Istirahatlah Kata-kata
"Sebuah penghormatan yang puitis dan indah kepada sosok penyair terkenal yang hilang diculik pada tahun 1998"
Wiji Thukul adalah seorang penyair yang terkenal menyuarakan ketidakadilan pada penguasa. Pada kerusuhan 27 Juli 1996, dirinya dan beberapa aktivis lain dituduh bertanggung jawab dibalik pengerahan massa. Mau tidak mau, Wiji pun harus menghilang dan bersembunyi di Pontianak selama delapan bulan. Pada masa-masa ini, Wiji tetap aktif menulis sajak dan cerita pendek. Sementara istri dan dua anaknya tetap tinggal di Solo dengan pengawasan ketat dari intel. Ketika rezim Order Baru runtuh tahun 1998, sebulan setelahnya Wiji hilang diculik dan tidak diketahui keberadaannya hingga kini.
Dari sutradara dan penulis naskah Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya (2014), Yosep Anggi Noen, akhirnya tiba juga film tentang seorang aktivis yang lagi-lagi menjadi korban politik. Mungkin banyak orang tidak kenal sebelumnya siapa itu Wiji Thukul, sebagai salah satu dari belasan aktivis yang hilang diculik sebelum lengsernya Soeharto di bulan Mei 1998. Tetapi setidaknya lewat film yang terinspirasi dari masa hidupnya Wiji selama persembunyiannya di Pontianak ini, semakin banyak orang - terutama generasi baru - akan mengenal jasa penyair yang berkontribusi pada konstelasi politik Indonesia. Ya, kontribusi yang hanya lewat kata-kata, tetapi membuat dirinya dicari dan ditekan oleh rezim pemerintah pada kala itu. Untuk kemudian kata-kata tersebut (dipaksa) harus beristirahat.
Filmnya sendiri bertutur cerita seperti puisi, tanpa musikalitas yang pasti dan lebih banyak sunyi. Jalan ceritanya bergerak sangat lamban, penuh dengan adegan-adegan one take yang panjang dengan kamera yang statis. Luar biasanya, visualnya sungguh cantik dengan wide shot yang elegan.. Dalam adegan-adegan panjang tersebut meski kamera statis, tetapi dalam layar penuh dengan sudut-sudut indah. Belum lagi dengan rentetan dialog yang mengalun natural dari para pemerannya, meski wajahnya jauh dari kamera.
Istirahatlah Kata-kata jelas adalah sebuah penghormatan bagi masa hidup Wiji Thukul, bahkan hingga ke menjelang momen sebelum dia menghilang tahun 1998. Judul filmnya sendiri adalah judul dari puisi yang ditulis oleh Wiji tahun 1988 di Solo, di mana isi sajaknya sangat menggambarkan bagaimana kata-katanya harus istirahat - untuk kemudian bangkit kembali - dalam wujud audio visual di tahun 2017 ini. Sepanjang film, tidak lupa Yosep Anggi Noen membubuhi filmnya dengan puisi-puisi Wiji Thukul yang dinarasikan dengan suara dan intonasi yang menyayat hati oleh aktor utama Gunawan Maryanto.
Harus diakui, film tipikal seperti ini memang bukan untuk kebanyakan penonton. Lamban, sunyi, penuh dengan bahasa gambar yang memikat, terutama deretan adegan-adegan absurd yang tampak tidak berhubungan dengan cerita - meski sebenarnya berupa representasi situasi dan keadaan pada saat itu. Sebuah film yang menuntut penonton untuk ikut menyelami jalan cerita, terutama menyelami pemikiran dan perasaan seorang Wiji Thukul dalam menjalani pengasingan diri di Pontianak. Menurut gue, atmosfer filmnya sendiri seakan-akan dibuat untuk menggambarkan suasana pengasingan Wiji yang penuh dengan kesunyian di antara orang-orang yang tidak ia kenal ditambah paranoia intel dan aparat keamanan yang mencari dirinya.
Yang perlu disadari adalah Istirahatlah Kata-kata bukanlah sebuah film biografi untuk memperkenalkan siapa itu Wiji Thukul pada para penontonnya. Informasi mengenai sang tokoh dalam film ini sangat minim, hanya diantar lewat latar belakang cerita dalam bentuk tulisan di awal dan akhir film. Praktis film ini hanya fokus pada sepenggal kehidupan Wiji Thukul, yang kemudian diinterpretasikan sendiri oleh Yosep Anggi Noen sebagai penggalan kehidupan yang menjadi titik balik perlawanan terhadap penguasa penindas. Sebuah momen beristirahat dalam pengasingan, untuk kemudian berucap dalam tindakan yang tidak bisa lagi di tahan-tahan
Indonesia | 2016 | Arthouse / Drama | 97 menit | Flat Aspect Ratio 1.78 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 19 Januari 2017 -
----------------------------------------------------------
Wiji Thukul adalah seorang penyair yang terkenal menyuarakan ketidakadilan pada penguasa. Pada kerusuhan 27 Juli 1996, dirinya dan beberapa aktivis lain dituduh bertanggung jawab dibalik pengerahan massa. Mau tidak mau, Wiji pun harus menghilang dan bersembunyi di Pontianak selama delapan bulan. Pada masa-masa ini, Wiji tetap aktif menulis sajak dan cerita pendek. Sementara istri dan dua anaknya tetap tinggal di Solo dengan pengawasan ketat dari intel. Ketika rezim Order Baru runtuh tahun 1998, sebulan setelahnya Wiji hilang diculik dan tidak diketahui keberadaannya hingga kini.
Dari sutradara dan penulis naskah Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya (2014), Yosep Anggi Noen, akhirnya tiba juga film tentang seorang aktivis yang lagi-lagi menjadi korban politik. Mungkin banyak orang tidak kenal sebelumnya siapa itu Wiji Thukul, sebagai salah satu dari belasan aktivis yang hilang diculik sebelum lengsernya Soeharto di bulan Mei 1998. Tetapi setidaknya lewat film yang terinspirasi dari masa hidupnya Wiji selama persembunyiannya di Pontianak ini, semakin banyak orang - terutama generasi baru - akan mengenal jasa penyair yang berkontribusi pada konstelasi politik Indonesia. Ya, kontribusi yang hanya lewat kata-kata, tetapi membuat dirinya dicari dan ditekan oleh rezim pemerintah pada kala itu. Untuk kemudian kata-kata tersebut (dipaksa) harus beristirahat.
Filmnya sendiri bertutur cerita seperti puisi, tanpa musikalitas yang pasti dan lebih banyak sunyi. Jalan ceritanya bergerak sangat lamban, penuh dengan adegan-adegan one take yang panjang dengan kamera yang statis. Luar biasanya, visualnya sungguh cantik dengan wide shot yang elegan.. Dalam adegan-adegan panjang tersebut meski kamera statis, tetapi dalam layar penuh dengan sudut-sudut indah. Belum lagi dengan rentetan dialog yang mengalun natural dari para pemerannya, meski wajahnya jauh dari kamera.
Istirahatlah Kata-kata jelas adalah sebuah penghormatan bagi masa hidup Wiji Thukul, bahkan hingga ke menjelang momen sebelum dia menghilang tahun 1998. Judul filmnya sendiri adalah judul dari puisi yang ditulis oleh Wiji tahun 1988 di Solo, di mana isi sajaknya sangat menggambarkan bagaimana kata-katanya harus istirahat - untuk kemudian bangkit kembali - dalam wujud audio visual di tahun 2017 ini. Sepanjang film, tidak lupa Yosep Anggi Noen membubuhi filmnya dengan puisi-puisi Wiji Thukul yang dinarasikan dengan suara dan intonasi yang menyayat hati oleh aktor utama Gunawan Maryanto.
Harus diakui, film tipikal seperti ini memang bukan untuk kebanyakan penonton. Lamban, sunyi, penuh dengan bahasa gambar yang memikat, terutama deretan adegan-adegan absurd yang tampak tidak berhubungan dengan cerita - meski sebenarnya berupa representasi situasi dan keadaan pada saat itu. Sebuah film yang menuntut penonton untuk ikut menyelami jalan cerita, terutama menyelami pemikiran dan perasaan seorang Wiji Thukul dalam menjalani pengasingan diri di Pontianak. Menurut gue, atmosfer filmnya sendiri seakan-akan dibuat untuk menggambarkan suasana pengasingan Wiji yang penuh dengan kesunyian di antara orang-orang yang tidak ia kenal ditambah paranoia intel dan aparat keamanan yang mencari dirinya.
Yang perlu disadari adalah Istirahatlah Kata-kata bukanlah sebuah film biografi untuk memperkenalkan siapa itu Wiji Thukul pada para penontonnya. Informasi mengenai sang tokoh dalam film ini sangat minim, hanya diantar lewat latar belakang cerita dalam bentuk tulisan di awal dan akhir film. Praktis film ini hanya fokus pada sepenggal kehidupan Wiji Thukul, yang kemudian diinterpretasikan sendiri oleh Yosep Anggi Noen sebagai penggalan kehidupan yang menjadi titik balik perlawanan terhadap penguasa penindas. Sebuah momen beristirahat dalam pengasingan, untuk kemudian berucap dalam tindakan yang tidak bisa lagi di tahan-tahan
Indonesia | 2016 | Arthouse / Drama | 97 menit | Flat Aspect Ratio 1.78 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 19 Januari 2017 -
Puisi Istirahatlah Kata-kata oleh Wiji Thukul
istirahatlah kata-kata
jangan menyembur-nyembur
orang-orang bisu
kembalilah ke dalam rahim
segala tangis dan kebusukan
dalam sunyi yang mengiris
tempat orang-orang mengingkari
menahan ucapannya sendiri
tidurlah kata-kata
kita bangkit nanti
menghimpun tuntutan-tuntutan
yang miskin papa dan dihancurkan
nanti kita akan mengucapkan
bersama tindakan
bikin perhitungan
tak bisa lagi ditahan-tahan
solo, sorogenen
12 agustus 1988
----------------------------------------------------------
- review film istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- review istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul review
- resensi film istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- resensi istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- ulasan istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- ulasan film istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- sinopsis film istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- sinopsis istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- cerita istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
- jalan cerita istirahatlah kata kata-kata wiji widji thukul
mantap jiwa..
BalasHapus