King Arthur: Legend of the Sword
"Menonton film abad pertengahan yang epik tidak pernah seasik dan se-stylish ini berkat sentuhan tangan magis Guy Ritchie"
Masa kecil Arthur yang dibesarkan di sebuah rumah bordil, kini menguasai sisi malam kota Londinium tanpa mengetahui darah birunya. Ketika akhirnya dia dapat mengangkat pedang Excalibur dari batu, tentara raja Vortigern pun memburunya. Bergabung bersama pemberontak, Arthur tidak hanya harus mengendalikan kekuatan magis pedang peninggalan ayahnya, tetapi juga jati dirinya yang terpendam. Sampai pada akhirnya dia harus berhadapan dengan raja Vortigern, orang yang bertanggung jawab terhadap kematian kedua orang tuanya.
Gue tidak pernah menonton film abad pertengahan dengan kemasan yang sangat asyik seperti ini. Apalagi adaptasi dari legenda Raja Arthur dan pedang Excalibur yang sudah malang melintang di layar lebar. Seribu pujian dan tepuk tangan jelas harus diarahkan pada sutradara dan penulis naskah Guy Ritchie, yang sangat berhasil membuat kisah tipikal Lord of the Rings dengan kemasan Snatch (2000).
Balutan kisah perebutan takhta abad menengah yang rumit, bisa dibuat seringan dan senyaman mungkin dengan deretan komedi khas Inggris yang kocak. Bayangkan orang-orang dalam Game of Thrones, tetapi berdialog nyeleneh ala berandalan kota London dengan aksen Inggris yang khas. Setiap celetukan dan bercandaan mereka benar-benar segar dan menyenangkan, jauh di luar formula film-film abad pertengahan yang kaku. Benar, ini kisah raja Arthur dan pedang Excalibur rasa Lock, Stock, and Two Smoking Barrels (1998).
Mungkin memang Guy Ritchie sudah kenyang dengan berbagai kritikan setelah The Man from U.N.C.L.E (2015) yang sama sekali tidak terlihat sentuhan ciri khasnya. Dalam King Arthur: Legend of the Sword, Guy Ritchie benar-benar gas pol seakan film ini adalah idealisme pribadinya. Tidak hanya scoring yang juga sangat khas, tetapi juga quick editing dan adegan bercerita yang sangat kocak. Yup, adegan di mana si karakter menceritakan kejadian yang dia alami namun dengan cara yang sangat kocak, ditampilkan dengan maksimal dalam film ini.
Pada akhirnya, jangan dulu berkecil hati melihat trailer-nya yang terkesan membosankan. Sebagai pengagum berat dan selalu mengikuti perkembangan film-filmnya Guy Ritchie, gue sangat puas dengan film terbarunya ini. Bukan saja menjadi pengalaman yang menyenangkan, tetapi King Arthur: Legend of the Sword seakan membongkar formula film-film abad pertengahan yang biasanya berat dan rumit. Apalagi dengan adaptasi kali ini yang sangat stylish, rasanya legenda lokal Raja Arthur seakan menjadi British superhero baru.
USA | 2016 | Action / Fantasy | 126 mins | Scope Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 8 Mei 2017 -
----------------------------------------------------------
Masa kecil Arthur yang dibesarkan di sebuah rumah bordil, kini menguasai sisi malam kota Londinium tanpa mengetahui darah birunya. Ketika akhirnya dia dapat mengangkat pedang Excalibur dari batu, tentara raja Vortigern pun memburunya. Bergabung bersama pemberontak, Arthur tidak hanya harus mengendalikan kekuatan magis pedang peninggalan ayahnya, tetapi juga jati dirinya yang terpendam. Sampai pada akhirnya dia harus berhadapan dengan raja Vortigern, orang yang bertanggung jawab terhadap kematian kedua orang tuanya.
Gue tidak pernah menonton film abad pertengahan dengan kemasan yang sangat asyik seperti ini. Apalagi adaptasi dari legenda Raja Arthur dan pedang Excalibur yang sudah malang melintang di layar lebar. Seribu pujian dan tepuk tangan jelas harus diarahkan pada sutradara dan penulis naskah Guy Ritchie, yang sangat berhasil membuat kisah tipikal Lord of the Rings dengan kemasan Snatch (2000).
Balutan kisah perebutan takhta abad menengah yang rumit, bisa dibuat seringan dan senyaman mungkin dengan deretan komedi khas Inggris yang kocak. Bayangkan orang-orang dalam Game of Thrones, tetapi berdialog nyeleneh ala berandalan kota London dengan aksen Inggris yang khas. Setiap celetukan dan bercandaan mereka benar-benar segar dan menyenangkan, jauh di luar formula film-film abad pertengahan yang kaku. Benar, ini kisah raja Arthur dan pedang Excalibur rasa Lock, Stock, and Two Smoking Barrels (1998).
Mungkin memang Guy Ritchie sudah kenyang dengan berbagai kritikan setelah The Man from U.N.C.L.E (2015) yang sama sekali tidak terlihat sentuhan ciri khasnya. Dalam King Arthur: Legend of the Sword, Guy Ritchie benar-benar gas pol seakan film ini adalah idealisme pribadinya. Tidak hanya scoring yang juga sangat khas, tetapi juga quick editing dan adegan bercerita yang sangat kocak. Yup, adegan di mana si karakter menceritakan kejadian yang dia alami namun dengan cara yang sangat kocak, ditampilkan dengan maksimal dalam film ini.
Pada akhirnya, jangan dulu berkecil hati melihat trailer-nya yang terkesan membosankan. Sebagai pengagum berat dan selalu mengikuti perkembangan film-filmnya Guy Ritchie, gue sangat puas dengan film terbarunya ini. Bukan saja menjadi pengalaman yang menyenangkan, tetapi King Arthur: Legend of the Sword seakan membongkar formula film-film abad pertengahan yang biasanya berat dan rumit. Apalagi dengan adaptasi kali ini yang sangat stylish, rasanya legenda lokal Raja Arthur seakan menjadi British superhero baru.
USA | 2016 | Action / Fantasy | 126 mins | Scope Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 8 Mei 2017 -
----------------------------------------------------------
- review film king arthur legend of the sword
- review king arthur legend of the sword
- king arthur legend of the sword movie review
- resensi film king arthur legend of the sword
- resensi king arthur legend of the sword
- ulasan king arthur legend of the sword
- ulasan film king arthur legend of the sword
- sinopsis film king arthur legend of the sword
- sinopsis king arthur legend of the sword
- cerita king arthur legend of the sword
- jalan cerita king arthur legend of the sword
Komentar
Posting Komentar