Is Love Enough? Sir - Review


Oh my God film ini gemes pake banget! Gue nontonnya sih mesem-mesem terus dari awal sampai akhir! Sir itu udah lama ada di My List gue dan nunggu waktu yang tepat buat nonton karena kayaknya butuh mood yang bagus. Dari trailer keliatan kaya film arthouse gitu kan soalnya, tapi ternyata gue salah besar! Film ini ringan seringan-ringannya, light-hearted dan heart-warming. Film ini tuh kisah cinta beda kelas sosial, jadi kaya versi romansanya The White Tiger.

Ratna datang dari desa untuk jadi ART di apartemennya Ashwin, arsitek sukses yang baru aja membatalkan pernikahannya karena tunangannya selingkuh. Sedangkan Ratna baru aja kehilangan suaminya karena meninggal, dan menjadi janda di usia 19 tahun di pedesaan India artinya hidupnya selesai. Tapi Ratna nggak mau nyerah makanya dia datang ke kota dengan maksud sambil belajar jahit demi jadi fashion designer. Sehari-hari diurusin Ratna, Ashwin malah jadi jatuh cinta. Tapi beda kelas sosial yang jomplang di antara mereka berdua membuat situasi jadi rumit.


Pada dasarnya gue memang selalu suka dengan kisah-kisah marginal apalagi dibenturkan dengan kelas sosial yang berbeda jauh. Sebenarnya kalau tipikal seperti itu dengan balutan romansa sih sudah banyak digambarkan oleh sinetron Indonesia ya. Tapi berhubung ini dengan latar India yang kultur dan budayanya "lebih kejam" dibandingkan Indonesia, ditambah eksekusi film ala Eropa yang minim dialog dan banyak bahasa gambar menjadikan film Sir jadi sangat - sangat - menarik. Pedih memang melihat bagaimana orang-orang desa di India yang susah banget punya kesempatan yang sama dengan orang-orang kota, apalagi sebenarnya mereka punya bakat yang nggak kalah.

Kita bisa sama-sama lihat gimana sebenernya Ratna dan Ashwin sama-sama saling tertarik, tapi terlalu ragu dan takut dengan perbedaan kelas dan statusnya. Seperti ketika mereka saling nggak sengaja bertemu muka dan tatap-tatapan itu awkward banget tapi kok gue jadi ikutan awkward dan geli sendiri. Apalagi salah satu dari mereka buang muka tapi senyum, eeeeh nular tuh ya gue jadi mesem-mesem sendiri. Lalu ketika akhirnya mereka yang pegangan tangan, ya ampun Tuhan gue jadi beneran deg-degan dan ngacak-ngacak rambut.


Kaum bucin kayaknya bakal begajulan deh ya kalau nonton ini. Sepanjang film kaya kita akan semangat ngedukung mereka berdua biar jadian aja gitu. Apalagi gue yang selalu percaya kalau agama, ras, kelas sosial, dan status sosial itu kan cuma atribut! Yang penting cinta nggak sihhh?? Saling sayang saling percaya bukannya udah cukup yaaaa?? Tapi ya sesuai pengalaman pribadi juga, ternyata memang nggak cukup ya apalagi kalau kita masih tinggal di Asia dengan budaya kolektif yang kuat. Dua individu tapi ada sekian banyak orang di sekitarnya yang sekuat apapun kita coba melepaskan diri tapi tetap aja akar susah dicabut. LAH KOK GUE JADI CURHAT.

Anyway kayaknya ini adalah film India yang kerja sama dengan rumah produksi Perancis kedua yang gue tonton (dan suka setengah mati) setelah Lunchbox (2013)-nya Irfan Khan. Makanya nggak heran looks-nya Eropa banget; banyak bahasa gambar tanpa dialog tanpa scoring. Penonton dipaksa untuk memahami pikiran dan perasaan karakter yang ada di layar lewat rautmuka dan sorot mata. Sama kaya Ashwin yang peka kalau Ratna lagi bad mood karena nggak bisa les jahit, ciyeeeee. Duh pokoknya nonton film Sir bakal mengembalikan - atau bahkan menguatkan - jiwa kebucinan lo.






- ditonton di Netflix -
----------------------------------------------------------
review film Is Love Enough? Sir 
review Is Love Enough? Sir 
Is Love Enough? Sir  movie review
Is Love Enough? Sir  film review
resensi film Is Love Enough? Sir 
resensi Is Love Enough? Sir 
ulasan Is Love Enough? Sir 
ulasan film Is Love Enough? Sir 
sinopsis film Is Love Enough? Sir 
sinopsis Is Love Enough? Sir 
cerita Is Love Enough? Sir 
jalan cerita Is Love Enough? Sir 

Komentar