It's Kind of a Funny Story
Sobekan tiket bioskop tertanggal 15 Januari 2011 adalah It's Kind of a Funny Story. Satu-satunya hal yang menarik gue untuk membeli tiket film ini adalah nama Zach Galifianakis yang ada di poster filmnya. Masih segitu engga puasnya gue melihat akting dia di Hangover dan Due Date, apalagi judul film ini yang catchy, jadi ya kenapa tidak.
Seorang remaja berusia 16 tahun, Craig (Keil Gilchrist), dengan keinginan sendiri masuk ke bagian rumah sakit jiwa karena merasa depresi dan ada keinginan untuk bunuh diri. Karena bagian rumah sakit jiwa khusus remaja sedang direnovasi, maka ia ditempatkan di bagian dewasa. Lima hari ditempat itu membuat Craig bertemu orang-orang yang akan membuat dirinya menemukan arti hidup yang berbeda.
Merasa stress, depresi, dan frustrasi sehingga seakan menjadi orang yang paling pathetic di seluruh dunia? Coba datang dan menginap selama lima hari di sebuah instalasi rumah sakit jiwa, lalu renungkan dan pikirkan lagi pandangan anda di awal tadi. Kira-kira itu premis yang ingin diangkat oleh penulis buku dengan judul yang sama, Ned Vizzini, yang kemudian ditulis dan diangkat ke layar lebar oleh duet sutradara Anna Boden dan Ryan Fleck. Menariknya, Ned Vizzini menulis buku tersebut setelah terinspirasi oleh pengalamannya sendiri yang dirawat-inap di rumah sakit karena depresi. Hanya saja cerita ini didedikasikan untuk para remaja diluar sana yang memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Dengan karakter utama yang masih berusia remaja, dan dengan konflik-konflik yang juga tipikal remaja, maka untuk menonton (dan membaca ulasan) film ini marilah kita mengganti sepatu kita dengan sepatu tipikal remaja agar bisa berjalan di rel yang sama. Masalah-masalah yang menimpa Craig sangat mungkin terjadi pada remaja kebanyakan di luar sana; mulai dari tuntutan sekolah, masa depan universitas, sampai percintaan. Apalagi sampai membuat para remaja tersebut menjadi depresi, dimana jalan keluarnya bisa dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol, atau menembaki teman-teman sekolah dengan senjata mesin, atau bunuh diri. Tidak tidak, film ini bukan ingin bercerita tentang obat-obatan terlarang, alkohol, maupun senjata mesin. Adegan bunuh diri pun hanya...setengah. Film ini lebih fokus pada dinamika pikiran dan perasaan dari seorang Craig yang rapuh, yang berinteraksi dengan berbagai jenis orang dengan kelainan jiwa atau orang-orang yang sekedar depresi "saja".
Menarik untuk melihat bagaimana Craig mencoba untuk menyembuhkan depresinya dengan masuk ke dalam instalasi rumah sakit jiwa. Ternyata bukan hanya dokter dan psikiater profesional yang dapat menyembuhkan pasien depresi, tapi juga self-discovery dengan rekan-rekan senasib dan sepenanggungan yang ada di sekitar. Lebih jauh lagi, film ini ingin memberikan insight bahwa; membandingkan diri ke atas (selebriti, akademisi, ilmuwan, dkk) bisa membuat anda tertekan dan depresi, kalau begitu bandingkanlah diri ke bawah dan lihat apa yang anda sudah punya.
Film dengan setting instalasi rumah sakit jiwa, apalagi ber-genre komedi, selalu menarik untuk disimak dan dinikmati. Seperti yang telah diduga sejak awal, penonton akan disuguhkan beragam karakter dengan kelainan mental masing-masing, yang walaupun kebanyakan hanya tampil sekilas namun tetap menarik untuk dinikmati. Apalagi Zach Galifianakis ternyata hadir menjadi salah satu pasiennya, nah loh coba bayangkan! Tapi jangan berekspektasi bahwa dia akan "segila" di Hangover atau di Due Date, disini ia memerankan Bobby yang dirawat-inap "hanya" karena depresi, yang juga menjadi teman baik Craig selama masa tinggalnya. Ternyata cukup menarik melihat penampilan Galifianakis yang agak serius disini, tidak kehilangan image kocaknya, tapi juga ada beberapa scene serius yang mencuri hati penonton. Adegan perpisahan di penghujung film masih saja membekas di kepala gue.
Tidak hanya Galifianakis, kehadiran Emma Roberts juga memberi warna tersendiri pada film ini. Memerankan Noelle, remaja seumuran Craig, yang kebetulan memiliki isu yang sama dengan Craig. Seorang remaja pria bertemu dengan seorang remaja wanita yang senasib sepenanggungan, tinggal bersama dibawah satu atap, selanjutnya bisa ditebak dengan mudah kemana arah hubungan mereka. Tapi yang menarik adalah dinamika perkembangan hubungan diantara mereka berdua. Apalagi manisnya Emma Roberts yang bikin engga bosen untuk dilihat.
Sayang sungguh sayang, penampilan dari Keir Gilchrist sebagai pemeran utama kurang bisa menggambarkan seorang remaja yang tertekan karena depresi. Kedalaman emosi yang seharusnya ada pada seorang remaja dengan isu-isu yang dimiliki oleh karakter Craig seharusnya bisa ditampilkan lebih maksimal lagi. Ekspresi muka yang rasanya kurang sreg, ditambah dengan gerakan tubuh yang canggung, membuat gue kurang nyaman dengan setiap penampilan dia di layar. Untungnya segala kekurangan tersebut berkurang drastis ketika ia berbagi layar dengan Galifianakis atau Roberts.
Gue cukup suka dengan penggunaan teknik kamera yang shaky itu, cukup bisa merepresentasikan kegoyahan mental yang dialami oleh karakter-karakter yang ada di dalam layar. Selain itu, gue juga suka bagaimana pembuat film menggunakan teknik animasi untuk menggambarkan beberapa adegan, yang menurut gue cukup surealis sekaligus artistik. Soundtracks yang dipilih pun sangat mewakilkan selera remaja, dengan kebanyakan diisi oleh musik-musik dengan genre garage-rock.
Akhir kata, keindahan cerita dan makna yang ditampilkan film ini tidak hanya dapat memancing tawa, namun juga senyum penuh makna sepanjang film. Sebuah cerita yang indah dan inspiratif, yang dapat membuat anda berpikir kembali tentang hidup.
Rating?
8,5 dari 10
Seorang remaja berusia 16 tahun, Craig (Keil Gilchrist), dengan keinginan sendiri masuk ke bagian rumah sakit jiwa karena merasa depresi dan ada keinginan untuk bunuh diri. Karena bagian rumah sakit jiwa khusus remaja sedang direnovasi, maka ia ditempatkan di bagian dewasa. Lima hari ditempat itu membuat Craig bertemu orang-orang yang akan membuat dirinya menemukan arti hidup yang berbeda.
Merasa stress, depresi, dan frustrasi sehingga seakan menjadi orang yang paling pathetic di seluruh dunia? Coba datang dan menginap selama lima hari di sebuah instalasi rumah sakit jiwa, lalu renungkan dan pikirkan lagi pandangan anda di awal tadi. Kira-kira itu premis yang ingin diangkat oleh penulis buku dengan judul yang sama, Ned Vizzini, yang kemudian ditulis dan diangkat ke layar lebar oleh duet sutradara Anna Boden dan Ryan Fleck. Menariknya, Ned Vizzini menulis buku tersebut setelah terinspirasi oleh pengalamannya sendiri yang dirawat-inap di rumah sakit karena depresi. Hanya saja cerita ini didedikasikan untuk para remaja diluar sana yang memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Dengan karakter utama yang masih berusia remaja, dan dengan konflik-konflik yang juga tipikal remaja, maka untuk menonton (dan membaca ulasan) film ini marilah kita mengganti sepatu kita dengan sepatu tipikal remaja agar bisa berjalan di rel yang sama. Masalah-masalah yang menimpa Craig sangat mungkin terjadi pada remaja kebanyakan di luar sana; mulai dari tuntutan sekolah, masa depan universitas, sampai percintaan. Apalagi sampai membuat para remaja tersebut menjadi depresi, dimana jalan keluarnya bisa dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol, atau menembaki teman-teman sekolah dengan senjata mesin, atau bunuh diri. Tidak tidak, film ini bukan ingin bercerita tentang obat-obatan terlarang, alkohol, maupun senjata mesin. Adegan bunuh diri pun hanya...setengah. Film ini lebih fokus pada dinamika pikiran dan perasaan dari seorang Craig yang rapuh, yang berinteraksi dengan berbagai jenis orang dengan kelainan jiwa atau orang-orang yang sekedar depresi "saja".
gambar diambil dari sini |
Film dengan setting instalasi rumah sakit jiwa, apalagi ber-genre komedi, selalu menarik untuk disimak dan dinikmati. Seperti yang telah diduga sejak awal, penonton akan disuguhkan beragam karakter dengan kelainan mental masing-masing, yang walaupun kebanyakan hanya tampil sekilas namun tetap menarik untuk dinikmati. Apalagi Zach Galifianakis ternyata hadir menjadi salah satu pasiennya, nah loh coba bayangkan! Tapi jangan berekspektasi bahwa dia akan "segila" di Hangover atau di Due Date, disini ia memerankan Bobby yang dirawat-inap "hanya" karena depresi, yang juga menjadi teman baik Craig selama masa tinggalnya. Ternyata cukup menarik melihat penampilan Galifianakis yang agak serius disini, tidak kehilangan image kocaknya, tapi juga ada beberapa scene serius yang mencuri hati penonton. Adegan perpisahan di penghujung film masih saja membekas di kepala gue.
gambar diambil dari sini |
Sayang sungguh sayang, penampilan dari Keir Gilchrist sebagai pemeran utama kurang bisa menggambarkan seorang remaja yang tertekan karena depresi. Kedalaman emosi yang seharusnya ada pada seorang remaja dengan isu-isu yang dimiliki oleh karakter Craig seharusnya bisa ditampilkan lebih maksimal lagi. Ekspresi muka yang rasanya kurang sreg, ditambah dengan gerakan tubuh yang canggung, membuat gue kurang nyaman dengan setiap penampilan dia di layar. Untungnya segala kekurangan tersebut berkurang drastis ketika ia berbagi layar dengan Galifianakis atau Roberts.
gambar diambil dari sini |
Akhir kata, keindahan cerita dan makna yang ditampilkan film ini tidak hanya dapat memancing tawa, namun juga senyum penuh makna sepanjang film. Sebuah cerita yang indah dan inspiratif, yang dapat membuat anda berpikir kembali tentang hidup.
Rating?
8,5 dari 10
Komentar
Posting Komentar