Easy A
Sobekan tiket bioskop tertanggal 11 Februari 2011 adalah Easy A. Senangnya gue ketika menemukan bahwa salah satu jaringan bioskop akan memutar kembali film ini hanya satu kali saja. Gue yang sudah lebih dulu nonton film ini di laptop, menemukan betapa sedihnya gue setelah menonton film ini, karena film sebagus ini harusnya ditonton di bioskop! Akhirnya kesempatan itu datang dan tidak gue sia-siakan. Ulasan tentang film ini sudah gue terbitkan di Elmo's Avenue, tapi demi rekam jejak Sobekan Tiket Bioskop, maka akan gue terbitkan ulang disini.
Dalam kehidupan sosial di sekolah, Olive Penderghast termasuk seorang siswi yang baik, tidak masuk dalam kategori kurang pintar, dan cantik. Namun ke-eksistensi-annya diragukan karena memang ia bukan termasuk seorang siswi yang populer. Namun suatu waktu pembicaraan dengan sahabatnya, dimana ia berbohong mengenai isu keperawanannya, dicuri dengar oleh salah satu siswi. Alhasil gosip pun menyebar dengan cepat dan secara tidak sengaja malah mendongkrak popularitas Olive yang sebelum ini namanya pun nyaris tidak pernah terdengar. Merasa diatas angin dan terbuai oleh popularitas itu, Olive pun menggunakan isu tersebut untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan popularitasnya.
Menurut gue tatanan kehidupan sosial dalam sekolah di Amerika dan di Indonesia tidak jauh berbeda. Hasil analisa dan pengalaman gue dalam menempuh 12 tahun bersekolah di Indonesia, gue bisa bilang bahwa setidaknya ada tiga kategori tatanan sosial dalam siswa-siswi. Kategori pertama adalah kategori anak-anak populer yang entah populer karena suatu hal negatif atau positif, biasanya mereka duduk di belakang kelas dan setiap celetukan-celetukan (yang terkadang terdengar bodoh) mereka di dalam kelas selalu disambut riuh oleh penghuni kelas. Kategori kedua adalah kategori anak-anak pintar yang biasanya selalu duduk di paling depan di dalam kelas dan tak jarang jadi bahan contekan bagi anak-anak kategori pertama. Kategori ketiga adalah kategori anak-anak yang tidak populer, dan tidak juga terlalu pintar dibandingkan dengan anak-anak kategori kedua. Sialnya lagi, bahkan kehadiran mereka pun terkadang dipertanyakan, seperti "oh, si A itu sekelas sama kita dari kelas satu toh??".
Nah rasanya ini adalah salah satu kesamaan antara gue dengan Olive Penderghast, sama-sama termasuk dalam kategori ketiga. Bagaimana cara gue dan Olive untuk menaikkan strata sosial kami di dalam sekolah? Kalau gue, ketahuan nyontek sampai dihukum di depan kelas yang sukses menaikkan strata sosial gue ke kategori pertama. Kalau Olive, berpura-pura kehilangan keperawanannya.
gambar diambil dari sini |
Ditambah dengan latar belakang Olive yang termasuk dalam kategori ketiga, tentunya ia akan merasa di atas angin dengan banyak orang yang menyebut namanya dan memandang ke arahnya. Apalagi, sebelumnya belum pernah ada cowo yang ngajak nge-date, sekarang malah jadi banyak cowo yang mengantri untuk bisa berdekatan atau setidaknya berbicara dengannya. Ya siapa sih yang engga suka dengan posisi cewe yang dikejar-kejar banyak cowo.
gambar diambil dari sini |
Beredarnya gosip-gosip secara tidak terkendali ini mengingatkan gue akan salah satu film parodi terkenal dari Monty Phyton, Life of Brian (1979). Salah satu kesamaan dari kedua film ini adalah betapa mujarabnya, sekaligus menakutkannya, kekuatan dari chinese whispers. Kedua film ini menceritakan bagaimana chinese whispers itu dimulai dari sebuah percakapan nyeleneh yang tidak sengaja dicuri dengar oleh satu orang. Lalu di lain hari tiba-tiba puluhan orang telah mengetahui isi dari percakapan tersebut, walaupun dengan materi yang berbeda-beda satu sama lain; entah kurang detail atau terlampau detail sampai ketambahan hal-hal yang sama sekali tidak benar. Walaupun kedua film tersebut memiliki latar yang jauh berbeda yang dipisahkan sekitar 2000 tahun, justru memberikan justifikasi dari chinese whispers yang dapat terjadi kapan saja di kalangan manusia; bahwa terkadang manusia begitu rentan dan mudah percaya pada kabar-kabar yang kebenarannya diragukan, serta terlalu malas untuk mengkonfirmasi karena entah takut kecewa dengan kabar sebenarnya atau kabar yang didengar sudah didengar sudah cukup sedap untuk dinikmati.
gambar diambil dari sini |
Akting Emma didukung dengan baik oleh akting dari Amanda Bynes sebagai seorang siswi yang menyebalkan, dan Thomas Haden Church si manusia pasir yang dalam film ini berperan sebagai guru favorit Emma. Belum lagi akting dari Patricia Clarkson dan Stanley Tucci yang sangat gue suka, sebagai orang tua dari Emma yang terbilang gaul dan berpikiran terbuka. Setiap adegan dimana keduanya atau salah satu dari mereka muncul selalu mengundang tawa, entah karena dialog-dialognya atau ekspresi serta bahasa tubuhnya. Masih belum puas lagi, ada Lisa Kudrow yang sekali lagi memerankan karakter yang, bipolar. Sebagai guru konseling di sekolah, ia memiliki salah satu peran penting dalam perkembangan karakter dari Olive.
gambar diambil dari sini |
gambar diambil dari sini |
Rating?
8,5 dari 10
Komentar
Posting Komentar