tidak kalah dengan pria, untuk lebih gampangnya ingat saja The Devil Wears Prada (2006) namun dengan setting dunia pertelevisian. Nah kalau di The Devil Wears Prada dua karakter yang disinggungkan adalah karakter utama sebagai bawahan dengan karakter pendukung sebagai atasan yang resek, di film ini adalah kebalikannya. Karakter utama sebagai atasan dan karakter pendukung sebagai bawahan yang memang jauh lebih senior dan juga engga kalah resek. Engga tanggung-tanggung, seperti karakternya yang harus menghadapi seniornya dunia jurnalisme yang sudah banyak makan asam garam, Rachel harus berhadapan dengan seniornya dunia perfilman; Harrison Ford.
gambar diambil dari sini
Sulit bagi gue untuk mencari satu contoh acara pagi di stasiun TV di Indonesia yang merupakan gabungan antara berita berat sampai ringan, ramalan cuaca, memasak, dan informasi-informasi lain. Semua segmen ini dikemas dalam satu acara dengan durasi biasanya dua jam. Berhubung pagi hari dimana orang-orang masih mengumpulkan nyawa untuk memulai hari, maka biasanya acara pagi seperti ini dikemas dengan ringan, santai, dan menghibur. Ternyata ada anggapan di dunia pertelevisian bahwa acara pagi seperti ini sepi penonton karena biasanya orang-orang menontonnya hanya sambil lalu, seperti sambil menyantap sarapan atau bersiap-siap berangkat kerja dan lain sebagainya. Maka dari itu acara pagi seperti ini selalu kalah pamor dengan acara berita malam yang ditayangkan pula pada jam tayang "prime time", dimana orang-orang telah selesai menjalani hari dan menghabiskan waktu hanya di depan TV saja. Nah tantangannya adalah, bagaimana cara membuat acara pagi yang menarik dan menyedot perhatian pemirsa setiap paginya? Suntikkan jiwa muda pada para pembawa acara di setiap segmen, berikan ide-ide gila yang belum pernah dilakukan sebelumnya, dan hadirkan host yang sudah begitu terkenalnya lewat liputan-liputannya yang tergolong berat dan macho.

Engga matching antara si host macho ini dengan suasana Daybreak yang ringan dan santai? Ternyata Becky berpendapat lain dan tetap pada prinsip utamanya; membawa hal yang berbeda daripada yang lain pada acaranya. Walaupun hal itu berarti ia harus beradu urat dengan Mike yang memiliki ego yang tinggi dan kelewat gengsi. Sebagai seorang (mantan) reporter yang pernah meliput langsung perang di Kosovo, bencana kelaparan di Afrika, mewawancarai ibu negara, pernah mengemudikan Millenium Falcon untuk berperang melawan clone, serta menghindari kejaran Nazi untuk mendapatkan Holy Grail, gue (dibuat) sangat mengerti gengsinya seorang Mike Pomeroy bahkan untuk mengucapkan kalimat adlib. Rasanya tidak sulit bagi seorang Harrison Ford untuk mendapatkan perasaan tersebut dan menggambarkannya pada karakter Mike. Dengan ekspresi muka grumpy dan intonasi suara yang nge-bass dan kasar, Oom Harrison membuat gue percaya bahwa sulitnya bagi seorang yang pernah bertarung melawan pasukan Galactic Empire di galaksi nun jauh disana untuk duduk di sebuah acara pagi dan membawakan segmen memasak
gambar diambil dari sini
Diimbangi oleh rekan sesama host, Colleen Peck (Diane Keaton) yang telah lama membawa acara Daybreak, ternyata malah tidak mempermudah proses adaptasi Mike. Colleen yang merasa senior juga pun lebih tidak mau kalah dengan Mike, bahkan sampai harus berebutan siapa duluan yang mengucapkan salam perpisahan di akhir acara. Rachel McAdams pun tidak serta merta tenggelam di antara akting kedua seniornya ini. Sebagai Becky yang lincah, ekspresif, dan workaholic, Rachel cukup baik menyetir film ini dengan sikap yang ingin terus maju dan melahirkan ide-ide baru. Alhasil gaya penceritaan film ini pun mengikuti tindakan dan perasaan Becky, yang terkadang sempat merasa sedih karena situasi yang ada namun dengan cepat untuk bangkit kembali karena pagi yang baru selalu datang setiap harinya.

Gue sangat menikmati pembelajaran yang gue dapat tentang dunia broadcasting dalam film ini. Gue bayangkan mungkin film ini akan sangat kena untuk menggambarkan bagaimana sulit dan repotnya bekerja di dunia broadcasting. Mungkin seperti Clerk (1994) yang menjadi jendela transparan tentang bagaimana pekerjaan seorang kasir minimarket yang ternyata tidak selalu mudah. Menarik melihat bermacam-macamnya staff dengan jobdesk tertentu yang bekerja dalam sebuah acara TV. Stage manager yang bertindak layaknya conductor sebuah orkestra untuk mengatur perpindahan scene, ahli visual efek untuk menampilkan tulisan atau gambar di layar, dan lain sebagainya. Lalu gue baru tahu kalau menjadi seorang anchor itu harus benar-benar memperhatikan setiap diksi yang digunakan, bahkan sampai ada satu staff khusus yang selalu bawa-bawa kamus bahasa sebagai referensi. Mungkin ini adalah salah satu cara untuk mendidik orang-orang dengan menggunakan pemilihan kata yang sudah mulai pudar karena jarang digunakan.
gambar diambil dari sini
Inti kata, film ringan ini ternyata sangat menarik untuk dinikmati. Walaupun konflik atasan-bawahan/junior-senior bukan barang baru, namun film ini bisa membawa lelucon-lelucon yang segar dengan latar belakang dunia broadcasting. Belum lagi dengan banyaknya "ilmu" perihal dunia pertelevisian yang bisa kita dapatkan. Yang jelas seusai gue menonton film ini, perasaan gue mengembang karena terhibur sekaligus mendapatkan sesuatu, mungkin seperti bagaimana pemirsa seusai Colleen dan Mike mengucapkan goodbye di penghujung acara Daybreak mereka.



Rating?
8 dari 10

Komentar