The Beaver

Setiap orang memiliki defence-mechanism masing-masing ketika menghadapi depresi dalam hidupnya. Kebanyakan orang, mencari konsolidasi dengan melakukan aktivitas lain yang menghibur diri menjadi cara yang cukup sering dilakukan tanpa sadar. Misalnya seperti berbelanja, mengurung diri di kamar seharian, atau mungkin secara impulsif nonton film di bioskop. Intinya adalah memberi jarak dari kenyataan pahit yang terjadi di depan mata. Namun bagaimana bagi seorang CEO perusahaan dan kepala keluarga dari istri dan dua anak yang menggunakan boneka berang-berang di tangannya untuk menghindar dari kenyataan menjadi dirinya sendiri?

Walter Black (Mel Gibson) adalah seorang kepala keluarga yang cukup sukses memimpin perusahaan mainan. Namun Walter sedang memasuki fase-fase dimana dia merasa depresi dan keterasingan diri. Tidur dan tidur menjadi aktivitas favorit dia, dan dia pun mengalami kesulitan untuk melakukan komunikasi dengan orang lain. Sampai akhirnya istrinya, Meredith (Jodie Foster), meminta dia untuk pergi dari rumahnya karena sama sekali tidak membuat situasi menjadi lebih baik di dalam rumah tangga. Disaat sedang membereskan barang-barangnya, Walter menemukan sebuah boneka berang-berang yang mulai berbicara sebagai bagian dari dirinya sendiri. Menemukan konsolidasi lewat boneka berang-berang yang sekarang menggantikan tangan kirinya, The Beaver pun meminta semua orang disekitar Walter untuk berbicara kepada The Beaver. Ketika The Beaver "mengambil alih" Walter Black, kehidupan di sekitar Walter seakan menjadi jauh lebih baik. Tetapi apakah keadaan tersebut dapat membuat Walter Black menemukan dirinya sendiri?

Mungkin banyak dari kita yang terkadang melakukan self-talk, atau berbicara dengan diri sendiri dalam situasi tertentu. Yang berbeda adalah seberapa sering atau seberapa dalam dan berpengaruh "pembicaraan" tersebut. Terkadang dalam self-talk tersebut, kita merasa dua orang yang berbeda sedang berdebat di dalam kepala, atau bahkan dikeluarkan lewat kata-kata. Namun bagaimana jika bagian dari diri kita yang lain itu mengambil alih diri kita secara keseluruhan? Bahkan secara kurang ajar "menyingkirkan" diri kita yang "sebenarnya" dari dunia nyata.

Pemilihan binatang berang-berang bukan sembarang pilihan. Berang-berang terkenal ahli dalam membuat bendungan sebagai sarang dan tempat tinggal. Selain itu, bendungan ini juga dibuat sebagai sarana pertahanan diri dari para predatornya. Perilaku berang-berang seperti ini yang menjadi representasi yang sangat baik bagi perilaku Walter Black dalam cerita film ini. Walter Black membangun bendungan yang cukup kuat untuk memisahkan antara dirinya dengan orang-orang di sekitarnya, dengan The Beaver sebagai bendungan tersebut. Setelah bendungan dibangun dan ternyata membuat keadaan menjadi lebih baik, Walter pun sekilas merasa nyaman di dalam sarang barunya tersebut.
gambar diambil dari sini
Ide cerita yang diangkat dalam film ini cukup orisinil dan sangat menarik, walaupun area keterasingan bukan menjadi hal baru di dunia perfilman. Merasa keterasingan akut memang menjadi tema andalan sutradara sekaligus penulis naskah Sofia Coppola dalam setiap filmnya. Tapi Kyle Killen sebagai penulis naskah dalam film ini membawa keterasingan tersebut selangkah lebih maju. Jika Sofia Coppola hanya bermain dalam area kosong dan diam, naskah Kyle Killen membawa keterasingan tersebut menjadi sebuah konsolidasi yang nyeleneh sekaligus menarik. Film ini tidak hanya seputar Walter dan istrinya dalam menghadapi problematika penerimaan diri sendiri, tapi Kyle Killen juga memberikan cerita sub-plot mengenai anak dari Walter, Porter (Anton Yelchin), yang menjalani hubungan dengan seorang gadis tenar di sekolahnya, Norah (Jennifer Lawrence). Karakter Porter dan Norah sekilas mencerminkan perilaku defence-mechanism terhadap depresi dari Walter Black, yang sekaligus menjustifikasi tema besar yang diusung oleh cerita dalam film ini. Porter yang menganggap beberapa perilaku dirinya mirip dengan perilaku ayahnya, memiliki kecenderungan untuk bisa beraksi seperti orang lain. Sementara Norah yang ignin menjadi diri yang lain seutuhnya sebagai konsolidasi atas masa lalunya yang gelap.

Segala bentuk perilaku memberi jarak terhadap kenyataan yang direpresentasikan dalam setiap karakter dalam film ini cukup menarik untuk ditelusuri lebih dalam sebagai studi karakter. Apalagi semua itu didukung oleh akting yang brilian dari setiap pemerannya. Mel Gibson memberikan penampilan terbaiknya sebagai bukti bahwa dia sebenarnya adalah aktor berbakat. Dengan setiap ekspresi kosong dan depresifnya, penonton seakan larut dalam emosi yang sedang dia rasakan. Belum lagi gonta-ganti gaya pembicaraan dan logat antara Walter Black dan The Beaver (yang menggunakan aksen Inggris) yang cukup brilian. Mel Gibson benar-benar menghidupkan boneka berang-berang tersebut sehingga penonton selalu merasa eerie setiap kali The Beaver mengambil alih dan berbicara. Hm, saya mencium bau Oscar disini. Jodie Foster yang selaku sutradara dalam film ini juga tidak serta merta tenggelam oleh akting Mel Gibson . Mungkin memang Foster sudah terbiasa memerankan karakter-karakter "panik" sehingga tidak menemui kesulitan yang berarti dalam memerankan karakter Meredith Black yang juga ikutan stress gara-gara perilaku suaminya. Duet Anton Yelchin dan Jennifer Lawrence benar-benar mewakili cemerlangnya generasi muda dan memberikan peringatan kepada angkatan Gibson-Foster bahwa calon bintang baru akan segera lahir. Akting Yelchin cukup meyakinkan sebagai seorang remaja yang memiliki masalahnya sendiri di dunia sekolah, ditambah dengan fakta bahwa ayahnya memiliki isu kesehatan mental. Jennifer Lawrence yang telah memukau para juri Oscar lewat Winter's Bone, dan tampil menawan dalam X-Men: First Class, membuktikan bahwa ia adalah aktris muda berbakat. Memerankan Norah yang tipikal seorang gadis populer serta paling pintar di sekolahnya, Lawrence memberikan kedalaman emosi yang berarti ketika menggambarkan bahwa Norah ternyata memiliki masalah untuk menerima kenyataan pahit yang terjadi di masa lalu. Berita gembira untuk kaum hawa, sehubungan dengan karakter gadis populer dan tercantik di sekolahnya, maka Jennifer Lawrence akan tampil cantik maksimal! :P
gambar diambil dari sini
Dengan mengangkat isu identitas diri dan lari dari masalah, sulit untuk bisa lepas dari kungkungan istilah-istilah psikologis yang memang sangat bertautan. Namun Jodie Foster dan naskah Kyle Killen dengan berani keluar dari ranah psikologis dengan menjadikan film ini sebagai film drama keluarga yang dapat ditonton oleh orang banyak. Film ini memang mungkin ramah bagi orang awam, namun sayangnya film ini seakan kepalang tanggung bagi orang-orang dengan latar belakang psikologi. Apalagi dengan eksekusi klimaks yang dipilih, yang menjadikan arah isu kesehatan mental yang telah sempurna dibangun dari awal, menjadi hancur berantakan. Mungkin ya adegan itu dipilih untuk membuat cerita menjadi lebih dramatis. Diluar adegan itu, film ini bisa dinikmati oleh orang awam tanpa harus tahu sisi dunia psikologis. Tetapi bagi yang sedang mencari hiburan untuk sekedar melepas penat, film ini jelas bukan tontonan yang tepat. Dosis depresif dalam film ini kelewat berat untuk ditonton sebagai film hiburan. Mungkin hal ini juga yang menyebabkan film ini dirilis terbatas hanya di beberapa bioskop saja disini.

In the end of the day, seperti film-film Hollywood komersial kebanyakan, film ini juga ingin bermain aman dengan memberikan penyelesaian masalah yang cukup jelas. Bahwa pada akhirnya, menghindar atau bersembunyi dari kenyataan pahit yang ada tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Mungkin dalam jangka pendek, hidup akan terasa lebih ringan jika kita bersembunyi di balik bendungan yang dibuat. Tapi toh masalah itu masih tetap menunggu diluar sana untuk dihadapi. Dihadapi bukan dengan tangan dibalut oleh boneka apapun, tapi dihadapi dengan tangan kosong dan dagu terangkat.

Rating?
8 dari 10



- sobekan tiket bioskop tertanggal 17 Juni 2011 -

Komentar

  1. Ah, begitu. Emang pernah mikir juga kenapa musti pakai Beaver.

    Trailernya cuma nunjukin si Walter dari stress akhirnya happy family, tapi dari reviewnya kayaknya filmnya jauh lebih bagus dari itu.

    BalasHapus
  2. filmnya bagusss....tapi endingnya gw bingung apakah Walter Black sembuh total ato engga....selebihnya bagus apalagi acting om mel gibson...

    BalasHapus
  3. mo gw ngakak loe nulis di paragraf terakhir dengan kalimat pembuka "in the end of the day" :B

    BalasHapus

Posting Komentar