Split
"Kembalinya M. Night Shyamalan pada jalur thriller dengan kisah kepribadian ganda yang sangat jenius, serta nostalgia romantis akan karya-karya klasiknya"
Tiga orang gadis remaja diculik oleh seseorang, yang ternyata mengalami Dissociative Identity Disorder (DID) yang memiliki 24 kepribadian dalam satu tubuh. Casey, salah seorang dari tiga gadis tersebut, harus bekerja sama dengan salah satu kepribadian agar dapat menolong mereka keluar dari tempat tersebut. Tetapi waktu mereka tidak banyak, karena nyawa mereka akan terancam begitu kepribadian ke-24 muncul.
M. Night Shyamalan telah kembali! Yes yes yes! Mr. Shyamalan yang kita kenal dengan film-film pertamanya yang fenomenal telah kembali pada jalur yang benar! Sebagai fans loyal yang sempat kecewa dengan film-film-nya setelah Lady in the Water (2006) sampai After Earth (2013), menonton Split jelas membawa nostalgia terindah pada ciri khasnya yang sangat berbeda dan kejeniusan ceritanya. Split jelas tidak hanya menjadi ajang termegah lewat naskah yang brilian dan eksekusi thriller kontemporer yang jenius, tetapi juga pembuktikan kekuatan akting James McAvoy yang menakjubkan! Jelas akan ada beberapa adegan yang membuat lo semua akan jadi super kagum dengan aktor berbakat yang satu ini, dengan perubahan dramatis pada gerakan tubuh, ekspresi wajah, hingga aksen bicara.
Cara bercerita dan atmosfer yang ada dalam Split, sangat pararel dengan film-film awalnya Mr. Shyamalan seperti The Sixth Sense (1999), Unbreakable (2000), Signs (2002), The Village (2004). Pergerakan ceritanya terbilang lamban dan tenang, serta benar-benar bertumpu pada deretan dialog yang ada untuk membangun cerita dan perkembangan karakter. Setiap dialog yang ada jelas penting untuk diperhatikan - terutama di setengah pertama film - karena dialog-dialog tersebut menjadi pondasi utama untuk dapat menikmati setengah terakhir film yang penuh dengan kejutan.
Meski cenderung lamban, tetapi visualnya tidak pernah berhenti untuk membuat mata penonton kagum. Ciri khas Mr. Shyamalan dengan teknik sinematografinya yang cantik, diinterpretasi dengan sangat artistik oleh sinematografer Mike Gioulakis yang sebelumnya pernah mempercantik visual It Follows (2014). Mulai dari penempatan kamera statis dengan blocking yang cantik, banyak adegan close-up yang memperkuat kesan claustrophobic, sampai pergerakan kamera yang lamban namun efektif menambah intensitas ketegangan.
Dari cerita yang dibawakan, sangat terlihat bagaimana Mr. Shyamalan melakukan risetnya dengan tidak main-main. Dulu disebut Multiple Personality Disorder, gejala-gejala dan dinamika dari Dissociative Identity Disorder ini digambarkan dengan sangat deskriptif dan valid. Struktur dasar dari DID dibangun dengan sangat rapi dan nyaman untuk diikuti bagi penonton awam, dan jauh dari kesan kuliah. Untuk kemudian, dasar teori DID ini dikembangkan sendiri - secara fiktif - oleh Shyamalan untuk menciptakan kisah mitosnya sendiri yang cenderung masih masuk di akal. Sampai tahap ini, gue sangat yakin orang-orang psikologi akan bersorak jaya melihat topik psikologi menjadi struktur utama dalam Split - apalagi subplot sesi konseling cenderung signifikan.
Subplot lain yang ada untuk membangun arc character juga tidak kalah menariknya. Apalagi melihat teknik flashback yang dipotong-potong menjadi banyak bagian dan disebar di sepanjang film. Cara ini jelas sangat efektif untuk mengikuti perkembangan karakter untuk kemudian memberikan ledakan emosional di akhir film. Yummy! Di sini jelas terlihat bagaimana gaya bercerita Shyamalan telah berevolusi menjadi lebih baik, jika melihat track record karya-karyanya selama ini. Meski kalau dibandingkan dengan karya klasiknya, harus gue akui bahwa Split bukan karya terbaiknya dengan agak terbata-bata di tengah film.
Split jelas akan memberikan cinematic orgasm pada dua kelompok besar. Yang pertama adalah kelompok mereka yang berkecimpung di dunia psikologi, baik mahasiswa maupun profesi. Bagaimana tidak, film ini telah mempopulerkan salah satu gangguan psikologis yang selama ini sangat seksi untuk dijadikan film. Yang kedua adalah jelas pada kelompok fans loyal M. Night Shyamalan yang sudah begitu sabar untuk menanti dirinya untuk kembali ke jalan yang benar. Jika The Visit adalah batu loncatannya sekaligus ajang percobaan berpartner dengan produser Jason Blum, maka Split adalah hasil maksimal dari kolaborasi mereka berdua. Belum lagi detik-detik terakhir film yang akan membuat kita - para pengikut setia Shyamalan - akan sangat sangat terkejut dan kemudian bersorak gembira, meski mungkin hanya dapat dimengerti oleh kita saja. OH YES THAT ENDING IS FUCKING AWESOME!
USA | 2016 | Drama / Thriller | 117 mins | Scope Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
9 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 2 Februari 2017 -
----------------------------------------------------------
Tiga orang gadis remaja diculik oleh seseorang, yang ternyata mengalami Dissociative Identity Disorder (DID) yang memiliki 24 kepribadian dalam satu tubuh. Casey, salah seorang dari tiga gadis tersebut, harus bekerja sama dengan salah satu kepribadian agar dapat menolong mereka keluar dari tempat tersebut. Tetapi waktu mereka tidak banyak, karena nyawa mereka akan terancam begitu kepribadian ke-24 muncul.
M. Night Shyamalan telah kembali! Yes yes yes! Mr. Shyamalan yang kita kenal dengan film-film pertamanya yang fenomenal telah kembali pada jalur yang benar! Sebagai fans loyal yang sempat kecewa dengan film-film-nya setelah Lady in the Water (2006) sampai After Earth (2013), menonton Split jelas membawa nostalgia terindah pada ciri khasnya yang sangat berbeda dan kejeniusan ceritanya. Split jelas tidak hanya menjadi ajang termegah lewat naskah yang brilian dan eksekusi thriller kontemporer yang jenius, tetapi juga pembuktikan kekuatan akting James McAvoy yang menakjubkan! Jelas akan ada beberapa adegan yang membuat lo semua akan jadi super kagum dengan aktor berbakat yang satu ini, dengan perubahan dramatis pada gerakan tubuh, ekspresi wajah, hingga aksen bicara.
Cara bercerita dan atmosfer yang ada dalam Split, sangat pararel dengan film-film awalnya Mr. Shyamalan seperti The Sixth Sense (1999), Unbreakable (2000), Signs (2002), The Village (2004). Pergerakan ceritanya terbilang lamban dan tenang, serta benar-benar bertumpu pada deretan dialog yang ada untuk membangun cerita dan perkembangan karakter. Setiap dialog yang ada jelas penting untuk diperhatikan - terutama di setengah pertama film - karena dialog-dialog tersebut menjadi pondasi utama untuk dapat menikmati setengah terakhir film yang penuh dengan kejutan.
Meski cenderung lamban, tetapi visualnya tidak pernah berhenti untuk membuat mata penonton kagum. Ciri khas Mr. Shyamalan dengan teknik sinematografinya yang cantik, diinterpretasi dengan sangat artistik oleh sinematografer Mike Gioulakis yang sebelumnya pernah mempercantik visual It Follows (2014). Mulai dari penempatan kamera statis dengan blocking yang cantik, banyak adegan close-up yang memperkuat kesan claustrophobic, sampai pergerakan kamera yang lamban namun efektif menambah intensitas ketegangan.
Dari cerita yang dibawakan, sangat terlihat bagaimana Mr. Shyamalan melakukan risetnya dengan tidak main-main. Dulu disebut Multiple Personality Disorder, gejala-gejala dan dinamika dari Dissociative Identity Disorder ini digambarkan dengan sangat deskriptif dan valid. Struktur dasar dari DID dibangun dengan sangat rapi dan nyaman untuk diikuti bagi penonton awam, dan jauh dari kesan kuliah. Untuk kemudian, dasar teori DID ini dikembangkan sendiri - secara fiktif - oleh Shyamalan untuk menciptakan kisah mitosnya sendiri yang cenderung masih masuk di akal. Sampai tahap ini, gue sangat yakin orang-orang psikologi akan bersorak jaya melihat topik psikologi menjadi struktur utama dalam Split - apalagi subplot sesi konseling cenderung signifikan.
Subplot lain yang ada untuk membangun arc character juga tidak kalah menariknya. Apalagi melihat teknik flashback yang dipotong-potong menjadi banyak bagian dan disebar di sepanjang film. Cara ini jelas sangat efektif untuk mengikuti perkembangan karakter untuk kemudian memberikan ledakan emosional di akhir film. Yummy! Di sini jelas terlihat bagaimana gaya bercerita Shyamalan telah berevolusi menjadi lebih baik, jika melihat track record karya-karyanya selama ini. Meski kalau dibandingkan dengan karya klasiknya, harus gue akui bahwa Split bukan karya terbaiknya dengan agak terbata-bata di tengah film.
Split jelas akan memberikan cinematic orgasm pada dua kelompok besar. Yang pertama adalah kelompok mereka yang berkecimpung di dunia psikologi, baik mahasiswa maupun profesi. Bagaimana tidak, film ini telah mempopulerkan salah satu gangguan psikologis yang selama ini sangat seksi untuk dijadikan film. Yang kedua adalah jelas pada kelompok fans loyal M. Night Shyamalan yang sudah begitu sabar untuk menanti dirinya untuk kembali ke jalan yang benar. Jika The Visit adalah batu loncatannya sekaligus ajang percobaan berpartner dengan produser Jason Blum, maka Split adalah hasil maksimal dari kolaborasi mereka berdua. Belum lagi detik-detik terakhir film yang akan membuat kita - para pengikut setia Shyamalan - akan sangat sangat terkejut dan kemudian bersorak gembira, meski mungkin hanya dapat dimengerti oleh kita saja. OH YES THAT ENDING IS FUCKING AWESOME!
USA | 2016 | Drama / Thriller | 117 mins | Scope Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
9 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 2 Februari 2017 -
----------------------------------------------------------
- review film split night shyamalan james mcavoy
- review split night shyamalan james mcavoy
- split night shyamalan james mcavoy review
- resensi film split night shyamalan james mcavoy
- resensi split night shyamalan james mcavoy
- ulasan split night shyamalan james mcavoy
- ulasan film split night shyamalan james mcavoy
- sinopsis film split night shyamalan james mcavoy
- sinopsis split night shyamalan james mcavoy
- cerita split night shyamalan james mcavoy
- jalan cerita split night shyamalan james mcavoy
Komentar
Posting Komentar