Inferno
"Aksi lanjutan Robert Langdon pertama tanpa unsur agama yang masih sama menegangkan dan menariknya"
Robert Langdon si ahli simbol yang sekarang mengajar di Cambridge, suatu malam terbangun di Firenze, Italia dengan luka di kepala dan amnesia ringan. Dibantu oleh dokter Sienna Brooks, mereka berdua mencoba mengingat kembali apa yang saja yang telah dilakukan Langdon selama 48 jam sebelumnya. Sembari dikejar oleh seorang pembunuh bayaran dan WHO, mereka berdua menemukan petunjuk dari penyair Dante yang mengarah pada terciptanya neraka di bumi. Langdon dan Brooks harus berpacu dengan waktu dan menemukan petunjuk di seantero Eropa untuk mencegah tersebarnya virus yang dapat mengurangi populasi di dunia sebanyak setengahnya.
Inferno adalah film ketiga adaptasi dari novel karya Dan Brown, dan menjadi satu-satunya film yang tidak bernuansa agama. Benang merah misteri dan petunjuk yang dipecahkan oleh Robert Langdon praktis fokus pada tokoh non-religius, yang kali ini jatuh pada penyair asal Italia yang tenar di abad Pertengahan, Dante Alighieri. Lepasnya unsur agama tentunya menjadi hal yang menarik, dan niscaya memperluas target pasar penonton. Namun konsekuensinya adalah konsep film yang serupa dengan petualangan memecahkan petunjuk lainnya seperti The National Treasure atau Tomb's Raider. Beruntungnya, kecintaan penulis novel Dan Brown terhadap karya seni Eropa pada umumnya, dan arsitektur Italia pada khususnya menjadi ciri khas yang sangat menarik.
Ketiga kalinya ditangani oleh Ron Howard, Inferno masih sangat menghibur dan menegangkan. Bagi mereka yang awam tentang karya Dante macam Inferno atau The Divine Comedy, tak perlu khawatir karena kehadiran karakter Robert Langdon yang masih berbaik hari untuk menjelaskan sedikit banyak. Apalagi Langdon's Angel kali ini - yang diperankan dengan sangat baik oleh Felicity Jones yang dengan rambut keriting Amanda yang jadi lebih mirip Zooey Deschanel - adalah seseorang yang sangat memahami Dante dan sejarah karya seni Eropa. Permainan menemukan petunjuk secepat mungkin dengan kejaran peluru dan pisau - seperti kisah Langdon biasanya - jelas sama menariknya ditambah latar Firenze, Venezia, dan Istanbul.
Di antara dua sekuelnya, rasanya Inferno ini memakai formula yang sama dengan Da Vinci Code (2006). Dimulai dengan kematian seseorang, menemukan petunjuk dari orang yang wafat tersebut, kemudian banyak pihak yang ingin memanfaatkan kepintaran Robert Langdon. Semua itu dibungkus dengan adegan aksi yang konsisten ada dengan tempo yang sangat cepat. Baru mencari posisi nyaman untuk duduk di kursi bioskop, langsung dihajar dengan adegan kejar-kejaran dan tembak-tembakan yang memancing adrenalin. Yang kemudian dibayar dengan adegan klimaks yang memang patut diacungi jempol soal suksesnya membuat penonton menahan nafas. Belum lagi dengan twist yang diberikan di tengah film, yang cukup membuat gue garuk kepala dan ingin menonton ulang film ini demi pemahaman yang lebih baik.
Menurut gue, Inferno jelas unggul pada ide dasar tentang overpopulation dan pemikiran ekstrim macam Ozymandias untuk menyelamatkan seluruh spesies manusia. Setidaknya, sepercik saja pemikiran antagonis utama Bertrand Zobrist akan masuk dalam pemikiran anda. Tetapi seperti karya Dan Brown lainnya, pemikiran tersebut akan diargumentasi secara frontal dan logis di akhir cerita - oleh siapa lagi kalau bukan Robert Langdon yang jenius. Ide dasar ini yang menjadi kekuatan utama, dan membuat Inferno tidak mudah dilupakan berkisah tentang apa - setidaknya tidak seperti Angels & Demons (2009).
USA / Japan / Turkey / Hungary | 2016 | Mystery / Adventure | 121 mins | Scope Aspect Ratio 1.85 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 10 Oktober 2016 -
----------------------------------------------------------
Search Keywords:
Robert Langdon si ahli simbol yang sekarang mengajar di Cambridge, suatu malam terbangun di Firenze, Italia dengan luka di kepala dan amnesia ringan. Dibantu oleh dokter Sienna Brooks, mereka berdua mencoba mengingat kembali apa yang saja yang telah dilakukan Langdon selama 48 jam sebelumnya. Sembari dikejar oleh seorang pembunuh bayaran dan WHO, mereka berdua menemukan petunjuk dari penyair Dante yang mengarah pada terciptanya neraka di bumi. Langdon dan Brooks harus berpacu dengan waktu dan menemukan petunjuk di seantero Eropa untuk mencegah tersebarnya virus yang dapat mengurangi populasi di dunia sebanyak setengahnya.
Inferno adalah film ketiga adaptasi dari novel karya Dan Brown, dan menjadi satu-satunya film yang tidak bernuansa agama. Benang merah misteri dan petunjuk yang dipecahkan oleh Robert Langdon praktis fokus pada tokoh non-religius, yang kali ini jatuh pada penyair asal Italia yang tenar di abad Pertengahan, Dante Alighieri. Lepasnya unsur agama tentunya menjadi hal yang menarik, dan niscaya memperluas target pasar penonton. Namun konsekuensinya adalah konsep film yang serupa dengan petualangan memecahkan petunjuk lainnya seperti The National Treasure atau Tomb's Raider. Beruntungnya, kecintaan penulis novel Dan Brown terhadap karya seni Eropa pada umumnya, dan arsitektur Italia pada khususnya menjadi ciri khas yang sangat menarik.
Ketiga kalinya ditangani oleh Ron Howard, Inferno masih sangat menghibur dan menegangkan. Bagi mereka yang awam tentang karya Dante macam Inferno atau The Divine Comedy, tak perlu khawatir karena kehadiran karakter Robert Langdon yang masih berbaik hari untuk menjelaskan sedikit banyak. Apalagi Langdon's Angel kali ini - yang diperankan dengan sangat baik oleh Felicity Jones yang dengan rambut keriting Amanda yang jadi lebih mirip Zooey Deschanel - adalah seseorang yang sangat memahami Dante dan sejarah karya seni Eropa. Permainan menemukan petunjuk secepat mungkin dengan kejaran peluru dan pisau - seperti kisah Langdon biasanya - jelas sama menariknya ditambah latar Firenze, Venezia, dan Istanbul.
Di antara dua sekuelnya, rasanya Inferno ini memakai formula yang sama dengan Da Vinci Code (2006). Dimulai dengan kematian seseorang, menemukan petunjuk dari orang yang wafat tersebut, kemudian banyak pihak yang ingin memanfaatkan kepintaran Robert Langdon. Semua itu dibungkus dengan adegan aksi yang konsisten ada dengan tempo yang sangat cepat. Baru mencari posisi nyaman untuk duduk di kursi bioskop, langsung dihajar dengan adegan kejar-kejaran dan tembak-tembakan yang memancing adrenalin. Yang kemudian dibayar dengan adegan klimaks yang memang patut diacungi jempol soal suksesnya membuat penonton menahan nafas. Belum lagi dengan twist yang diberikan di tengah film, yang cukup membuat gue garuk kepala dan ingin menonton ulang film ini demi pemahaman yang lebih baik.
Menurut gue, Inferno jelas unggul pada ide dasar tentang overpopulation dan pemikiran ekstrim macam Ozymandias untuk menyelamatkan seluruh spesies manusia. Setidaknya, sepercik saja pemikiran antagonis utama Bertrand Zobrist akan masuk dalam pemikiran anda. Tetapi seperti karya Dan Brown lainnya, pemikiran tersebut akan diargumentasi secara frontal dan logis di akhir cerita - oleh siapa lagi kalau bukan Robert Langdon yang jenius. Ide dasar ini yang menjadi kekuatan utama, dan membuat Inferno tidak mudah dilupakan berkisah tentang apa - setidaknya tidak seperti Angels & Demons (2009).
USA / Japan / Turkey / Hungary | 2016 | Mystery / Adventure | 121 mins | Scope Aspect Ratio 1.85 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 10 Oktober 2016 -
----------------------------------------------------------
Search Keywords:
- review film inferno tom hanks
- review inferno tom hanks
- inferno tom hanks review
- resensi film inferno tom hanks
- resensi inferno tom hanks
- ulasan inferno tom hanks
- ulasan film inferno tom hanks
- sinopsis film inferno tom hanks
- sinopsis inferno tom hanks
- cerita inferno tom hanks
- jalan cerita inferno tom hanks
Komentar
Posting Komentar