Son of Saul
"Drama perang dengan konsep yang sangat menarik, dan sangat kuat menggambarkan horor di kamp konsentrasi Nazi"
Saul tawanan asal Hungaria yang merupakan anggota tim Sonderkommando di kamp konsentrasi Nazi di Auschwitz. Dia dan timnya bertugas untuk membereskan pakaian pada korban kamar gas, untuk kemudian membakar setiap mayatnya. Ketika Saul menemukan mayat anak laki-laki yang dia kenali sebagai anaknya, dia pun berusaha segala cara untuk menemukan rabbi dan menguburkannya dengan layak. Namun dia harus berusaha secepat mungkin karena waktunya sebagai tim Sonderkommando sudah mulai habis ketika para Nazi berencana untuk membunuh mereka semua dalam kamar gas.
Kesempatan langka untuk menonton Son of Saul di Indonesia ini jelas tidak gue sia-siakan, mengingat film ini telah malang melintang (dan memenangi penghargaan) di berbagai festival film di seluruh dunina. Apalagi film ini termasuk dalam genre favorit gue; Perang Dunia ke-2 dan Nazi.
Ternyata Son of Saul jauh lebih depresif ketimbang The Boy in the Striped Pijamas (2008), kalau memang harus dibandingkan karena sama-sama mengambil latar kamp konsentrasi Nazi. Son of Saul secara mengejutkan menggambarkan dengan sangat detil dan sistematis mengenai bagaimana prajurit Nazi mengoperasikan kamp konsentrasinya. Mulai dari kedatangan para tahanan Yahudi dari kereta api, masuk kamar gas, krematorium, hingga pembuangan abu di sungai. Semua ini digambarkan dari sudut pandang seorang Saul, yang berpindah dari satu tim kerja ke tim kerja lain demi mencari Rabbi. Pencarian Saul ini seakan menjadi alat penggerak cerita agar penonton dapat melihat gambaran keseluruhan kamp konsentrasi Nazi dari dekat dan mendalam.
Menariknya, film ini diambil dari sudut pandang Saul saja. Kamera benar-benar mengikuti gerak-gerik Saul, mulai dari belakang, depan, hingga samping. Pandangannya ke sekitar benar-benar dibuat terbatas sesuai dengan pandangan karakter Saul, sebuah konsistensi konsep yang sangat menarik untuk melihat gambaran tempat dari satu sudut pandang saja. Jadi banyak pula adegan-adegan yang sengaja dibuat blur dan hanya fokus pada ekspresi Saul, ketika yang terjadi di belakang adalah kekejaman para tentara Nazi. Jelas sebuah frame adegan yang sangat menarik, karena imajinasi penonton menjadi terbang liar melihat gambaran tidak jelas yang terjadi di belakang. Apalagi ditambah dengan mikro-ekspresi Saul yang sangat berharga dan detil, yang dimainkan dengan sempurna oleh aktor Reza Rohrig sebagai debut film perdananya.
Son of Saul jelas langsung menjadi tambahan film yang sangat berharga dalam referensi gue tentang film-film Perang Dunia Ke-2. Dengan konsep yang sangat menarik, film ini juga sangat ekstensif dalam menggambarkan kehidupan kamp konsentrasi Nazi. Keakuratan ini juga dipuji oleh seorang mantan anggota Sonderkommando yang masih hidup. Meski sangat berharga, film ini tampaknya akan sulit dan terbilang berat untuk ditonton dalam multiple viewings. Gambar-gambar yang diberikan cukup mengguncang, meski diceritakan dengan tempo tinggi sehingga cukup intens dan menegangkan. Sebuah film yang memang jauh dari kata menghibur, tetapi sangat berharga untuk ditonton dan diketahui.
Hungary | 2015 | Drama / War | 107 mins | Aspect Ratio 1.37 : 1
Winner for Best Foreign Language Film, Academy Awards, 2016.
Winner for Best Foreign Language Film, Golden Globes, 2016.
Winner for Best Foreign Language Film, BAFTA Awards, 2017.
Winner for FIPRESCI Prize, Cannes Film Festival, 2015.
Rating?
9 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 13 Mei 2017 -
----------------------------------------------------------
Saul tawanan asal Hungaria yang merupakan anggota tim Sonderkommando di kamp konsentrasi Nazi di Auschwitz. Dia dan timnya bertugas untuk membereskan pakaian pada korban kamar gas, untuk kemudian membakar setiap mayatnya. Ketika Saul menemukan mayat anak laki-laki yang dia kenali sebagai anaknya, dia pun berusaha segala cara untuk menemukan rabbi dan menguburkannya dengan layak. Namun dia harus berusaha secepat mungkin karena waktunya sebagai tim Sonderkommando sudah mulai habis ketika para Nazi berencana untuk membunuh mereka semua dalam kamar gas.
Kesempatan langka untuk menonton Son of Saul di Indonesia ini jelas tidak gue sia-siakan, mengingat film ini telah malang melintang (dan memenangi penghargaan) di berbagai festival film di seluruh dunina. Apalagi film ini termasuk dalam genre favorit gue; Perang Dunia ke-2 dan Nazi.
Ternyata Son of Saul jauh lebih depresif ketimbang The Boy in the Striped Pijamas (2008), kalau memang harus dibandingkan karena sama-sama mengambil latar kamp konsentrasi Nazi. Son of Saul secara mengejutkan menggambarkan dengan sangat detil dan sistematis mengenai bagaimana prajurit Nazi mengoperasikan kamp konsentrasinya. Mulai dari kedatangan para tahanan Yahudi dari kereta api, masuk kamar gas, krematorium, hingga pembuangan abu di sungai. Semua ini digambarkan dari sudut pandang seorang Saul, yang berpindah dari satu tim kerja ke tim kerja lain demi mencari Rabbi. Pencarian Saul ini seakan menjadi alat penggerak cerita agar penonton dapat melihat gambaran keseluruhan kamp konsentrasi Nazi dari dekat dan mendalam.
Menariknya, film ini diambil dari sudut pandang Saul saja. Kamera benar-benar mengikuti gerak-gerik Saul, mulai dari belakang, depan, hingga samping. Pandangannya ke sekitar benar-benar dibuat terbatas sesuai dengan pandangan karakter Saul, sebuah konsistensi konsep yang sangat menarik untuk melihat gambaran tempat dari satu sudut pandang saja. Jadi banyak pula adegan-adegan yang sengaja dibuat blur dan hanya fokus pada ekspresi Saul, ketika yang terjadi di belakang adalah kekejaman para tentara Nazi. Jelas sebuah frame adegan yang sangat menarik, karena imajinasi penonton menjadi terbang liar melihat gambaran tidak jelas yang terjadi di belakang. Apalagi ditambah dengan mikro-ekspresi Saul yang sangat berharga dan detil, yang dimainkan dengan sempurna oleh aktor Reza Rohrig sebagai debut film perdananya.
Son of Saul jelas langsung menjadi tambahan film yang sangat berharga dalam referensi gue tentang film-film Perang Dunia Ke-2. Dengan konsep yang sangat menarik, film ini juga sangat ekstensif dalam menggambarkan kehidupan kamp konsentrasi Nazi. Keakuratan ini juga dipuji oleh seorang mantan anggota Sonderkommando yang masih hidup. Meski sangat berharga, film ini tampaknya akan sulit dan terbilang berat untuk ditonton dalam multiple viewings. Gambar-gambar yang diberikan cukup mengguncang, meski diceritakan dengan tempo tinggi sehingga cukup intens dan menegangkan. Sebuah film yang memang jauh dari kata menghibur, tetapi sangat berharga untuk ditonton dan diketahui.
Hungary | 2015 | Drama / War | 107 mins | Aspect Ratio 1.37 : 1
Winner for Best Foreign Language Film, Academy Awards, 2016.
Winner for Best Foreign Language Film, Golden Globes, 2016.
Winner for Best Foreign Language Film, BAFTA Awards, 2017.
Winner for FIPRESCI Prize, Cannes Film Festival, 2015.
Rating?
9 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 13 Mei 2017 -
----------------------------------------------------------
- review film son of saul
- review son of saul
- son of saul movie review
- resensi film son of saul
- resensi son of saul
- ulasan son of saul
- ulasan film son of saul
- sinopsis film son of saul
- sinopsis son of saul
- cerita son of saul
- jalan cerita son of saul
Komentar
Posting Komentar