The Philosophers
"Sebuah film yang sarat akan brain-exercise, yang akan membuat anda berpikir kembali tentang posisi logika dan perasaan"
Di sebuah sekolah internasional di Jakarta, seorang guru filsafat menantang 20 murid dalam kelasnya dengan sebuah eksperimen pemikiran terakhir sebelum kelulusan. Ceritanya dunia sedang diambang kiamat oleh bencana bom atom, diantara mereka harus memilih 10 orang yang layak untuk berlindung dalam sebuah bunker untuk melanjutkan peradaban umat manusia. Setiap keputusan menjadi pedang bermata dua dan garis batas imajinasi dengan realita pun semakin tipis.
Di sebuah sekolah internasional di Jakarta, seorang guru filsafat menantang 20 murid dalam kelasnya dengan sebuah eksperimen pemikiran terakhir sebelum kelulusan. Ceritanya dunia sedang diambang kiamat oleh bencana bom atom, diantara mereka harus memilih 10 orang yang layak untuk berlindung dalam sebuah bunker untuk melanjutkan peradaban umat manusia. Setiap keputusan menjadi pedang bermata dua dan garis batas imajinasi dengan realita pun semakin tipis.
Wow, wow, dan wow. Ini adalah satu lagi film dengan tingkat brain-exercise yang cukup tinggi. Film - yang memang tidak seberat judulnya - tidak sebegitunya membahas hal sedalam filsafat, tetapi tetap membuat para penontonnya berpikir kembali apa yang paling penting dalam hidupnya. Gaya bercerita yang cerdas dan imajinatif (bayangkan Sucker Punch namun dalam ranah filsafat), ditutup dengan plot twist yang manis dan mengejutkan.
Orang-orang Indonesia mungkin akan lebih suka terhadap film ini, melihat bagaimana keseluruhan setting film ini berlokasi di empat wilayah di Indonesia; Jakarta, Candi Prambanan, Gunung Bromo, dan Pantai Batu Layar di Belitung. Dua jempol untuk DOP John Radel yang berhasil menangkap keindahan pemandangan di lokasi-lokasi tersebut, dan lumayan membuat orang Indonesia berbangga hati. Selain itu, sinematografinya juga cukup unik dalam menangkap keadaan psikologis setiap karakter yang ada dalam menghadapi pertarungan pemikiran mereka. Nah bagi yang sering mencibir Cinta Laura, bersiaplah untuk tutup mulut karena ia tidak hanya berhasil membawakan karakternya dengan baik, tapi juga sangat melebur dengan karakter-karakter lain dengan aksennya yang American-ish.
Jadi eksperimen macam apa sih yang dibawakan oleh guru Mr. Zimit? Bukan hal baru bagi kita, dimana sebenarnya kita melakukannya dalam skala kecil dalam kehidupan sehari-hari. Contoh, bagaimana anda memilah rute mana yang akan anda ambil sepulang dari kantor ketika ada demonstrasi di rute yang biasa anda lewati. Kalau lewat jalan A akan jadi seperti ini, lewat jalan B akan jadi seperti itu, dan seterusnya. Sebuah pemikiran kausalitas yang mengeksplorasi hubungan sebab dan akibat dengan maksimal. Sebuah permainan pikiran dengan memikirkan dengan matang apa konsekuensi yang akan terjadi jika kita memilih satu tindakan spesifik. Hanya saja ini dimainkan oleh 21 orang dengan satu tujuan utama; mempertahankan hidup demi keberlangsungan umat manusia.
Mungkin akan ada kelompok besar penonton yang akan mengeluh ketidak-mengertiannya terhadap The Philosophers aka After the Dark, seperti celetukan-celetukan beberapa penonton di sekitar gue ketika ending credits bergulir. Memang tidak mudah, namun ternyata jawabannya tersirat dalam beberapa dialog, adegan, dan pilihan tindakan yang dilakukan oleh beberapa karakter yang ada. Yang mungkin makna yang ada tidak serta merta diucapkan secara gamblang oleh salah satu karakter, tetapi memang penonton harus rajin untuk merangkai benang merah yang ada - tentunya ditambah dengan sedikit bumbu filsafat.
Tanpa bermaksud spoiler, di paragraf ini gue ingin sedikit berbagi interpretasi gue pribadi terhadap film yang banyak dicerca oleh pengguna IMDb ini karena absurditasnya. Filsafat memang murni menggunakan logika dan betapa film ini sangat mengagungkan logika di awal film. Namun apalah guna logika tersebut jika tidak diimbangi oleh moralitas, dan juga perasaan. Seorang karakter yang penuh dengan logika namun hampa pada taraf emosional pun tidak dapat menjadi seorang individu yang utuh. Dimana pada akhirnya ia harus menghadapi sebuah situasi yang emosional - yang bahkan tak dapat dijelaskan oleh akal logika manapun - maka mau tidak mau ia harus menghadapinya.
Akhir kata, jika otak anda sedang haus untuk bekerja lebih ketika menonton sebuah film, maka jelas The Philosophers adalah film yang tepat untuk anda saat ini. Film ini jelas akan menjadi referensi yang sangat berharga di masa depan mengenai sebuah film yang mengeksplorasi habis-habisan tentang kekuatan logika dan keseimbangannya dengan moralitas dan emosional.
USA / Indonesia | 2013 | 107 min | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 14 Juni 2014 -
Komentar
Posting Komentar