Ave Maryam - Review
Filmnya cantik! Visialnya ciamik, lagu-lagunya asyik! Ini tipikal film hening, minim dialog, dan lamban. Jadi ya untuk mengerti dan memahami apa yang sedang terjadi di layar, mesti detil memperhatikan ekspreksi muka dan pandangan mata. Yang bagusnya sudah difasilitasi dengan sangat apik oleh akting dari semua aktor-aktrisnya.
Ceritanya sendiri memang tentang forbidden love story; seorang pastor dan suster yang sedianya hidup selibat tidak menikah tetapi saling jatuh cinta. Ini bukan penistaan agama (Katolik) ya, tapi gue melihatnya sebagai eksplorasi jujur (dan vulgar) terhadap dua manusia biasa yang pasti punya rasa. Adegan endingnya sih gong banget, dan sukses bikin hati meleleh.
Kali pertama gue nonton Ave Maryam itu April 2019 di bioskop. Setelah nonton kali kedua di Netflix, gue jadi lebih memahami beberapa hal. Nah gue mau membagikan interpretasi gue akan simbol yang dipakai di film ini, terutama berkenaan dengan air.
Ini interpretasi subyektif gue ya, kalau berbeda atau nggak logis ya maklum aja namanya juga subyektif alias dari sudut pandang gue. Yang mau nambahin, monggo.
Semuanya bermula dari pendapat temen cewe gue yang nonton ini juga. Menurut kalian, apa maksud adegan mimpi suster Maryam yang membuka jendela di pantai berhadapan dengan ombak? Karena temen gue ini punya interpretasi unik nan out of the box.
Menurut temen gue yang observasinya cukup ciamik ini, mimpi itu bisa diartikan sebagai orgasm. Buka jendela, angin segar, ombak menggulung-gulung. Iya, bisa jadi si suster sedang mstrbs. Terlalu imajinatif? Ya setiap orang boleh punya interpretasi masing-masing sih.
Nah dari hal itu, gue nyambungin ke beberapa hal lain. Dialognya si romo Chicco pas ngajak ngedate itu fenomenal sih; "mau mencari hujan di tengah kemarau?" Clapping hands signClapping hands signClapping hands signClapping hands signClapping hands sign
Persamaan hujan dengan ombak/laut?
Air.
Balik setelah mereka gejol di pantai (yang sayangnya versi Netflix sama dengan versi bioskop yaitu yang kena cut, (iya konon ada versi uncut)), hujan deras tuh yekaaan. Puas ya hujan-hujanannya.
Tapi ternyata malah nggak bikin hati damai.
Kenapa sih pada nyari hujan/ombak/laut/air? Ya karena haus. Kenapa haus? Ya seret donk ah. Nah kehausan ini jadi topik yang konsisten di agama Katolik. Tanpa bermaksud krestenisasi, intinya setiap manusia pasti ngerasain haus ini.
Haus itu biologis, wajar, dan normal. Apalagi untuk orang-orang yang berdedikasi melayani orang lain. Setengah awal film dihabiskan memperlihatkan suster Maryam merawat suster-suster tua, salah satunya dengan memandikan. Ngeguyur air ke badan orang lain. Ini gambaran yang ciamik!
Ngasih air ke orang lain terus tapi nggak ke diri sendiri. Ya lama-lama jadi haus. Jadi harus gimana ngisinya biar gak haus? Yaaa untuk hidup selibat dan kaul kekal sih banyak cara bisa dilakukan, tapi jelas tidak dengan “mengejar yang tak terlihat” kalau kata suster Tutie Kirana.
Sebelum gue ngelantur ke hal-hal moral/agama, begitu sih interpretasi gue akan simbol air yang ada di Ave Maryam. Mungkin aja gue sotoy dan sutradara/penulis naskah Ertanto Robby Soediskam sama sekali nggak mikirin sampe situ.
Mungkin gue overanalyze.
Ciamik memang film ini. Bisa ngebawa topik rumit ini sampai ranah audio visual. Dengan kemasan artistik minim dialog pula, yang menurut gue pengalaman menontonnya lebih ciamik di bioskop sih karena minim distraksi.
- sobekan tiket bioskop tanggal 5 April 2019 -
----------------------------------------------------------
review film XXX
review XXX
XXX movie review
XXX film review
resensi film XXX
resensi XXX
ulasan XXX
ulasan film XXX
sinopsis film XXX
sinopsis XXX
cerita XXX
jalan cerita XXX
Komentar
Posting Komentar