Percy Jackson: Sea of Monsters
"Film tentang anak-anak dari dewa-dewi Yunani pada jaman modern ini penuh adegan aksi yang menghibur, tapi terlalu padat dengan berbagai karakter yang muncul"
Camp Half-Blood, sebuah area tempat tinggal untuk para anak-anak berdarah campuran setengah dewa, diserang. Pohon yang menjadi sumber tabir perlindungan pun rusak dan sekarat. Satu-satunya cara untuk membuat Camp Half-Blood menjadi tempat yang aman adalah mencari obat penawar untuk pohon tersebut. Clarisse dan kawan-kawan sebagai juara camp pun diutus untuk mencari Golden Fleece di Sea of Monsters, atau yang dikenal sebagai lautan Segitiga Bermuda. Namun Percy dan kawan-kawan tidak tinggal diam. Ditemani oleh kakak kandungnya yang seorang Cyclops, Tyson, mereka menyusul Clarisse ke Sea of Monsters dan menemukan dalang dibalik semua ini yang memiliki rencana jahat.
Franchise action-fantasy yang diadaptasi dari buku ini adalah salah satu franchise yang gue tidak tertarik untuk ikuti. Percy Jackson & The Olympians: The Lightning Thief (2012) saja sengaja gue lewatkan di bioskop untuk kemudian gue tonton di HBO. Kala itu, gue pun bersyukur tidak menonton film tersebut di bioskop. Untuk sekuel keduanya ini, tidak akan gue tonton di bioskop kalau saja gue tidak mendapat voucher gratisan 4DX :D
Sea of Monsters terlihat belajar banyak dari kekurangan yang ada dalam The Lightning Thief. Adegan aksi yang lebih banyak, bahkan telah ada sejak menit-menit awal film dimulai. Hingga klimaks di akhir film yang cukup efektif, meski terasa terlalu mudah untuk membunuh si musuh utama yang menurut mitos lebih kuat daripada dewa-dewa besar. Film ini pun seakan memberi banyak peluang bagi efek 4DX yang ditawarkan oleh Blitzmegaplex; mulai dari motion, water, wind, light, scent. Setidaknya ini yang meningkatkan keseruan menonton film ini berkali-kali lipat.
Tapi sayang, Sea of Monsters terasa hanya ditujukan bagi remaja-remaja puber. Dengan jalan cerita yang sangat sederhana, ditambah dengan sangat mudahnya Percy dkk mendapatkan jalan dan alat-alat yang dibutuhkan demi meraih Golden Fleece di lautan yang ganas. Jalan cerita seperti ini seakan jalan cerita seorang balita yang merangkak melewati berbagai rintangan di kamarnya yang berantakan, sembari sesekali dibantu oleh sang ibu. Selain itu, karakter yang muncul dalam film ini seakan terlalu banyak. Saking banyaknya, sampai-sampai gue menjadi tidak peduli lagi akan karakter baru yang muncul di layar. Toh beberapa menit kemudian karakter itu pun akan mati.
USA | 2013 | Action / Fantasy | 106 min | Aspect Ratio 2.35 : 1
Wajib 4DX? RELATIF
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 30 Agustus 2013 -
Camp Half-Blood, sebuah area tempat tinggal untuk para anak-anak berdarah campuran setengah dewa, diserang. Pohon yang menjadi sumber tabir perlindungan pun rusak dan sekarat. Satu-satunya cara untuk membuat Camp Half-Blood menjadi tempat yang aman adalah mencari obat penawar untuk pohon tersebut. Clarisse dan kawan-kawan sebagai juara camp pun diutus untuk mencari Golden Fleece di Sea of Monsters, atau yang dikenal sebagai lautan Segitiga Bermuda. Namun Percy dan kawan-kawan tidak tinggal diam. Ditemani oleh kakak kandungnya yang seorang Cyclops, Tyson, mereka menyusul Clarisse ke Sea of Monsters dan menemukan dalang dibalik semua ini yang memiliki rencana jahat.
Franchise action-fantasy yang diadaptasi dari buku ini adalah salah satu franchise yang gue tidak tertarik untuk ikuti. Percy Jackson & The Olympians: The Lightning Thief (2012) saja sengaja gue lewatkan di bioskop untuk kemudian gue tonton di HBO. Kala itu, gue pun bersyukur tidak menonton film tersebut di bioskop. Untuk sekuel keduanya ini, tidak akan gue tonton di bioskop kalau saja gue tidak mendapat voucher gratisan 4DX :D
Sea of Monsters terlihat belajar banyak dari kekurangan yang ada dalam The Lightning Thief. Adegan aksi yang lebih banyak, bahkan telah ada sejak menit-menit awal film dimulai. Hingga klimaks di akhir film yang cukup efektif, meski terasa terlalu mudah untuk membunuh si musuh utama yang menurut mitos lebih kuat daripada dewa-dewa besar. Film ini pun seakan memberi banyak peluang bagi efek 4DX yang ditawarkan oleh Blitzmegaplex; mulai dari motion, water, wind, light, scent. Setidaknya ini yang meningkatkan keseruan menonton film ini berkali-kali lipat.
Tapi sayang, Sea of Monsters terasa hanya ditujukan bagi remaja-remaja puber. Dengan jalan cerita yang sangat sederhana, ditambah dengan sangat mudahnya Percy dkk mendapatkan jalan dan alat-alat yang dibutuhkan demi meraih Golden Fleece di lautan yang ganas. Jalan cerita seperti ini seakan jalan cerita seorang balita yang merangkak melewati berbagai rintangan di kamarnya yang berantakan, sembari sesekali dibantu oleh sang ibu. Selain itu, karakter yang muncul dalam film ini seakan terlalu banyak. Saking banyaknya, sampai-sampai gue menjadi tidak peduli lagi akan karakter baru yang muncul di layar. Toh beberapa menit kemudian karakter itu pun akan mati.
USA | 2013 | Action / Fantasy | 106 min | Aspect Ratio 2.35 : 1
Scene During Credits? TIDAK
Scene After Credits? TIDAK
Wajib 3D/IMAX? TIDAK (film ini tidak dibuat dalam format 3D atau IMAX)
Wajib 3D/IMAX? TIDAK (film ini tidak dibuat dalam format 3D atau IMAX)
Wajib 4DX? RELATIF
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 30 Agustus 2013 -
Komentar
Posting Komentar