Hereafter
Sobekan tiket bioskop tertanggal 5 Februari 2011 adalah Hereafter. Sulit rasanya bagi gue untuk melewatkan karya terbaru dari Clint Eastwood. Apalagi dengan premis yang klasik tapi cukup menarik; apa yang terjadi setelah kematian. Dalam film ini, Eastwood juga kembali bekerja sama dengan Matt Damon setelah Invictus (2009).
Film ini mengangkat tiga cerita dari tiga karakter di tiga negara yang berbeda. Marie Lelay seorang jurnalis asal Paris mengalami near-death experience yang mengguncang hidupnya saat ia sedang berlibur, Marcus seorang anak sekolah di London baru saja kehilangan orang terdekat dalam hidupnya, dan George yang memiliki anugrah untuk memiliki hubungan dengan kehidupan setelah kematian. Ketiga karakter ini masing-masing bergulat untuk mencari jawaban apa yang terjadi setelah kematian, untuk kemudian jalan mereka akan bersinggungan di satu titik.
Ternyata gue butuh lebih dari sekedar konsentrasi untuk dapat bertahan menonton film ini sampai akhir. Dengan tempo yang kelewat lambat ditambah dengan atmosfer yang suram, sulit rasanya untuk tidak menguap di tengah-tengah film. Walaupun dibuka dengan adegan-adegan perkenalan dari masing-masing karakter yang menarik, perkembangan cerita dari setiap karakter ini berjalan cukup membosankan dan membuat gue engga sabar untuk mem-fast forward sampai ke ending film. Memang benar, film ini ditutup dengan ending yang cukup menyentuh, karena terjustifikasi oleh perasaan menunggu-nunggu tadi. Namun entah kenapa setelah keluar dari bioskop, gue merasa "kosong" setelah menonton film ini. Tidak ada hal yang bisa didiskusikan, tidak ada adegan-adegan yang menempel di kepala. Tampaknya gue terlalu berharap banyak untuk bisa mendapatkan jawaban pasti dari premis utama; apa yang terjadi setelah kematian.
Cerita yang ditulis oleh Peter Morgan untuk kemudian dieksekusi oleh Eastwood ini memang hanya bersifat deskriptif. Dalam artian, penonton disuguhi bagaimana cara untuk menjawab premis utama tersebut dari berbagai sisi; mulai dari sisi amatir, profesional, religi, sampai sains. Menariknya, melihat bagaimana setiap karakter merespon terhadap berbagai pandangan tersebut. Yang entah mengapa gue merasa bahwa pandangan dari sisi religi cukup dibuat dipandang sebelah mata oleh film ini; yang memang gue akui bahwa biasanya pandangan dari sisi religi "hanya" menyederhanakan konsep tersebut untuk "berserah pada Yang Diatas".
Mungkin ekspektasi gue terlalu tinggi untuk film ini, apalagi dengan nama Matt Damon dan Clint Eastwood yang tertampang di poster. Premisnya memang menarik, pembahasannya juga menarik tapi hanya sekedar mengingatkan kembali atas hal-hal yang telah kita ketahui secara umum. Cara penceritaannya yang menurut gue kurang menyedot penonton untuk ikut larut dalam pencarian jawaban dari ketiga karakter utama. Dengan atmosfer film yang sama, Sofia Coppola dan Alejandro Gonzales Inarritu berhasil melarutkan penonton dalam setiap adegan dan pendalaman karakter yang ada. Namun menurut gue, Eastwood dalam film ini kurang berhasil menyedot pikiran dan perasaan penonton ke dalam adegan-adegan yang terjadi di layar lebar. Film ini juga bukan penampilan terbaik dari Matt Damon, yang tampil biasa saja dan cenderung datar.
Rating?
7 dari 10
Film ini mengangkat tiga cerita dari tiga karakter di tiga negara yang berbeda. Marie Lelay seorang jurnalis asal Paris mengalami near-death experience yang mengguncang hidupnya saat ia sedang berlibur, Marcus seorang anak sekolah di London baru saja kehilangan orang terdekat dalam hidupnya, dan George yang memiliki anugrah untuk memiliki hubungan dengan kehidupan setelah kematian. Ketiga karakter ini masing-masing bergulat untuk mencari jawaban apa yang terjadi setelah kematian, untuk kemudian jalan mereka akan bersinggungan di satu titik.
Ternyata gue butuh lebih dari sekedar konsentrasi untuk dapat bertahan menonton film ini sampai akhir. Dengan tempo yang kelewat lambat ditambah dengan atmosfer yang suram, sulit rasanya untuk tidak menguap di tengah-tengah film. Walaupun dibuka dengan adegan-adegan perkenalan dari masing-masing karakter yang menarik, perkembangan cerita dari setiap karakter ini berjalan cukup membosankan dan membuat gue engga sabar untuk mem-fast forward sampai ke ending film. Memang benar, film ini ditutup dengan ending yang cukup menyentuh, karena terjustifikasi oleh perasaan menunggu-nunggu tadi. Namun entah kenapa setelah keluar dari bioskop, gue merasa "kosong" setelah menonton film ini. Tidak ada hal yang bisa didiskusikan, tidak ada adegan-adegan yang menempel di kepala. Tampaknya gue terlalu berharap banyak untuk bisa mendapatkan jawaban pasti dari premis utama; apa yang terjadi setelah kematian.
Cerita yang ditulis oleh Peter Morgan untuk kemudian dieksekusi oleh Eastwood ini memang hanya bersifat deskriptif. Dalam artian, penonton disuguhi bagaimana cara untuk menjawab premis utama tersebut dari berbagai sisi; mulai dari sisi amatir, profesional, religi, sampai sains. Menariknya, melihat bagaimana setiap karakter merespon terhadap berbagai pandangan tersebut. Yang entah mengapa gue merasa bahwa pandangan dari sisi religi cukup dibuat dipandang sebelah mata oleh film ini; yang memang gue akui bahwa biasanya pandangan dari sisi religi "hanya" menyederhanakan konsep tersebut untuk "berserah pada Yang Diatas".
gambar diambil dari sini |
Rating?
7 dari 10
Setuju. Setelah menonton film ini, rasanya cuma ngantuk doang, mas. Adegan tsunaminya sih sadis, cuma tak ada yang terlalu berkesan di film ini.
BalasHapus