Billy Lynn's Long Halftime Walk
"Drama perang tentang kontrasnya persepsi perang antara warga dengan prajurit, namun dibawakan selamban langkah kaki Billy Lynn"
Diangkat dari novel laris, Billy Lynn dan rekan-rekannya dari Bravo Squad diberi gelar pahlawan sejak berhasil dalam sebuah serangan di sebuah desa di Irak. Dalam tur kemenangan di negeri sendiri, mereka akan dihormati di jeda pertandingan futbal dalam rangka Thanksgiving Day bersama Destiny's Child. Namun ternyata segala puja-puji masyarakat AS terhadap mereka tidak dapat menutupi trauma dan stress yang mereka alami selama di Irak. Bahwa selama ini pandangan warga AS terhadap perang Irak sangat kontras dengan apa yang sebenarnya terjadi di medan perang.
Premisnya yang memang bukan hal baru, kisah fiksi ini fokus pada bagaimana para prajurit yang telah mengalami medan perang yang berat untuk kemudian dengan sulit beradaptasi pada kehidupan "normal" di kota besar. Apalagi ini sebuah perang modern dengan alasan yang hingga saat ini masih diperdebatkan. Yang menarik adalah lewat film ini gue jadi tahu bahwa ternyata pemerintah AS melakukan propaganda perang lewat televisi sebagai pembenaran terhadap invasi Irak. Propaganda ini yang kemudian membentuk persepsi masyarakat, dan sayangnya, tidak sesuai dengan persepsi para serdadu yang benar-benar berada di Irak.
Sesuai dengan judulnya, film ini memang menjual ironi dan kontras secara psikis dan mental. Namun sayang, penyutradaraan sekelas Ang Lee tidak didukung dengan naskah yang baik dan memikat. Gaya bertutur ceritanya terbilang sangat datar dan cenderung membosankan. Nyaris dua jam durasi film memang hanya fokus pada momen Billy menuju stadion hingga selesai acara, diselingi flashback momen serangan di sebuah desa di Irak tersebut. Sayangnya, setiap pergerakan plot tidak membuat gue begitu tertarik untuk mengikutinya - mungkin pararel dengan perasaan si pahlawan yang diminta hadir di berbagai kegiatan di stadion tersebut.
Mungkin ini sebabnya Ang Lee memutuskan untuk membungkus film ini dengan teknologi terbaru; 3D dengan kecepatan frame 120 fps (trilogi The Hobbit "hanya" 48 fps). Sebuah gimmick yang mungkin akan alasan orang-orang untuk menonton film ini di bioskop untuk dapat menikmati sensasi audio-visual yang maksimal. Sayangnya di Indonesia, film ini hanya dirilis dalam format yang normal (24 fps dan dua dimensi). Jadi ya mungkin film ini bisa juga dinikmati di layar kecil, tanpa mengeluarkan uang lebih.
USA / UK / China | 2016 | Drama / War | 110 mins | Flat Aspect Ratio 1.85 : 1
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 13 November 2016 -
----------------------------------------------------------
Search Keywords:
Diangkat dari novel laris, Billy Lynn dan rekan-rekannya dari Bravo Squad diberi gelar pahlawan sejak berhasil dalam sebuah serangan di sebuah desa di Irak. Dalam tur kemenangan di negeri sendiri, mereka akan dihormati di jeda pertandingan futbal dalam rangka Thanksgiving Day bersama Destiny's Child. Namun ternyata segala puja-puji masyarakat AS terhadap mereka tidak dapat menutupi trauma dan stress yang mereka alami selama di Irak. Bahwa selama ini pandangan warga AS terhadap perang Irak sangat kontras dengan apa yang sebenarnya terjadi di medan perang.
Premisnya yang memang bukan hal baru, kisah fiksi ini fokus pada bagaimana para prajurit yang telah mengalami medan perang yang berat untuk kemudian dengan sulit beradaptasi pada kehidupan "normal" di kota besar. Apalagi ini sebuah perang modern dengan alasan yang hingga saat ini masih diperdebatkan. Yang menarik adalah lewat film ini gue jadi tahu bahwa ternyata pemerintah AS melakukan propaganda perang lewat televisi sebagai pembenaran terhadap invasi Irak. Propaganda ini yang kemudian membentuk persepsi masyarakat, dan sayangnya, tidak sesuai dengan persepsi para serdadu yang benar-benar berada di Irak.
Sesuai dengan judulnya, film ini memang menjual ironi dan kontras secara psikis dan mental. Namun sayang, penyutradaraan sekelas Ang Lee tidak didukung dengan naskah yang baik dan memikat. Gaya bertutur ceritanya terbilang sangat datar dan cenderung membosankan. Nyaris dua jam durasi film memang hanya fokus pada momen Billy menuju stadion hingga selesai acara, diselingi flashback momen serangan di sebuah desa di Irak tersebut. Sayangnya, setiap pergerakan plot tidak membuat gue begitu tertarik untuk mengikutinya - mungkin pararel dengan perasaan si pahlawan yang diminta hadir di berbagai kegiatan di stadion tersebut.
Mungkin ini sebabnya Ang Lee memutuskan untuk membungkus film ini dengan teknologi terbaru; 3D dengan kecepatan frame 120 fps (trilogi The Hobbit "hanya" 48 fps). Sebuah gimmick yang mungkin akan alasan orang-orang untuk menonton film ini di bioskop untuk dapat menikmati sensasi audio-visual yang maksimal. Sayangnya di Indonesia, film ini hanya dirilis dalam format yang normal (24 fps dan dua dimensi). Jadi ya mungkin film ini bisa juga dinikmati di layar kecil, tanpa mengeluarkan uang lebih.
USA / UK / China | 2016 | Drama / War | 110 mins | Flat Aspect Ratio 1.85 : 1
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 13 November 2016 -
----------------------------------------------------------
Search Keywords:
- review film billy lynn long halftime walk
- review billy lynn long halftime walk
- billy lynn long halftime walk review
- resensi film billy lynn long halftime walk
- resensi billy lynn long halftime walk
- ulasan billy lynn long halftime walk
- ulasan film billy lynn long halftime walk
- sinopsis film billy lynn long halftime walk
- sinopsis billy lynn long halftime walk
- cerita billy lynn long halftime walk
- jalan cerita billy lynn long halftime walk
Komentar
Posting Komentar