Resident Evil: Retribution

"95 menit yang membosankan dan monoton untuk mengikuti sepak terjang Alice dan kawan-kawan untuk keluar dari salah satu fasilitas Umbrella Corporation"

Tiada kata yang bisa saya ucapkan ketika mengetahui bahwa franchise Resident Evil terus dilanjutkan sampai sekuel ke-5. Benar tampaknya bahwa Hollywood, atau Paul W. S. Anderson, sama sekali tidak peduli dengan kualitas film dan hanya peduli pada komersialitas dan keuntungan yang dapat diraih dari franchise ini. Film pendahulunya, Resident Evil (2002) memang cukup baik dan menjadi salah satu pelopor film adaptasi dari game. Namun sekuel ke-2, ke-3, dan ke-4, yang sub-judulnya pun saya tidak ingat, tak kunjung ada peningkatan kualitas di segi cerita, naskah, dan akting. Kini, apalagi yang ingin ditampilkan sutradara dan penulis naskah Paul W. S. Anderson dalam Resident Evil: Retribution? Oh ya jelas istrinya sendiri, Milla Jovovich.

T-virusnya Umbrella Corporation telah menyebar ke seluruh bumi, menyisakan Alice dan beberapa rekannya menjadi sisa manusia terakhir. Setelah peristiwa kapal Arcadia dalam sekuel sebelumnya, Alice terbangun dalam tahanan di sebuah fasilitas misterius milik Umbrella Corporation. Untuk melanjutkan perlawanannya menghadapi Umbrella Corporation dan para zombie, Alice harus keluar dari fasilitas tersebut.

Jelas bahwa film ini hanya sebuah film "batu loncatan" saja menuju sekuel terakhir (semoga). Bagaimana tidak, selama 95 menit penonton hanya disuguhi adegan demi adegan bagaimana Alice dan kawan-kawan mencoba keluar dari fasilitas misterius tersebut. Tidak hanya Alice dkk saja yang mati-matian ingin keluar dari situ, saya juga! Namun baru kali ini dalam franchise Resident Evil sedikit membawa konsep game ke dalam film; yaitu bagaimana diantara perpindahan sektor, penonton disuguhi cetak biru tiga dimensi dan lokasi para pemain kita. Setidaknya hal ini cukup menghibur dan memberi kesempatan penonton untuk bernafas sejenak.

gambar diambil dari sini
Jalan cerita dalam film ini kelewat sederhana. Dari awal film, saya sudah berharap-harap cemas akan diberikan cerita bagaimana kelanjutan sepak terjang Alice setelah berhasil keluar dari fasilitas tersebut, setidaknya selama setengah film terakhir. Namun ternyata harapan tinggal harapan. Jelas memang akan ada hint kelanjutan perlawanan Alice, namun porsinya hanya sedikit sekali.

Seperti sekuel-sekuel sebelumnya, Paul W. S. Anderson masih hobi untuk menekankan beberapa adegan dengan teknik slow-motion. Keren memang, tapi menjadi sedikit mengganggu jika digunakan terlalu sering dan terlalu lama di satu adegan. Harus diakui, score yang digunakan dalam film ini cukup keren dengan hentakan rock yang kena dan cukup ear-catchy. Namun komposer tomandandy memang bukan Hans Zimmer. Sayang sekali mereka hanya mengulang track dan sample yang sama dan digunakan di banyak adegan, sampai adegan final battle sehingga cukup mengganggu.
gambar diambil dari sini
Kalau mau ditelusuri apa yang membuat franchise Resident Evil ini semakin kehilangan kualitas dan menuai banyak kritikan, hal tersebut tidak lain adalah memudarnya atmosfer ketakutan, terisolasi, dan perasaan helplessness dari film orisinilnya, Resident Evil (2002) dan juga dari gamenya. Tentunya kita ingat bagaimana tegangnya ketika Alice perlahan-lahan menelusuri ground zero, laboratorium Umbrella Corporation, di saat-saat ketika T-virus mulai menyebar. Bagaimana perlahan-lahan, para zombie mulai muncul dan menyerang Alice dkk. Sayangnya, dari sekuel ke-2 hingga sekuel ke-5 ini, Paul W. S. Anderson telah merubah konsep atmosfer tersebut menjadi sebuah film aksi petualangan yang pasaran dan hanya mengandalkan peluru, ledakan, dan efek visual yang ada.

Film ini memang sebuah guilty pleasure yang cukup sayang untuk dilewatkan di layar lebar, dengan kualitas sound system yang baik. Sepanjang film memang penonton akan disuguhkan visual efek yang cukup baik dan suara tembakan serta ledakan yang membuat jantung berdetak.



USA | 2012 | Action / Adventure | 95 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1

Rating?
6 dari 10

- sobekan tiket bioskop tertanggal 18 September 2012 -

Komentar