The Last Airbender

sobekan tiket bioskop tertanggal 31 Juli 2010 adalah The Last Airbender. gue memang engga terlalu tertarik dengan kisah Avatar yang memang udah ada film kartun serialnya. satu-satunya alasan gue mau menonton film ini hanyalah melihat nama M. Night Shyamalan yang selalu gue ikuti setiap rekam jejak filmnya.

bercerita tentang negara Api, Air, Udara, dan Bumi yang dilanda perang besar setelah negara Api menyerang negara-negara lainnya. kemudian muncul Aang, seorang anak yang memapu mengendalikan empat unsur tersebut mencoba untuk mendamaikan keempat negara ini.

pikiran pertama yang muncul di kepala gue ketika gue menonton sampai pada pertengahan film, "kok pemeran-pemeran di negara Api semuanya orang India yah?". gue meng-counter pikiran tersebut dengan, "ah mungkin karena Shyamalan sendiri orang India". kemudian setelah menonton, gue menemukan berbagai artikel yang membahas bahwa banyak pihak yang menganggap film ini terdapat unsur diskriminasi ras yang sangat menonjol. tidak hanya pemeran-pemeran di negara Api, tapi pemeran-pemeran di negara Air semuanya berkulit putih alias orang-orang dari ras Kaukasia. lalu di salah satu artikel membandingkan para pemeran di film tersebut dengan pemeran di film kartun aslinya dimana diperankan dengan sebaliknya; negara Api diperankan orang kulit putih dan negara Air diperankan orang kulit berwarna.

yah terlepas dari persoalan warna kulit yang cukup dominan (dan cukup menarik dan cenderung mengganggu perhatian gue dari awal sampai akhir) dalam film ini, jalan cerita dalam film ini pun cenderung sangat sederhana. ada peperangan, muncul seorang anak kecil yang ditakdirkan menjadi juru selamat dunia untuk mengembalikan perdamaian. praktis selama 100 menit ya alurnya hanya itu saja. belum lagi di akhir film, penonton akan digantung mengingat film ini rencananya akan dibuat dalam bentuk trilogi atau tetralogi.
dalam jalan ceritanya sendiri, aksi-reaksi antar karakter pun kok rasanya melecehkan logika penonton (at least, gue). ada satu adegan yang gue sampe geleng-geleng kepala; dimana si karakter antagonis yang sudah siap membunuh, dipergoki oleh karakter protagonis yang bukannya mencegah, shot malah berpindah ke karakter antagonis yang membunuh korban tanpa penonton diberikan shot apa yang dilakukan oleh karakter protagonis. itu hanyalah salah satu contoh pelecehan logika yang cenderung vital, fatal, dan termasuk dalam adegan klimaks.

oke, mari kita sambungkan film ini dengan produser, penulis, dan sutradaranya; M. Night Shyamalan. oh ya semenjak The Sixth Sense dan Unbreakable, gue mengikuti setiap filmnya (Signs, The Village, Lady In The Water) bahkan sampai yang terakhir, The Happening. dalam enam film ini, Shyamalan masih mempertahankan berbagai ciri khasnya (shot refleksi, shot gorden, dll). tapi di film terbarunya ini, semua ciri khas tersebut tidak muncul, walaupun di akhir film ending credit diawali dengan "produced, written, and directed by M. Night Shyamalan". gue sebagai pengikut sejati Shyamalan cukup kecewa, apalagi dengan ekspektasi tinggi yang gue berikan sebelum gue menonton film ini, ditambah lagi dengan berbagai pelecehan logika yang terjadi di dalam jalan cerita. sedianya film-film dia yang berbau misteri dan bersifat thrilling, hilang semua dalam film ini. banyak orang bilang bahwa kemunduran karier Shyamalan sudah terlihat pada film Lady In The Water dan di justifikasi oleh munculnya The Happening. tapi rasanya film tentang anak botak yang bisa mengendalikan empat unsur alam ini adalah akhir dari ide dan imajinasi dari Shyamalan. ceritanya saja bukan ide asli dia, bukan?
oke oke saatnya membahas kelebihan dari film ini. efek visual dalam film ini benar-benar eye-candy. jujur, air-bending, water-bending, dan fire-bending memang sangat oke dan memanjakan mata. aksi tai-chi dari Noah Ringer pun cukup enak dilihat, apalagi ditambah dengan score arahan James Newton Howard (yang selalu bekerja sama dengan Shyamalan) yang cukup memacu adrenalin. gue paling suka adegan klimaks dimana Aang mem-bending lautan, dengan gerakan tai-chi plus score klimaks, luar biasa! tapi cuma itu adegan yang gue acungi jempol.
untuk para penggemar Shyamalan yang mau nonton film ini, siap-siap kecewa besar.
untuk bukan penggemar Shyamalan, jangan taruh ekspetasi tinggi dan nikmati saja efek visualnya.
untuk penggemar Avatar, siap-siap terpukau oleh efek visualnya dan melihat bagaimana para karakter ini mengendalikan air, api, dan angin dalam bentuk nyata (bukan kartun/animasi).

rating?
6 of 10

NB: artikel tentang kontroversi ras pada casting film ini baca di www.racebending.com

Komentar

  1. hahaha tx God, gue penggemar Avatar :)
    but, I love Shymalan too

    BalasHapus
  2. Oh, ternyata sengaja yah yang orang putihnya dijadiin tokoh protagonis padahal harusnya jadi antagonis klo ngikutin kartunnya. Klo menurut gw sih filmnya lumayan tapi yang agak aneh sih pas adegan berantem di desa, kurang greget banget! Yang lebih nyebelinnya 3Dnya itu jelek banget! Emang mau nyari untung banget deh dibikin 3D. Untung cerita dan efeknya masih lumayan jadi ga nyesel bangetlah nonton ini di bioskop.

    BalasHapus

Posting Komentar