Monster: The Ed Gein Story - Series Review

Sinopsis

Monster: The Ed Gein Story adalah limited series kriminal berdurasi 8 episode yang mengangkat kisah nyata salah satu figur paling mengerikan dalam sejarah Amerika Serikat: Ed Gein. Serial ini menelusuri kehidupan, kejahatan, serta dampak luas dari tindakannya—bukan hanya terhadap para korban, tetapi juga keluarga, aparat, dan masyarakat. Sebagai bagian dari antologi Monster, serial ini kembali mengajukan pertanyaan klasik yang mengganggu: apakah seorang pembunuh berantai terlahir demikian, atau dibentuk oleh lingkungan yang toksik?


Ulasan

Baru beres nonton Monster: The Ed Gein Story, dan jujur: ini sakit jiwa sih. Delapan episode penuh dengan hal-hal brutal, menjijikkan, dan sangat menguras mental. Nontonnya terasa seperti Mindhunter, tapi bedanya di sini kita tidak cuma “membahas”, kita juga dipaksa melihat hampir semua tahap pembunuhan dan penyiksaan itu secara langsung. Benar-benar tontonan yang menuntut iman kuat. Ini bukan sekadar gelap—ini kotor, sadistik, dan menyesakkan.

Yang bikin makin ngeri, ini semua berdasarkan kisah nyata. Dan lebih gilanya lagi, Ed Gein ini bisa dibilang “bapak” dari banyak pembunuh berantai terkenal di Amerika Serikat. Ed Kemper, Jerry Brudos, sampai Charles Manson—semuanya terinspirasi, langsung atau tidak langsung, dari tindakannya. Bahkan, terungkap juga bahwa Ed Gein sendiri terinspirasi dari figur Nazi, Ilse Koch, yang terkenal membuat perabot dari kulit manusia. Rantai inspirasi kejahatan ini terasa absurd, tapi juga menakutkan karena nyata.

Gue paham betul bahwa niat serial ini bukan untuk mengglorifikasi serial killer. Justru sebaliknya: ia mencoba menghumanisasi tanpa membenarkan, mengeksplorasi apa yang membuat seseorang bisa tumbuh menjadi monster. Yang ditunjukkan bukan cuma tindakannya, tapi juga luka psikologisnya, relasinya dengan orang-orang di sekitarnya, dan bagaimana trauma dari masa kecil bisa menjelma jadi kekerasan ekstrem di masa dewasa.

Yang menurut gue paling kuat dari serial ini adalah bagaimana ia juga menyoroti dampak langsung dan tidak langsung dari kejahatan Ed Gein terhadap korban, keluarga korban, aparat, hingga masyarakat luas—dan yang terpenting, dampaknya itu tidak pernah benar-benar selesai. Luka yang ditinggalkan tidak mengenal batas waktu. Ia terus hidup, bahkan setelah pelaku mati.

Kisah Ed Gein jadi unik karena ia tidak hanya menginspirasi budaya pop—film, novel, serial—tetapi juga, secara mengerikan, menginspirasi individu-individu dengan gangguan mental untuk “meniru” jejaknya. Di titik ini, serial ini seperti ingin menegaskan satu hal pahit: setiap tindakan manusia, sekecil atau sekeji apa pun, selalu memiliki potensi untuk menginspirasi orang lain lintas waktu—baik untuk kebaikan, maupun untuk keburukan yang tak terbayangkan.

Buat penggemar Psycho (1960), The Texas Chain Saw Massacre (1974), The Silence of the Lambs (1991), dan terutama serial Mindhunter, Monster: The Ed Gein Story ini akan terasa seperti “makanan berat” yang akrab tapi lebih ekstrem. Dan khusus buat penggemar Mindhunter, episode 8 adalah hadiah paling meta. Gila, itu episode bikin gue pengen tepuk tangan. Rasanya seperti obat kecil untuk Season 3 Mindhunter yang entah kapan datangnya.

Di episode 8 ini, nod ke Mindhunter terasa sangat eksplisit dan kocak secara gelap. Mulai dari tiga agen yang mirip banget dengan karakter di Mindhunter, sampai opening credits yang dibuat ulang dengan gaya serupa. Meta, tapi sekaligus menyedihkan karena mengingatkan betapa besar pengaruh Ed Gein terhadap budaya pop itu sendiri.

Sebagai bagian ketiga dari seri Monster yang fokus pada pembunuh berantai terkenal di AS, tema besarnya masih konsisten: apakah seorang serial killer itu terlahir, atau dibentuk? Dan seperti dua seri sebelumnya, jawabannya tidak pernah sederhana. Tapi satu benang merah yang sangat kuat adalah toxic parenting, trauma masa kecil, dan lingkungan sosial yang gagal menjadi penyangga.

Serial ini juga secara tidak langsung bikin gue merenung tentang budaya individualisme dan kapitalisme di Amerika Serikat yang terasa sangat dingin dan terfragmentasi. Dalam sistem yang menekankan “bertahan sendiri” secara ekstrem, kegagalan relasi sosial bisa menciptakan individu-individu yang terisolasi secara emosional—dan dalam kasus ekstrem seperti ini, berubah menjadi monster. Fakta bahwa begitu banyak serial killer “terkenal” berasal dari sana tentu tidak bisa dilepaskan dari peran media juga, yang ikut memperbesar mitos mereka.




Kesimpulan

Pada akhirnya, Monster: The Ed Gein Story adalah tontonan yang sangat berat, tidak ramah penonton kasual, dan jelas bukan untuk semua orang. Ini bukan serial untuk dinikmati, tapi untuk ditahan. Namun sebagai karya yang mencoba memahami kegelapan manusia tanpa menjadikannya hiburan murahan, serial ini sangat kuat secara tematik. Brutal, menjijikkan, reflektif, dan mengganggu—tapi justru karena itu, ia efektif memaksa kita melihat sisi manusia yang paling kita benci untuk akui keberadaannya.


Skor Sobekan Tiket Bioskop: 4/5
Cocok untuk: pecinta kisah kriminal yang berdasarkan kisah nyata





- ditonton di Netflix -

Komentar