Kabut Berduri - Netflix Review


Di bulan Agustus tahun 2024, gue berani menobatkan Kabut Berduri / Borderless Fog sebagai film terbaik Indonesia tahun ini versi gue. So far.

Sutradara dan penulis naskah favorit sinefil, Edwin, membuktikan bahwa kualitas dan semangat independen bisa terjaga meski dengan budget istimewa. Biasanya, sutradara/penulis naskah yang berangkat dari film independen dengan budget minimalis cenderung kagok dan menurun kualitasnya ketika dapat budget mevvah. Tapi tidak dengan Edwin. Lewat pundi-pundi uang Netflix yang melimpah, semangat otentisitas malah semakin membara.


Buktinya, nyaris 100% film yang bercerita di Kalimantan juga syuting di sana, lebih tepatnya di Sanggau, Kalimantan Barat. Kita tahu persis betapa mahal biaya yang harus dikeluarkan ketika syuting dilakukan jauh dari ibu kota lama. Ini juga termasuk melibatkan aktor dan kru lokal, yang ternyata punya talenta yang nggak kalah dari talenta di kota besar.

Beradu dialog dengan aktor lokal, mau tidak mau aktor dari Jakarta juga harus belajar dialek lokal. Yoga Pratama lagi-lagi berhasil belajar dan menampilkan dialek lokal yang sangat natural dan medok. Ini dia aktor underrated Indonesia; ao, setelah sukses melafalkan logat Sumba dalam Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017), kini dia sukses juga melafalkan dialek Dayak dalam film ini.


Sebagai yang pernah tinggal 2 bulan di Kalimantan, gue berani bilang bahwa film ini sangat akurat dengan budaya Kalimantan. Mulai dari dialog dan dialeknya, sampai pada mitos dan kisah rakyat yang ada di dalamnya. Ini jelas harus diacungi jempol, mengingat biasanya film berlatar daerah dibuat dari sudut pandang orang kota. Kecenderungan ini menempatkan latar daerah hanya sebagai latar pemanis belaka. Tapi tidak dengan Kabut Berduri yang dari kulit hingga kacangnya punya darah Kalimantan.

Putri Marino jelas membawa kisah, emosi, dan dilema film ini dalam pundaknya yang penuh peluh akibat dari lembapnya hutan tropis yang berubah jadi kebun sawit. Dilema moral antara rakyat kecil dan aparat pemerintah jelas jadi tema utama dalam film ini. Dilema yang jadi garis abu-abu menyerupai kabut, yang sering kali bisa membuat kulit terluka dan berdarah karena duri jika masuk ke dalamnya.


Aparat pro-kanan yang seyogianya bertugas mengayomi dan melayani ternyata bertindak dan mencari keuntungan sendiri. Rakyat hanya bisa melakukan apa yang mereka lakukan; bertahan hidup dan membuat kasus seviral mungkin. Narasi pro-kiri pun digulirkan oleh penguasa, namun rakyat memanfaatkannya demi kepentingan bersama. Pak Bujang jelas jadi representasi hidup dari rakyat kecil yang paling lantang bersuara.






- sobekan tiket bioskop tanggal 4 Agustus 2024 -
----------------------------------------------------------
review film kabut berduri
review kabut berduri
kabut berduri movie review
kabut berduri film review
resensi film kabut berduri
resensi kabut berduri
ulasan kabut berduri
ulasan film kabut berduri
sinopsis film kabut berduri
sinopsis kabut berduri
cerita kabut berduri
jalan cerita kabut berduri

Komentar