Cloud Atlas
"Film dengan enam cerita yang saling berkaitan satu dengan yang lain, bagaikan lukisan mosaik yang megah, menjadi sebuah tontonan cerdas dan brilian yang merangsang pikiran serta menggerakkan perasaan"
Di mata alam semesta yang maha luas, manusia memang hanyalah setitik debu saja. Mungkin bagai tetesan air di tengah samudra. Tetapi bukankah samudera itu terdiri dari tetesan-tetesan air? Seberapapun kecil seorang individu di mata alam semesta, apakah ia memiliki kontribusi penting bagi dunia? Sebuah kontribusi, seakan efek riak air yang terus menyebar luas, melewati ruang dan waktu? Abstrak memang, tetapi penulis novel David Mitchell mencoba merangkum hal-hal abstrak tadi ke dalam cerita-cerita yang lebih kontekstual. Cerita-cerita yang menggambarkan kisah manusia dalam memperjuangkan kebebasan, harapan, dan cinta. Cerita-cerita yang berlatar enam masa yang jauh berbeda, mulai dari tahun 1849 hingga tahun 2321. Cerita-cerita yang membuat duo pembuat The Matrix Trilogy, The Wachowski Brothers, dan pembuat Run Lola Run (1998), Tom Tyker, tertarik untuk memvisualisasikannya dalam media film. Sebuah novel yang mungkin agak mustahil untuk diadaptasi dalam bentuk audio visual, yang pada akhirnya menjadi sebuah tontonan yang thought-provoking dan eye-catching visuals; Cloud Atlas.
Dimulai dengan opening sequence sebagai intro yang sempurna dan mengagumkan, Cloud Atlas mengeksplorasi bagaimana tindakan seorang individu dapat mempengaruhi individu lain, bahkan untuk di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Enam cerita yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain dalam masa waktu 500 tahun, dan dengan genre yang berbeda-beda; mulai dari drama, misteri, romansa, hingga komedi yang bercerita tentang bagaimana jiwa seseorang dapat berubah atau bahkan berjalan konstan dari satu masa ke masa lain.
Keenam cerita itu, berurutan secara waktu adalah:
"The Pacific Journal of Adam Ewing", 1849
Di Pasifik Selatan, seorang pengacara, Adam Ewing (Jim Sturgess), berlayar di Samudera Pasifik untuk melakukan bisnis perbudakan. Selama perjalanan di kapal, Ewing bertemu dengan seorang budak yang dibebaskannya, Autua (David Gyasi), dan seorang dokter yang merawat penyakitnya, Dr Henry Goose (Tom Hanks).
"Letters from Zedelghem", 1936
Di Edinburgh, Robert Frobisher (Ben Whishaw) seorang komposer muda berbakat menjadi juru tulis komposer terkenal Vyvyan Ayrs (Jim Broadbent), sembari menulis komposisi masterpiece-nya, Cloud Atlas Sextet. Selama dirinya tinggal bersama Ayrs, Frobisher menulis surat-surat untuk kekasihnya, Rufus Sixsmith (James D'Arcy).
"Half Lives: The First Luisa Rey Mystery", 1973
Di San Fransisco, seorang jurnalis Luisa Rey (Halle Berry) bertemu dengan Rufus Sixsmith di masa tuanya, seorang ilmuwan yang memiliki info rahasia tentang skandal pembangkit listrik tenaga nuklir. Dibantu oleh salah seorang staff pembangkit listrik Isaac Sachs (Tom Hanks) dan Napier (Keith David), Luisa harus mengungkap skandal tersebut sembari menyelamatkan diri dari seorang pembunuh bayaran (Hugo Weaving).
"The Ghastly Ordeal of Timothy Cavendish", 2012
Di Inggris, seorang penulis buku di penghujung masa pensiunnya, Timothy Cavendish (Jim Broadbent), harus berjuang untuk keluar dari panti jompo yang seketat penjara.
"An Orison of Sonmi-451", 2144
Neo Seoul, sebuah kota yang dahulu bernama Seoul, memiliki teknologi clone yang disebut dengan fabricants yang berguna untuk menggantikan manusia sebagai pekerja jasa, khususnya pelayan restoran. Seorang fabricant, Sonmi-451, berjuang untuk menceritakan tentang kebenaran dan hak-hak para fabricant akan kebebasan dan kemerdekaan, dengan dibantu oleh seorang anggota revolusi pemberontakan, Hae-Joo Chang (Jim Sturgess).
"Sloosha's Crossin' an' Ev'rythin' After", 2321
Di Hawaii, setelah peristiwa apocalyptic "The Fall" yang menjadikan kehidupan manusia kembali ke jaman purba, seorang penggembala, Zachry, berusaha untuk bertahan hidup di tengah kerasnya alam dan ancaman tanpa henti dari kaum kanibal. Dihantui oleh figur setan Old Georgie (Hugo Weaving), Zachry yang tidak memiliki harapan dan sinis bertemu dengan Meronym (Halle Berry), seorang manusia dari peradaban yang lebih maju, yang membutuhkan bantuan untuk menyelamatkan kaumnya.
Di dalam novel yang diterbitkan tahun 2004, keenam cerita ini diceritakan secara berurutan namun hanya setengah awal cerita aja, untuk kemudian diceritakan setengah akhir dari cerita namun dengan urutan terbalik (1-2-3-4-5-6-6-5-4-3-2-1). Namun para sutradara film ini memiliki cara yang berbeda yang lebih mungkin untuk dijadikan sebuah film dengan durasi 172 menit; memotong-motong keenam cerita ini dalam banyak potongan, kemudian mencampur-adukkan ke semua itu dalam sebuah narasi panjang, bagaikan lukisan mosaik besar. Sebuah langkah yang brilian, yang dapat merangkum esensi dari seluruh cerita tersebut, dan membuat penonton lebih mudah menangkap signifikansi dan keterhubungan dari keenam cerita tersebut. Narasi dari setiap segmen cerita pun disusun sedemikan rupa sehingga menjadi narasi sempurna yang pararel antara satu segmen dengan yang lainnya; dimulai dengan prolog, konflik, klimaks, anti-klimaks, dan epilog. Hasilnya? Cloud Atlas merupakan tontonan yang jauh dari membosankan, tidak terduga hingga ke menit-menit akhir, dan tidak begitu sulit untuk mengikutinya asal para penonton "menyerah" dengan gaya storytelling yang ada di layar.
Demi efisiensi biaya dan waktu, para sutradara pun membagi tugas penyutradaraan dengan Andy dan Lana Wachowski menyutradarai segmen cerita 1849, 2144, dan 2321 sementara Tom Tykwer menyutradarai segmen cerita 1936, 1973, dan 2012. Dengan kesamaan konsep dan interpretasi ini, pembagian tugas ini ternyata tidak melemahkan atau menguatkan satu segmen cerita dari yang lainnya. Hasilnya memang setiap segmen cerita sangat mampu untuk berdiri sendiri sebagai sebuah film tunggal, lengkap dengan premis dan konflik yang jelas plus makna yang dapat dibawa pulang oleh penonton. Namun ketika dipadukan dengan segmen cerita yang lainnya, tema besar pun dapat terlihat dengan jelas dan dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda - jika para penonton tidak lelah untuk terus menggali, atau menontonnya berulang kali. Bagaikan suatu lukisan photomosaic yang jika dilihat dengan jarak dekat akan tampak hal yang berbeda dengan dilihat dari jauh.
Banyak simbolisasi yang selalu muncul di enam cerita ini, sebagai sebuah instrumen pembantu bagi penonton untuk menarik benang merah dari satu cerita ke cerita lain. Salah satunya yang paling jelas adalah tanda lahir berupa komet yang ada di bagian tubuh yang berbeda dari keenam karakter protagonis di masing-masing cerita. Jika David Mitchell menggunakan tanda lahir ini sebagai tanda "visual" bagi pembaca bahwa karakter protagonis di enam cerita ini adalah jiwa yang sama yang mengalami perjalanan jiwa dari masa ke masa, maka para sutradara dan penulis naskah film ini memiliki interpretasi yang berbeda. Dalam film, tanda lahir berupa komet ini berarti bahwa karakter tersebut akan atau telah melakukan suatu tindakan yang memiliki efek terhadap karakter lain di masa yang lain.
Sementara ide perjalanan jiwa seseorang dalam periode 500 tahun ini digambarkan dengan penggunaan aktor-aktris yang sama di keenam cerita, yang menghidupi tubuh dan karakter yang berbeda-beda, baik beda usia, beda ras, bahkan beda jenis kelamin. Reinkarnasi dan hukum karma? Yes it is. Tapi luar biasanya, kata tersebut sama sekali tidak disebutkan baik dalam novel maupun film, dan disubstitusi oleh konsep deja vu. Seperti bagaimana Luisa Rey yang sepertinya pernah mendengar melodi Cloud Atlas Sextet meskipun dalam masa hidupnya sebagai Luisa Rey baru pertama kali itu mendengar lagu tersebut, sedangkan di kehidupan sebelumnya dirinya adalah istri dari Vyvyan Ayrs yang setiap malam mendengar Frobischer menciptakan lagu tersebut.
Lalu pesan apa yang sebenarnya hendak disampaikan oleh David Mitchell maupun Wachowski Brothers dan Tom Tykwer? Pernahkah anda memandangi langit beserta untaian-untaian awan yang menggantung? Mungkin ada orang lain yang iseng menunjuk ke arah satu untaian awan dan mengatakan bahwa untaian awan itu berbentuk seperti gajah. Sedangkan menurut anda sendiri, untaian awan itu tidak berbentuk seperti gajah melainkan seperti kelinci. Memaksakan interpretasi pribadi kepada orang lain yang telah memiliki interpretasi tersendiri yang berbeda memang sebuah hal yang pointless. Namun saya hendak berbagi interpretasi pribadi saya, yang mungkin interpretasi ini akan jauh lebih megah jika dibiarkan dalam ranah ide yang merasuk ke dalam jiwa. Namun untuk mengekspresikannya, walaupun dengan resiko akan terlihat kerdil dan over-simplified, memang tidak ada jalan lain untuk membaginya selain lewat simbol kata-kata.
Menurut saya, pesan dari film ini sangat jelas diungkapkan oleh Sonmi-451 dalam siaran terakhir-nya kepada dunia, dan juga oleh Dr. Isaac Saachs saat memandangi langit sore bersama Luisa Rey, dan bahkan oleh perkataan Adam Ewing kepada ayah mertuanya di akhir film. Setiap tindakan dari kita, sekecil apapun, pasti memiliki implikasi atau efek kepada orang lain, bagaikan riak air. Lewat enam cerita di enam masa waktu yang berbeda, riak air itu pun bergerak melintasi ruang dan waktu. Setiap tindakan yang merupakan buah pikiran dan perasaan tersebut, seakan-akan ditangkap oleh alam semesta, untuk kemudian dipantulkan kembali ke manusia, di masa waktu yang berbeda. Siapa yang menyangka jurnal yang ditulis oleh Adam Ewing puluhan tahun lalu kemudian menginspirasi Robert Frobischer untuk menyelesaikan Cloud Atlas Sextet dan menulis surat-surat cintanya kepada Rufus Sixsmith. Kemudian siapa yang menyangka surat-surat Frobischer tersebut dibaca oleh jurnalis Luisa Rey dan menginspirasi dirinya untuk terus mengungkapkan kebenaran? Siapa yang menyangka pula cerita manuskrip Luisa Rey dalam mengungkap skandal reaktor nuklir dibaca dan menginspirasi Timothy Cavendish puluhan tahun setelahnya? Siapa sangka juga, kisah perjuangan Cavendish untuk kabur dari panti jompo kemudian difilmkan dan menginspirasi fabricant Sonmi-451 untuk menyuarakan kebebasan dan kemerdekaan para fabricants, dan terlebih lagi kebebasan secara eksistensialisme bagi umat manusia?
Ketika setiap tindakan kita ternyata memiliki reaksi berantai tanpa batas, tentunya ini menjadi batasan tersendiri tentang bagaimana kita mesti hidup di dunia. Dalam sebuah konsep reinkarnasi dan hukum karma, setiap tindakan yang kita lakukan di kehidupan sebelumnya akan sedikit banyak menentukan karakter atau individu seperti apa di kehidupan kita setelahnya. Sebuah perjalanan jiwa pun menjadi tampak, dari bagaimana seorang dokter jahat yang meracuni pengacara di tengah samudera Pasifik, dapat menjadi pahlawan bagi umat manusia dengan membantu orang lain di kehidupan ratusan tahun setelahnya. Atau perjalanan jiwa seorang ayah mertua yang mendukung perbudakan, kemudian menjadi seorang pembunuh bayaran, hingga mencapai titik degradasi terendah dalam standar manusia; hanya menjadi sebuah idea dalam bentuk figur setan yang hanya ada dalam kepala seorang individu.
Ada satu benang merah yang sangat menarik untuk saya bahas disini. Benang merah ini sangat jelas terlihat di keenam segmen cerita ini, baik secara eksplisit maupun implisit. Benang merah ini adalah suatu hasrat terpendam atau suatu longing yang ada dalam setiap protagonis, dan ternyata hasrat ini terus hidup tidak lekang oleh waktu. Benang merah ini yang menjadi motivasi dasar para individu ini dalam melakukan berbagai tindakan dan setiap pengambilan keputusan. Benang merah ini adalah freedom, kebebasan, dan kemerdekaan dari apapun itu yang membelenggu setiap individu. Mulai dari kebebasan terhadap pembelengguan hak asasi manusia, hingga kebebasan terhadap diri sendiri untuk menentukan tindakannya (free will). Adam Ewing yang ingin bebas dari bisnis perbudakan ayah mertuanya (dimana perbudakan itu sendiri adalah pengekangan terhadap kebebasan manusia), Robert Frobisher yang mencoba lepas dari bayangan Vyvyan Ayrs apalagi terhadap Cloud Atlas Sextet-nya, Luisa Rey yang ingin menguak kebenaran tentang skandal reaktor nuklir, Timothy Cavendish yang dengan jelas ingin keluar dari panti jompo yang bagaikan penjara, Sonmi-451 yang berusaha menciptakan revolusi terhadap sistem fabricant yang bisa dibilang sebagai "perbudakan baru", dan ditutup oleh Zachry yang ingin bebas dari dirinya sendiri yang dikuasai oleh sinisme dari figur Old Georgie.
Ada yang ingin menambahkan interpretasi lain selain dari yang saya tuliskan? Saya tunggu di kolom komentar dibawah :D
Nominated for Best Original Score, Golden Globe, 2013.
Germany | 2012 | Drama / Sci-Fi / Adventure | 172 min | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
10 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 3 April 2013 -
NB:
Cloud Atlas Sextet composed by Tom Tykwer, Johnny Klimek & Reinhold Heil is a beauty piece of art (listen here)
BONUS:
Infographic perjalanan jiwa para karakter (sumber: Cinemablend)
Di mata alam semesta yang maha luas, manusia memang hanyalah setitik debu saja. Mungkin bagai tetesan air di tengah samudra. Tetapi bukankah samudera itu terdiri dari tetesan-tetesan air? Seberapapun kecil seorang individu di mata alam semesta, apakah ia memiliki kontribusi penting bagi dunia? Sebuah kontribusi, seakan efek riak air yang terus menyebar luas, melewati ruang dan waktu? Abstrak memang, tetapi penulis novel David Mitchell mencoba merangkum hal-hal abstrak tadi ke dalam cerita-cerita yang lebih kontekstual. Cerita-cerita yang menggambarkan kisah manusia dalam memperjuangkan kebebasan, harapan, dan cinta. Cerita-cerita yang berlatar enam masa yang jauh berbeda, mulai dari tahun 1849 hingga tahun 2321. Cerita-cerita yang membuat duo pembuat The Matrix Trilogy, The Wachowski Brothers, dan pembuat Run Lola Run (1998), Tom Tyker, tertarik untuk memvisualisasikannya dalam media film. Sebuah novel yang mungkin agak mustahil untuk diadaptasi dalam bentuk audio visual, yang pada akhirnya menjadi sebuah tontonan yang thought-provoking dan eye-catching visuals; Cloud Atlas.
Dimulai dengan opening sequence sebagai intro yang sempurna dan mengagumkan, Cloud Atlas mengeksplorasi bagaimana tindakan seorang individu dapat mempengaruhi individu lain, bahkan untuk di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Enam cerita yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain dalam masa waktu 500 tahun, dan dengan genre yang berbeda-beda; mulai dari drama, misteri, romansa, hingga komedi yang bercerita tentang bagaimana jiwa seseorang dapat berubah atau bahkan berjalan konstan dari satu masa ke masa lain.
Keenam cerita itu, berurutan secara waktu adalah:
Sumber: Rottentomatoes |
"The Pacific Journal of Adam Ewing", 1849
Di Pasifik Selatan, seorang pengacara, Adam Ewing (Jim Sturgess), berlayar di Samudera Pasifik untuk melakukan bisnis perbudakan. Selama perjalanan di kapal, Ewing bertemu dengan seorang budak yang dibebaskannya, Autua (David Gyasi), dan seorang dokter yang merawat penyakitnya, Dr Henry Goose (Tom Hanks).
Sumber: Rottentomatoes |
"Letters from Zedelghem", 1936
Di Edinburgh, Robert Frobisher (Ben Whishaw) seorang komposer muda berbakat menjadi juru tulis komposer terkenal Vyvyan Ayrs (Jim Broadbent), sembari menulis komposisi masterpiece-nya, Cloud Atlas Sextet. Selama dirinya tinggal bersama Ayrs, Frobisher menulis surat-surat untuk kekasihnya, Rufus Sixsmith (James D'Arcy).
Sumber: Rottentomatoes |
"Half Lives: The First Luisa Rey Mystery", 1973
Di San Fransisco, seorang jurnalis Luisa Rey (Halle Berry) bertemu dengan Rufus Sixsmith di masa tuanya, seorang ilmuwan yang memiliki info rahasia tentang skandal pembangkit listrik tenaga nuklir. Dibantu oleh salah seorang staff pembangkit listrik Isaac Sachs (Tom Hanks) dan Napier (Keith David), Luisa harus mengungkap skandal tersebut sembari menyelamatkan diri dari seorang pembunuh bayaran (Hugo Weaving).
Sumber: Rottentomatoes |
"The Ghastly Ordeal of Timothy Cavendish", 2012
Di Inggris, seorang penulis buku di penghujung masa pensiunnya, Timothy Cavendish (Jim Broadbent), harus berjuang untuk keluar dari panti jompo yang seketat penjara.
Sumber: Rottentomatoes |
"An Orison of Sonmi-451", 2144
Neo Seoul, sebuah kota yang dahulu bernama Seoul, memiliki teknologi clone yang disebut dengan fabricants yang berguna untuk menggantikan manusia sebagai pekerja jasa, khususnya pelayan restoran. Seorang fabricant, Sonmi-451, berjuang untuk menceritakan tentang kebenaran dan hak-hak para fabricant akan kebebasan dan kemerdekaan, dengan dibantu oleh seorang anggota revolusi pemberontakan, Hae-Joo Chang (Jim Sturgess).
Sumber: Rottentomatoes |
"Sloosha's Crossin' an' Ev'rythin' After", 2321
Di Hawaii, setelah peristiwa apocalyptic "The Fall" yang menjadikan kehidupan manusia kembali ke jaman purba, seorang penggembala, Zachry, berusaha untuk bertahan hidup di tengah kerasnya alam dan ancaman tanpa henti dari kaum kanibal. Dihantui oleh figur setan Old Georgie (Hugo Weaving), Zachry yang tidak memiliki harapan dan sinis bertemu dengan Meronym (Halle Berry), seorang manusia dari peradaban yang lebih maju, yang membutuhkan bantuan untuk menyelamatkan kaumnya.
"And for what, for what, no matter what you do it will never amount to anything more than a single drop in a limitless ocean / What is an ocean but a multitude of drops?"
Di dalam novel yang diterbitkan tahun 2004, keenam cerita ini diceritakan secara berurutan namun hanya setengah awal cerita aja, untuk kemudian diceritakan setengah akhir dari cerita namun dengan urutan terbalik (1-2-3-4-5-6-6-5-4-3-2-1). Namun para sutradara film ini memiliki cara yang berbeda yang lebih mungkin untuk dijadikan sebuah film dengan durasi 172 menit; memotong-motong keenam cerita ini dalam banyak potongan, kemudian mencampur-adukkan ke semua itu dalam sebuah narasi panjang, bagaikan lukisan mosaik besar. Sebuah langkah yang brilian, yang dapat merangkum esensi dari seluruh cerita tersebut, dan membuat penonton lebih mudah menangkap signifikansi dan keterhubungan dari keenam cerita tersebut. Narasi dari setiap segmen cerita pun disusun sedemikan rupa sehingga menjadi narasi sempurna yang pararel antara satu segmen dengan yang lainnya; dimulai dengan prolog, konflik, klimaks, anti-klimaks, dan epilog. Hasilnya? Cloud Atlas merupakan tontonan yang jauh dari membosankan, tidak terduga hingga ke menit-menit akhir, dan tidak begitu sulit untuk mengikutinya asal para penonton "menyerah" dengan gaya storytelling yang ada di layar.
Demi efisiensi biaya dan waktu, para sutradara pun membagi tugas penyutradaraan dengan Andy dan Lana Wachowski menyutradarai segmen cerita 1849, 2144, dan 2321 sementara Tom Tykwer menyutradarai segmen cerita 1936, 1973, dan 2012. Dengan kesamaan konsep dan interpretasi ini, pembagian tugas ini ternyata tidak melemahkan atau menguatkan satu segmen cerita dari yang lainnya. Hasilnya memang setiap segmen cerita sangat mampu untuk berdiri sendiri sebagai sebuah film tunggal, lengkap dengan premis dan konflik yang jelas plus makna yang dapat dibawa pulang oleh penonton. Namun ketika dipadukan dengan segmen cerita yang lainnya, tema besar pun dapat terlihat dengan jelas dan dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda - jika para penonton tidak lelah untuk terus menggali, atau menontonnya berulang kali. Bagaikan suatu lukisan photomosaic yang jika dilihat dengan jarak dekat akan tampak hal yang berbeda dengan dilihat dari jauh.
Sumber: Rottentomatoes |
Sementara ide perjalanan jiwa seseorang dalam periode 500 tahun ini digambarkan dengan penggunaan aktor-aktris yang sama di keenam cerita, yang menghidupi tubuh dan karakter yang berbeda-beda, baik beda usia, beda ras, bahkan beda jenis kelamin. Reinkarnasi dan hukum karma? Yes it is. Tapi luar biasanya, kata tersebut sama sekali tidak disebutkan baik dalam novel maupun film, dan disubstitusi oleh konsep deja vu. Seperti bagaimana Luisa Rey yang sepertinya pernah mendengar melodi Cloud Atlas Sextet meskipun dalam masa hidupnya sebagai Luisa Rey baru pertama kali itu mendengar lagu tersebut, sedangkan di kehidupan sebelumnya dirinya adalah istri dari Vyvyan Ayrs yang setiap malam mendengar Frobischer menciptakan lagu tersebut.
Sumber: Rottentomatoes |
Ada satu benang merah yang sangat menarik untuk saya bahas disini. Benang merah ini sangat jelas terlihat di keenam segmen cerita ini, baik secara eksplisit maupun implisit. Benang merah ini adalah suatu hasrat terpendam atau suatu longing yang ada dalam setiap protagonis, dan ternyata hasrat ini terus hidup tidak lekang oleh waktu. Benang merah ini yang menjadi motivasi dasar para individu ini dalam melakukan berbagai tindakan dan setiap pengambilan keputusan. Benang merah ini adalah freedom, kebebasan, dan kemerdekaan dari apapun itu yang membelenggu setiap individu. Mulai dari kebebasan terhadap pembelengguan hak asasi manusia, hingga kebebasan terhadap diri sendiri untuk menentukan tindakannya (free will). Adam Ewing yang ingin bebas dari bisnis perbudakan ayah mertuanya (dimana perbudakan itu sendiri adalah pengekangan terhadap kebebasan manusia), Robert Frobisher yang mencoba lepas dari bayangan Vyvyan Ayrs apalagi terhadap Cloud Atlas Sextet-nya, Luisa Rey yang ingin menguak kebenaran tentang skandal reaktor nuklir, Timothy Cavendish yang dengan jelas ingin keluar dari panti jompo yang bagaikan penjara, Sonmi-451 yang berusaha menciptakan revolusi terhadap sistem fabricant yang bisa dibilang sebagai "perbudakan baru", dan ditutup oleh Zachry yang ingin bebas dari dirinya sendiri yang dikuasai oleh sinisme dari figur Old Georgie.
Ada yang ingin menambahkan interpretasi lain selain dari yang saya tuliskan? Saya tunggu di kolom komentar dibawah :D
"Our lives are not our own. From womb to tomb, we are bound to others. Past and present. And by each crime and every kindness, we birth our future. Fear, belief, love phenomena that determined the course of our lives. These forces begin long before we are born and continue after we perish."
Nominated for Best Original Score, Golden Globe, 2013.
Germany | 2012 | Drama / Sci-Fi / Adventure | 172 min | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
10 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 3 April 2013 -
NB:
Cloud Atlas Sextet composed by Tom Tykwer, Johnny Klimek & Reinhold Heil is a beauty piece of art (listen here)
BONUS:
Infographic perjalanan jiwa para karakter (sumber: Cinemablend)
tuh beda pengulas beda pula interpretasinya.film ini penuh detil besar dan detil kecil yang mungkin kalau dibahas semua bisa dibikin buku =D
BalasHapusSalah satu yang mungkin menarik gue tuh perjalanan hubungan Tom Hanks dan Halle Berry, yang butuh ratusan tahun dan berulang kali "reinkarnasi" buat akhirnya bersatu *eh spoiler gak yah nih? =P*
Film keren, dan ulasannya mas Timo juga apik.
wah menarik nih. bisa banget sih interpretasi dari sudut pandang romansa begitu. beda pengulas beda interpretasi, ciyeeee yang interpretasinya tentang cinta *uhuy* ;p
Hapus