The Fault in Our Stars

"Drama romantis dengan kisah cinta yang manis sekaligus depresif, yang membuat penonton sadar betapa pentingnya waktu dan interaksi"

Hazel Grace dan August Waters adalah dua orang remaja yang bertemu dan jatuh cinta, namun pada sebuah situasi dan kondisi yang jauh dari sempurna. Hazel harus menghabiskan masa remajanya dengan bolak-balik kemoterapi dan membawa tabung oksigen kemanapun ia pergi karena kanker yang menggerogoti paru-parunya. Sementara Gus harus menjalani sisa hidupnya dengan kaki prostetik. Mereka berdua jatuh cinta dan bersenang-senang seperti remaja lainnya, namun mereka sadar bahwa waktu mereka tidak banyak untuk saling berbagi.

Film ini jelas menjadi sebuah tear-jerker yang sangat efektif bagi setiap lapisan orang. Kisah cinta Hazel-Gus yang manis, dan kemudian harus dipisahkan oleh maut, jelas mampu mengalirkan air mata setiap orang. Kuncinya adalah perkembangan karakter yang sangat rapi dan mendalam. Efeknya jelas, setiap jalan cerita yang bergulir tragis akan mudah mengayunkan emosi penonton ke titik kritis.


Mungkin memang dari gaya berpacaran Hazel dan Gus sedikit cheesy. Tapi kita harus mengakui, memang seperti inilah gambaran remaja ketika sedang berpacaran. Dan, hey, dulu kita juga kurang-lebih seperti itu kan? ;p Tidak ada yang mau menutup telepon lebih dulu, atau ada panggilan sayang tersendiri, dan sebagainya. Hal-hal yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari seperti ini yang dapat dengan mudah kita kenali, sehingga membantu perkembangan karakter Hazel dan Gus. Perkembangan karakter dan proses mereka saling jatuh cinta tersebut terbangun dengan baik di setengah awal film, yang membuat seakan-akan dunia penuh dengan pelangi.

Namun semua itu secara perlahan berubah menjadi mendung dan awan gelap. Ketika rentetan kejadian tragis yang berhubungan dengan penurunan kondisi kesehatan mereka. Ditambah lagi dengan ketakutan akan kematian, plus pembahasan-pembahasan pesimis mengenai kehidupan setelah kematian. Perkembangan karakter yang baik yang berhasil mengambil hati penonton, akan sangat mudah untuk menaruh empati pada dua karakter kita ini. Untuk kemudian, bersiaplah untuk menerima beberapa tetes air mata di pipi pada beberapa adegan di setengah akhir film ini. Apalagi bagi para penonton yang memiliki pengalaman mirip atau serupa dengan Hazel maupun Gus, entah kehilangan orang terdekat atau apapun itu.


Sebagaian besar aura film ini memang depresif. Belum lagi dengan deretan soundtrack melankolis yang siap menyayat-nyayat perasaan penonton. Namun adaptasi dari novel berjudul sama ini mengimbanginya dengan berbagai line dialog yang positif, inspiratif, dan penuh dengan harapan. Mulai "pains demand to be felt" hingga "little infinity" pasti mudah melekat di ingatan. Dimana pada akhirnya, film ini tidak hanya mendeskripsikan kisah cinta yang manis sekaligus tragis, tapi juga mengingatkan kita untuk selalu melihat hal-hal yang positif dari setiap hal yang terjadi.


USA | 2014 | Drama / Romance | 126 min | Aspect Ratio 1.85 : 1

Rating?
8 dari 10

- sobekan tiket bioskop tanggal 4 Juli 2014 -

Komentar

Posting Komentar