Lincoln
"Film drama biografi tentang Abraham Lincoln dan usaha gigihnya dalam menghapus perbudakan di AS, yang tidak hanya informatif namun juga menyentuh hati setiap manusia yang merindukan perdamaian"
Selalu butuh usaha lebih untuk menonton film drama biografi, entah dengan membaca berbagai referensi baik sebelum dan sesudah menonton, ataupun tetap fokus dalam menikmati film itu sendiri. Setidaknya itu yang gue alami dengan menonton Lincoln, karya terbaru dari sutradara Steven Spelberg. Sebelum menonton gue sengaja untuk tidak membaca referensi mengenai Perang Saudara yang terjadi di AS tahun 1861 - 1865 ataupun tentang Presiden AS ke-16 Abraham Lincoln, setidaknya untuk menguji diri gue sendiri seberapa banyak yang gue pahami dengan menonton film ini. Atau mungkin menguji film ini sendiri, apakah film sejarah ini memang dibuat tidak hanya untuk rakyat AS yang mengenal baik Mr. Lincoln, tapi juga dibuat untuk seluruh penonton dari berbagai latar belakang. Hasilnya, film ini memang banyak memberikan gue pelajaran sejarah tentang Perang Saudara AS, Tentara Konfederasi, isu perbudakan, dan Amandemen ke-13.
Di penghujung Perang Saudara AS di tahun 1865, Presiden Abraham Lincoln mengusulkan Amandemen ke-13 ke dalam konstitusi AS untuk melarang perbudakan di AS. Namun ini adalah sebuah tugas yang tidak mudah karena selain harus meraih suara yang cukup dalam House of Representative, Presiden Lincoln juga harus berpacu dengan waktu. Perang hampir usai dengan tawaran perdamaian. Jika perdamaian tercipta sebelum amandemen itu lolos, pihak Konfederasi (negara-negara selatan) yang mendukung perbudakan pasti akan menolak amandemen tersebut ketika mereka kembali ke kesatuan United States of America. Namun jika perdamaian ditunda demi terlebih dahulu meloloskan Amandemen ke-13, semakin banyak pula prajurit yang tewas di medan pertempuran. Sang Presiden pun harus memilih dalam krisis yang semakin memuncak, mengakhiri perbudakan atau mengakhiri peperangan.
Gue membayangkan bahwa film ini akan menjadi media pembelajaran yang paling efektif bagi anak-anak sekolah di AS sehubungan dengan pelajaran sejarah. Keseluruhan cerita dibuat sangat deskriptif, mengambil setiap sudut pandang, merekam perasaan gundah seorang Presiden Lincoln, kemudian membungkus semua itu dalam drama 150 menit ini. Dua jempol untuk penulis naskah Tony Kushner, yang sanggup memperpadat buku Team of Rivals: The Political Genius of Abraham Lincoln karya Doris Kearns Goodwin ke dalam film sehingga penonton yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang sepak terjang Lincoln, seperti gue ini, dapat memahami secara holistik.
Jujur, gue sangat sulit untuk menahan rasa kantuk dan lelah sepulang kerja di 30 menit pertama dalam film ini. Entah karena alur cerita yang lambat atau memang kelelahan yang tiada tara berkendaraan roda dua dari Puri Kencana ke Plaza Indonesia. Namun ketika cerita mulai memasuki bagaimana usaha para anggota Partai Republik yang berusaha mencari suara dan "berpolitik" untuk memenuhi 2/3 suara agar Amandemen ke-13 dapat lolos, film menjadi semakin menarik dan seru. Plot ini seakan menjadi plot utama penggerak film ini, dimana plot-plot lain menjadi side story yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain; Perang Saudara dan pihak konfederasi yang menawarkan perjanjian damai maupun permasalahan keluarga dari Lincoln.
Drama biografi dan sejarah ini pun mencapai puncaknya ketika pemungutan suara dimulai. Satu persatu anggota perwakilan rakyat disebutkan lalu masing-masing dari mereka menyatakan "Ya" atau "Tidak" terhadap Amandemen ke-13. Di sisi lain, Presiden Lincoln menunggu waktu di ruangan kerjanya (yang dibuat seotentik dan sedetail mungkin dengan ruang kerja aslinya) diiringi suara detik jam yang suaranya otentik dari jam yang dimiliki oleh Lincoln. Adegan ini praktis cukup memberikan ketegangan yang berarti, berkat betapa sempurnanya cerita yang dibangun sejak awal hingga ke adegan klimaks ini.
Menurut gue, film ini bukan hanya menjadi film pelajaran biografi maupun sejarah. Menurut gue, film ini juga tidak hanya tentang kegigihan Presiden Lincoln dalam menghapuskan perbudakan di AS. Tapi rasanya film ini adalah sebuah nyanyian lantang dari tekad manusia untuk menyamaratakan seluruh manusia yang ada di muka bumi ini, baik yang telah mendahului kita, yang sekarang, dan yang akan lahir kemudian.
Won for Best Lead Actor (Daniel Day-Lewis), Best Production Design, Nominated for Best Motion Picture, Best Supporting Actor (Tommy Lee Jones), Best Supporting Actress (Sally Field), Best Director (Steven Spielberg), Best Adapted Screenplay (Tony Kushner), Best Editing, Best Cinematography, Best Original Score (John Williams), Best Costume Design, Best Sound Mixing, Academy Awards, 2013.
Won for Best Lead Actor (Daniel Day-Lewis), Nominated for Best Motion Picture - Drama, Best Director (Steven Spielberg), Best Original Score (John Williams), Best Supporting Actor (Tommy Lee Jones), Best Supporting Actress (Sally Field), Best Screenplay (Tony Kushner), Golden Globes, 2013.
Won for Best Lead Actor (Daniel Day-Lewis), Nominated for Best Film, Best Adapted Screenplay, Best Supporting Actor, Best Supporting Actress, Best Original Score, Best Cinematography, Best Costume Design, Best Make Up & Hair, Best Production Design, BAFTA Film Awards, 2013.
USA | 2012 | Biography / Drama / History / War | 150 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 28 Maret 2013 -
Selalu butuh usaha lebih untuk menonton film drama biografi, entah dengan membaca berbagai referensi baik sebelum dan sesudah menonton, ataupun tetap fokus dalam menikmati film itu sendiri. Setidaknya itu yang gue alami dengan menonton Lincoln, karya terbaru dari sutradara Steven Spelberg. Sebelum menonton gue sengaja untuk tidak membaca referensi mengenai Perang Saudara yang terjadi di AS tahun 1861 - 1865 ataupun tentang Presiden AS ke-16 Abraham Lincoln, setidaknya untuk menguji diri gue sendiri seberapa banyak yang gue pahami dengan menonton film ini. Atau mungkin menguji film ini sendiri, apakah film sejarah ini memang dibuat tidak hanya untuk rakyat AS yang mengenal baik Mr. Lincoln, tapi juga dibuat untuk seluruh penonton dari berbagai latar belakang. Hasilnya, film ini memang banyak memberikan gue pelajaran sejarah tentang Perang Saudara AS, Tentara Konfederasi, isu perbudakan, dan Amandemen ke-13.
Di penghujung Perang Saudara AS di tahun 1865, Presiden Abraham Lincoln mengusulkan Amandemen ke-13 ke dalam konstitusi AS untuk melarang perbudakan di AS. Namun ini adalah sebuah tugas yang tidak mudah karena selain harus meraih suara yang cukup dalam House of Representative, Presiden Lincoln juga harus berpacu dengan waktu. Perang hampir usai dengan tawaran perdamaian. Jika perdamaian tercipta sebelum amandemen itu lolos, pihak Konfederasi (negara-negara selatan) yang mendukung perbudakan pasti akan menolak amandemen tersebut ketika mereka kembali ke kesatuan United States of America. Namun jika perdamaian ditunda demi terlebih dahulu meloloskan Amandemen ke-13, semakin banyak pula prajurit yang tewas di medan pertempuran. Sang Presiden pun harus memilih dalam krisis yang semakin memuncak, mengakhiri perbudakan atau mengakhiri peperangan.
Gambar diambil dari RottenTomatoes |
Jujur, gue sangat sulit untuk menahan rasa kantuk dan lelah sepulang kerja di 30 menit pertama dalam film ini. Entah karena alur cerita yang lambat atau memang kelelahan yang tiada tara berkendaraan roda dua dari Puri Kencana ke Plaza Indonesia. Namun ketika cerita mulai memasuki bagaimana usaha para anggota Partai Republik yang berusaha mencari suara dan "berpolitik" untuk memenuhi 2/3 suara agar Amandemen ke-13 dapat lolos, film menjadi semakin menarik dan seru. Plot ini seakan menjadi plot utama penggerak film ini, dimana plot-plot lain menjadi side story yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain; Perang Saudara dan pihak konfederasi yang menawarkan perjanjian damai maupun permasalahan keluarga dari Lincoln.
Gambar diambil dari RottenTomatoes |
Menurut gue, film ini bukan hanya menjadi film pelajaran biografi maupun sejarah. Menurut gue, film ini juga tidak hanya tentang kegigihan Presiden Lincoln dalam menghapuskan perbudakan di AS. Tapi rasanya film ini adalah sebuah nyanyian lantang dari tekad manusia untuk menyamaratakan seluruh manusia yang ada di muka bumi ini, baik yang telah mendahului kita, yang sekarang, dan yang akan lahir kemudian.
Won for Best Lead Actor (Daniel Day-Lewis), Best Production Design, Nominated for Best Motion Picture, Best Supporting Actor (Tommy Lee Jones), Best Supporting Actress (Sally Field), Best Director (Steven Spielberg), Best Adapted Screenplay (Tony Kushner), Best Editing, Best Cinematography, Best Original Score (John Williams), Best Costume Design, Best Sound Mixing, Academy Awards, 2013.
Won for Best Lead Actor (Daniel Day-Lewis), Nominated for Best Motion Picture - Drama, Best Director (Steven Spielberg), Best Original Score (John Williams), Best Supporting Actor (Tommy Lee Jones), Best Supporting Actress (Sally Field), Best Screenplay (Tony Kushner), Golden Globes, 2013.
Won for Best Lead Actor (Daniel Day-Lewis), Nominated for Best Film, Best Adapted Screenplay, Best Supporting Actor, Best Supporting Actress, Best Original Score, Best Cinematography, Best Costume Design, Best Make Up & Hair, Best Production Design, BAFTA Film Awards, 2013.
USA | 2012 | Biography / Drama / History / War | 150 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
8 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 28 Maret 2013 -
Komentar
Posting Komentar