Sin City: A Dame to Kill for
"Diberkahi dengan visual yang mengagumkan, tapi konten noir yang tidak sekuat pendahulunya"
Di kota Basin, atau yang dikenal dengan Sin City, dipenuhi berbagai tindakan kriminal. Beberapa merupakan tindakan balas dendam, atau terpaksa melakukan balas dendam. Diadaptasi langsung dari novel grafis karya sutradara/penulis naskah Frank Miller, Sin City: A Dame to Kill for menceritakan 5 kisah berbeda namun saling bertautan antara satu dengan yang lainnya. Kisah Marv sebagai karakter paling kuat dan bertindak sebagai pelindung Nancy, seorang penari klub malam. Kisah Johnny yang ahli berjudi yang mencoba mengalahkan Senator Roark lewat permainan poker, serta Dwight McCarthy yang terbakar balas dendam atas kejadian masa lalu.
Sembilan tahun sejak Sin City (2005) mengguncang dunia perfilman dengan gaya bercerita serta teknik visualisasi yang orisinil dan sangat unik. Sekuelnya pun masih menggunakan konsep yang sama, namun berkali-kali lipat lebih canggih sesuai dengan perkembangan jaman. Dominasi warna masih hitam putih sesuai dengan atmosfer noir yang dibawakan oleh film serta novel grafisnya. Namun permainan warna dengan memberikan penekanan khusus pada beberapa bagian tubuh atau aksesoris jelas mempercantik visual yang ada. Setiap adegan aksi yang ada pun tetap dibawakan dengan stylish, yang seakan-akan kita sedang menonton sebuah novel grafis yang dapat bergerak.
Tidak ada guest director Quentin Tarantino kali ini, namun deretan cast dan cameo yang dihadirkan jelas cukup menarik. Penonton tidak hanya akan melewat cameo paling random yang menampilkan Lady Gaga, tetapi juga akan dihibur oleh banyaknya adegan topless (dan full frontal) dari si cantik Eva Green yang tampaknya tidak afdol jika berakting tanpa beradegan nude. Yes, adegan ini lolos sensor dari LSF Indonesia karena memang adegan ini bisa dibilang menjadi kunci penting bagi keseluruhan plot film.
A Dame to Kill for memang dibuat untuk menjawab kehausan para fans yang telah lama menantikan kelanjutan dari Sin City yang sukses mengikat hati para fans Frank Miller. Tapi memang sepertinya film ini hanya kuat di segi eye candy. Keunggulan dan kecantikan visualnya memang tiada tara, seakan sebuah film yang belum pernah anda saksikan sebelumnya. Namun sayang, secara konten cukup lemah jika dibandingkan dengan pendahulunya. Dari kompleksitas cerita, kedalaman karakter, hingga kekuatan atmosfer noir cenderung lemah dan seakan dianak-tirikan dibandingkan dengan kekuatan efek visualnya.
Akhir kata, A Dame to Kill for jelas merupakan sebuah film stylish crime yang sangat menghibur. Tapi sekuel ini hanya sampai pada titik itu saja, tanpa mampu menyaingi pendahulunya yang cukup fenomenal itu.
USA | 2014 | Crime / Fantasy | 102 min | Aspect Ratio 1.85 : 1
Rating?
7 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 5 September 2014 -
Di kota Basin, atau yang dikenal dengan Sin City, dipenuhi berbagai tindakan kriminal. Beberapa merupakan tindakan balas dendam, atau terpaksa melakukan balas dendam. Diadaptasi langsung dari novel grafis karya sutradara/penulis naskah Frank Miller, Sin City: A Dame to Kill for menceritakan 5 kisah berbeda namun saling bertautan antara satu dengan yang lainnya. Kisah Marv sebagai karakter paling kuat dan bertindak sebagai pelindung Nancy, seorang penari klub malam. Kisah Johnny yang ahli berjudi yang mencoba mengalahkan Senator Roark lewat permainan poker, serta Dwight McCarthy yang terbakar balas dendam atas kejadian masa lalu.
Sembilan tahun sejak Sin City (2005) mengguncang dunia perfilman dengan gaya bercerita serta teknik visualisasi yang orisinil dan sangat unik. Sekuelnya pun masih menggunakan konsep yang sama, namun berkali-kali lipat lebih canggih sesuai dengan perkembangan jaman. Dominasi warna masih hitam putih sesuai dengan atmosfer noir yang dibawakan oleh film serta novel grafisnya. Namun permainan warna dengan memberikan penekanan khusus pada beberapa bagian tubuh atau aksesoris jelas mempercantik visual yang ada. Setiap adegan aksi yang ada pun tetap dibawakan dengan stylish, yang seakan-akan kita sedang menonton sebuah novel grafis yang dapat bergerak.
Tidak ada guest director Quentin Tarantino kali ini, namun deretan cast dan cameo yang dihadirkan jelas cukup menarik. Penonton tidak hanya akan melewat cameo paling random yang menampilkan Lady Gaga, tetapi juga akan dihibur oleh banyaknya adegan topless (dan full frontal) dari si cantik Eva Green yang tampaknya tidak afdol jika berakting tanpa beradegan nude. Yes, adegan ini lolos sensor dari LSF Indonesia karena memang adegan ini bisa dibilang menjadi kunci penting bagi keseluruhan plot film.
A Dame to Kill for memang dibuat untuk menjawab kehausan para fans yang telah lama menantikan kelanjutan dari Sin City yang sukses mengikat hati para fans Frank Miller. Tapi memang sepertinya film ini hanya kuat di segi eye candy. Keunggulan dan kecantikan visualnya memang tiada tara, seakan sebuah film yang belum pernah anda saksikan sebelumnya. Namun sayang, secara konten cukup lemah jika dibandingkan dengan pendahulunya. Dari kompleksitas cerita, kedalaman karakter, hingga kekuatan atmosfer noir cenderung lemah dan seakan dianak-tirikan dibandingkan dengan kekuatan efek visualnya.
Akhir kata, A Dame to Kill for jelas merupakan sebuah film stylish crime yang sangat menghibur. Tapi sekuel ini hanya sampai pada titik itu saja, tanpa mampu menyaingi pendahulunya yang cukup fenomenal itu.
USA | 2014 | Crime / Fantasy | 102 min | Aspect Ratio 1.85 : 1
Rating?
7 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 5 September 2014 -
Komentar
Posting Komentar