Coco - Review
"Karya terbaru dari Pixar yang sangat kaya di visual dan juga cerita beserta makna yang mendalam tentang keluarga, kehidupan, dan kematian"
Miguel adalah seorang anak laki-laki yang berbakat menyanyi dan bermain gitar, meski harus hidup di tengah larangan keras untuk bermain musik di keluarganya. Putus asa untuk menunjukkan bakatnya, Miguel pun tiba-tiba terjebak dalam alam baka di hari festival besar Day of the Dead. Ditemani oleh arwah yang penuh dengan trik, Hector, mereka pun berpetualang untuk mencari kebenaran di balik latar belakang keluarga Miguel.
Pertama-tama, Coco bukanlah The Book of Life (2014) meski premisnya sama-sama menggunakan latar hari raya terkenal di Meksiko. Coco adalah film ke-19 dari rumah produksi Pixar yang diproduksi dari tahun 2011. Lamanya proses produksi ini sekaligus memecahkan rekor sebagai produksi terlama oleh Pixar. Tetapi hal tersebut terbayar dengan hasil filmnya yang sangat terlihat betapa detil penelitian yang dilakukan. Hasilnya adalah film translasi budaya ke medium audio visual yang sangat kaya akan kultur Meksiko, dibalut dengan gambar yang luar biasa detil dan cantik.
Di luar franchise Cars yang rasanya hanya dibuat demi memenuhi pemasukan merchandise, kualitas kedalaman cerita karya Pixar memang tidak pernah diragukan. Yang menarik dari Coco adalah pemahaman mendalam mengenai makna hari raya Dia de los Muertos yang diadakan setiap tanggal 2 November itu, lengkap beserta detil benda-bendanya seperti kelopak bunga marigold dan arwah binatang sebagai penuntun di alam baka. Tidak hanya itu, makna yang hendak disampaikan untuk dewasa dan anak-anak juga sangat penting; tentang mengingat orang yang telah meninggal dengan memasang foto.
Namun tidak seperti The Book of Life yang menyamarkan bentuk tengkorak, Pixar justru menggambarkan tengkorak apa adanya meski setiap karakternya dibuat sekocak mungkin. Hal ini yang mungkin menjadi halangan bagi para anak-anak untuk mau dan berani menontonnya di dalam bioskop yang notabene sebuah ruangan gelap. Tapi bagi penonton dewasa tanpa anak-anak, film ini sama sekali tidak kekanak-kanakan. Hiburan tidak hanya datang dari visualnya dan jalan cerita, tetapi juga dari lelucon karakter dan dialog yang ada. Satu keluhan gue hanya tempo cerita yang berjalan terlalu cepat, meski perlu dipahami bahwa tempo cepat ini demi anak-anak tidak bosan seperti yang terjadi dengan pengalaman Inside Out (2015).
USA | 2017 | Animation | 109 mins + 22 mins | Scope Aspect Ratio 2.35 : 1
- sobekan tiket bioskop tanggal 17 November 2017 -
----------------------------------------------------------
Miguel adalah seorang anak laki-laki yang berbakat menyanyi dan bermain gitar, meski harus hidup di tengah larangan keras untuk bermain musik di keluarganya. Putus asa untuk menunjukkan bakatnya, Miguel pun tiba-tiba terjebak dalam alam baka di hari festival besar Day of the Dead. Ditemani oleh arwah yang penuh dengan trik, Hector, mereka pun berpetualang untuk mencari kebenaran di balik latar belakang keluarga Miguel.
Pertama-tama, Coco bukanlah The Book of Life (2014) meski premisnya sama-sama menggunakan latar hari raya terkenal di Meksiko. Coco adalah film ke-19 dari rumah produksi Pixar yang diproduksi dari tahun 2011. Lamanya proses produksi ini sekaligus memecahkan rekor sebagai produksi terlama oleh Pixar. Tetapi hal tersebut terbayar dengan hasil filmnya yang sangat terlihat betapa detil penelitian yang dilakukan. Hasilnya adalah film translasi budaya ke medium audio visual yang sangat kaya akan kultur Meksiko, dibalut dengan gambar yang luar biasa detil dan cantik.
Di luar franchise Cars yang rasanya hanya dibuat demi memenuhi pemasukan merchandise, kualitas kedalaman cerita karya Pixar memang tidak pernah diragukan. Yang menarik dari Coco adalah pemahaman mendalam mengenai makna hari raya Dia de los Muertos yang diadakan setiap tanggal 2 November itu, lengkap beserta detil benda-bendanya seperti kelopak bunga marigold dan arwah binatang sebagai penuntun di alam baka. Tidak hanya itu, makna yang hendak disampaikan untuk dewasa dan anak-anak juga sangat penting; tentang mengingat orang yang telah meninggal dengan memasang foto.
Namun tidak seperti The Book of Life yang menyamarkan bentuk tengkorak, Pixar justru menggambarkan tengkorak apa adanya meski setiap karakternya dibuat sekocak mungkin. Hal ini yang mungkin menjadi halangan bagi para anak-anak untuk mau dan berani menontonnya di dalam bioskop yang notabene sebuah ruangan gelap. Tapi bagi penonton dewasa tanpa anak-anak, film ini sama sekali tidak kekanak-kanakan. Hiburan tidak hanya datang dari visualnya dan jalan cerita, tetapi juga dari lelucon karakter dan dialog yang ada. Satu keluhan gue hanya tempo cerita yang berjalan terlalu cepat, meski perlu dipahami bahwa tempo cepat ini demi anak-anak tidak bosan seperti yang terjadi dengan pengalaman Inside Out (2015).
USA | 2017 | Animation | 109 mins + 22 mins | Scope Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating Sobekan Tiket Bioskop:
- sobekan tiket bioskop tanggal 17 November 2017 -
----------------------------------------------------------
- review film coco pixar olaf frozen adventure
- review coco pixar olaf frozen adventure
- coco pixar olaf frozen adventure movie review
- coco pixar olaf frozen adventure film review
- resensi film coco pixar olaf frozen adventure
- resensi coco pixar olaf frozen adventure
- ulasan coco pixar olaf frozen adventure
- ulasan film coco pixar olaf frozen adventure
- sinopsis film coco pixar olaf frozen adventure
- sinopsis coco pixar olaf frozen adventure
- cerita coco pixar olaf frozen adventure
- jalan cerita coco pixar olaf frozen adventure
Komentar
Posting Komentar