Insidious

Sobekan tiket bioskop tertanggal 2 Mei 2011 adalah Insidious. Semenjak preview film ini muncul di jaringan Cineworld di Glasgow tiga minggu lalu yang langsung mendatangkan sutradaranya untuk tanya jawab, gue sudah langsung tertarik dengan film ini. Apalagi film ini digadang-gadang sebagai film terseram yang pernah dibuat sineas Barat. Membaca semua reviewnya ternyata mengatakan hal senada dan positif tentang film ini. Ekspektasi gue pun secara tidak sengaja meningkat dan gue berharap gue tidak akan setakut itu karena gue telah mempersiapkan diri.

Setelah seorang anaknya terjatuh dari tangga dan menderita koma, sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan tiga anaknya harus menghadapi kejadian-kejadian aneh yang menimpa mereka di rumahnya. Setelah mereka pindah rumah pun tidak menyurutkan rentetan kejadian menyeramkan yang mereka hadapi setiap harinya. Cenayang beserta peralatan modernnya pun dipanggil, namun pada akhirnya mereka sendiri yang harus menghadapi serangan gaib ini.

Rasanya cuma itu sinopsis yang bisa gue ceritakan disini demi memaksimalkan keseruan yang berarti saat menikmati film ini. Benar saja, baru kali ini gue nonton film horor yang mampu membuat gue sesak napas, deg-degan sangat, plus dengkul lemas. Untuk yang terakhir ini baru gue sadari saat gue beranjak dari kursi; gue tidak dapat berdiri dengan tegak dan harus berpegangan pada sesuatu untuk dapat tetap berjalan! Ini salah satu sadisnya film ini, kengeriannya tidak hanya pada durasi 90 menit, tapi juga bertahan lama pasca-nonton!

Gue pernah menulis bahwa menurut gue film horor itu bisa gue bagi ke dalam dua klasifikasi; film horor kagetan dan film horor atmosferik. Film horor kagetan ya banyak lah ya, yang jarang adalah film horor yang dibangun dengan suasana. Akhir-akhir ini gue bisa menambahkan judul Paranormal Activity beserta sekuelnya mendampingi White Lies Beneath untuk kategori yang satu ini. Nah untuk film terbaru arahan duet sutradara dan penulis Saw, James Wan dan Leigh Whannell, menurut gue adalah gabungan dari dua klasifikasi tersebut. Dibangun secara suasana sehingga membangunkan bulu kuduk, kemudian dikagetin a la Drag Me to Hell secara tidak berperikemanusiaan. Sungguh, tingkat keseraman dalam film ini benar-benar menusuk sampai ke tulang. Dalam menonton film ini, gue merasa sebagai seorang anak kecil yang diikat pada kursi, kepala ditahan agar bisa terus melihat ke depan dan kelopak mata dipaksa untuk dibuka terus menerus. Postur tubuh gue benar-benar terbujur kaku selama 90 menit, menempel kuat pada kursi seakan ada kekuatan besar yang menahan gue dari depan. Baru kali ini rasanya gue nonton film sampai detak jantung gue meningkat dengan cepat dan tangan gue mengepal kuat, sambil tentu saja, jejeritan.


James Wan yang berhasil menelurkan film gory-criminal yang fenomenal itu, tampaknya tahu benar bagaimana cara untuk mempermainkan emosi penonton untuk memancing rasa takut dan ngeri. Meskipun cerita yang ditulis oleh Leigh Whannell termasuk cerita horor yang tipikal dan banyak ditemui oleh film-film sejenis, namun James Wan berhasil mengeksekusi cerita tersebut dengan mengemas setiap adegan seram dengan jenius, rapi, dan menusuk. Seperempat film pertama gue selalu bersiap-siap untuk menghadapi adegan seram yang akan tersaji di layar, seperti yang selalu gue lakukan kalau gue menonton film horor. Namun tiga perempat sisa film, gue sadar bahwa persiapan gue itu tidak ada gunanya lantaran setiap adegan seram yang muncul benar-benar jauh diatas ekspektasi gue dan sangat tidak tertebak timing serta derajatan kengeriannya. Tadinya gue mengira dengan melihat trailernya, gue rasa gue sudah bisa menebak pola kemunculan adegan seram ini. Ternyata gue sadar, trailer film ini sangat jenius dalam menyimpan kotak Pandora film ini. Menariknya, walaupun dengan banyaknya adegan seram dan mengerikan bertebaran di layar, James Wan berhasil membuat kepala dan mata penonton tidak berpaling dari layar sedikit pun dengan mengemas jalan cerita yang sederhana itu menjadi menarik dan memancing rasa penasaran.

Gue sangat suka pada setiap detil yang ada dalam film ini. Gambar-gambar lukisan ataupun benda-benda kecil yang menjadi "latar belakang" dari sebuah adegan bisa menjadi petunjuk penting dari plot cerita yang ada. Apalagi kalau kita tahu apa maksud dan arti dari benda-benda tersebut, yang langsung menaikkan bulu kuduk begitu kita menyadarinya. Hal ini didukung oleh camera work dan sinematografi yang brilian. Gabungan gaya konvensional dan shaky-camera cukup membantu menaikkan tingkat kengerian, walaupun pada akhirnya gue tidak terlalu mengindahkannya lagi karena saking sibuknya mengatur nafas dan mengendalikan diri.
gambar diambil dari sini
Efek suaranya donk, luar biasa sukses menambah tingkat kengerian sampai level maksimal. Mulai dari The Ring, Ju-On, The Exorcist, sampai Drag Me to Hell gue sudah melahap berbagai efek suara yang disajikan untuk mengiringi setiap adegan seram. Tapi menurut gue film ini berhasil membuat jenis efek suara yang orisinil dan berbeda, sekaligus sanggup menyayat telinga penonton. Dengan budget rendah (hanya 1,5 juta dollar AS), rasanya film ini benar-benar menghajar setiap indera manusia untuk memunculkan rasa takut ke permukaan.

Belum lagi dengan akting dari para pemerannya yang terlihat natural dan sangat meyakinkan. Gue rasa James Wan tidak memberitahukan para pemerannya kapan dan dimana si makhluk-makhluk ini akan muncul. Gue juga suka dengan respon para karakternya yang logis dalam situasi tipikal film-film horor seperti ini, tidak seperti respon karakter yang terbilang bodoh dalam film-film horor lainnya. Sikap skeptis dari karakter lain yang menerima berita tentang adanya makhluk lain pun terlihat cukup masuk akal dan bisa diterima, setidaknya tidak menimbulkan perasaan geregetan dari gue. Yang gue salut adalah, setiap ekspresi dari semua karakter yang ada dalam film ini dalam menghadapi *ehem* benar-benar membuat merinding disko.
gambar diambil dari sini
Bagi pencinta film-film horor, bahkan film-film horor klasik, mungkin akan mudah jatuh cinta pada film ini. Pembuat film ini banyak memberikan homage terhadap film-film horor klasik macam Poltergeist, The Shining, The Omen, dan The Exorcist. Dari gaya kaget-kagetan, ending title, serta formula tipikal rumah berhantu, rasanya gue bisa mengkategorikan film ini sebagai film horor klasik yang paling segar (baca: seram) setelah Drag Me to Hell. Kemunculan film ini menjadi angin segar bagi dunia perfilman horor akhir-akhir ini.

Definitely one of the best - and scariest - horror movie on this year.

Rating?
9 dari 10

NB: Gue baru tahu dari IMDb, jangan buru-buru beranjak pergi setelah ending credit merangkak naik karena akan ada scene after credit! Jadi nyesel karena gue buru-buru ingin keluar dari bioskop untuk menghirup nafas lega dan kembali ke kehidupan nyata.

Komentar

  1. Saya sudah menyaksikan film tersebut...betul-betul mencekam sampai akhir cerita...gk berlebihan kalau mendapat rating 9/10..hmmm...What a wonderfull movie horror ever made...

    BalasHapus

Posting Komentar