Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Racun Sangga - Review

Gambar
Salah satu hal yang membuat gue tertarik untuk nonton film ini adalah hasil dari baca-baca ulasan yang bernada positif. Padahal sebelumnya gue selalu menghindari film horor karya sutradara Rizal Mantovani yang biasanya medioker. Hal lainnya yang mengusik rasa penasaran gue adalah film ini memiliki latar Kalimantan, tepatnya Kalimantan Selatan, meski nyata atau tidak santet racun sangga ini masih bisa diperdebatkan. Setidaknya gue bisa melihat dan sedikit membuka mata tentang budaya Kalimantan Selatan. Menurut gue Racun Sangga adalah film psychological horror yang solid. Minim penampakan hantu (hanya ada 1 saja) dan sepanjang film penonton dibuat ketakutan dengan deretan adegan yang memberi sugesti horor. Gue bisa melihat, Rizal Mantovani banyak terinspirasi dari beberapa film horor asal AS, salah satunya Paranormal Activity. Selain ada adegan CCTV dan video call dalam film ini yang benar-benar membuat bulu kuduk naik, ada juga scoring berupa suara buzz yang meningkat intens di setiap ...

Cinta Tak Seindah Drama Korea - Review

Gambar
Film terbaru dari rumah produksi Imajinari ini punya konsep yang menarik; film Indonesia dengan menggunakan formula-formula yang digunakan di drama Korea. Mulai dari kisah romansa yang berlapis, latar belakang yang menyeluruh, hingga deretan plot twist yang menggugah di akhir cerita. Nggak tanggung-tanggung, film ini pun sempat syuting di Seoul, Korea Selatan demi menghidup jalan ceritanya. Ditulis naskahnya dan disutradarai oleh Meira Anastasia yang baru kali ini duduk di kursi sutradara, ini adalah film dengan budget termahal dari Imajinari. Ya tentu saja apa lagi kalau bukan karena syuting di Korea Selatan dan menggunakan dua aktor dari negara tersebut. Niat untuk menyuguhkan film nasional dengan cita rasa Korea Selatan ini memang baik, tapi sayangnya tidak dieksekusi dengan baik. Jalan ceritanya memang sudah "Korea Selatan sekali", dengan kisah segitiga yang dilematis dan plot twist berlapis. Tapi menurut gue perpindahan plotnya terlalu lompat ke sana kemari. Kemudian kep...

Sobekan Tiket Terbaik 2024

Gambar
Tahun 2024 adalah tahun ke-18 gue mengumpulkan film-film terbaik yang gue tonton selama tahun kalender, baik di bioskop maupun di platform digital. Daftar ini disusun berdasarkan film yang gue tonton di tahun kalender 2024, terlepas kapan film tersebut dirilis. Seperti biasa, daftar ini juga mengumpulkan film-film dari berbagai negara terutama di luar Amerika Serikat; ada dari Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand.  Di atas kertas, menurut gue di tahun 2024 ini banyak film bagus yang gue tonton. Mengumpulkan top 10 sendiri saja susah, karena total ada 14 film yang gue kasih rating bintang 5 di tahun 2024. Gue harus mengeliminasi 4 judul yang pertimbangannya butuh waktu lama. Kemudian gue urutkan dari peringkat 1 sampai dengan 10 berdasarkan subjektifitas pribadi dan seberapa besar gue mau nonton ulang film tersebut.  Pada akhirnya, ini adalah 10 film panjang terbaik yang gue tonton selama tahun 2024. Kalau ada yang nggak setuju atau ada film favorit kalian yang nggak ...

Moana 2 - Review

Gambar
Delapan tahun setelah film pertama yang rilis tahun 2016, tentu saja Disney akan membuat setiap sekuel untuk semua Disney Princess termasuk Moana. Apalagi putri Disney kali ini berasal dari latar belakang Polinesia, yang pastinya menjadi target pasar untuk setiap jualan merchandise-nya. Moana 2 menghadirkan Moana yang lebih dewasa, mulai dari fisik yang berotot sampai dengan mental yang lebih dewasa. Sekarang juga Moana punya adik yang jadi tambahan ikatan emosional dia untuk pulang. Kisah film kedua ini memperluas semesta Moana yang sedang mencari suku-suku lain dari pulau-pulau terpencil lain. Sepertinya ini cikal bakal bersatunya ratusan pulau terpencil di Polinesia. Jalan ceritanya sebenarnya menarik, tapi sepertinya ditujukan khusus anak-anak saja. Untuk dewasa, film ini memang menghibur tapi kurang berkesan. Ternyata film kedua ini tanpa keterlibatan Lin-Manuel Miranda di departemen musik. Tanpa kehadirannya, setiap lagu dan lirik dalam film kedua ini jadi seakan kehilangan rasa ...

Wicked - Review

Gambar
Film musikal Wicked ini adalah adaptasi dari musikal Broadway Wicked yang sudah berumur 21 tahun di tahun 2024 ini. Sementara broadway Wicked sendiri adalah adaptasi dari buku karya Gregory Maguire berjudul Wicked: The Life and Times of the Wicked Witch of the West tahun 1995. Nah buku ini merupakan spin-off atau adaptasi dari buku The Wonderful Wizard of Oz karya L. Frank Baum tahun 1990, yang kemudian diadaptasi jadi film The Wizard of Oz tahun 1939. Banyak sekali ya lapisan adaptasi di dunia Oz ini. Sebelum nonton film ini gue sudah tahu kurang lebih tentang jalan ceritanya, karena gue cukup memperhatikan panggung Broadway yang masih saja mementaskan Wicked. Tapi dari dulu gue nggak pernah tertarik untuk nonton karena merasa kisahnya terlalu feminin. Bagaimana tidak, dari poster-posternya saja sudah memperlihatkan banyak perempuan memakai gaun ala Disney Princess. Nggak heran di media sosial banyak laki-laki protes diajak nonton film Wicked sama pacarnya. Tapi ternyata gue salah ...

We Live In Time - Review

Gambar
Sepertinya ekspektasi gue sudah terlalu tinggi karena baca-baca ulasan dari berbagai KOL di media sosial. Terutama ekspektasi tentang betapa film ini akan menjadi film romansa tearjerker tahun ini, lewat penampilan prima dari Florence Pugh dan Andrew Garfield. Melihat sinopsisnya di atas kertas, ini memang tipikal film romance / grief di mana salah satu pasangannya menderita terminal illness .  Ternyata memang ekspektasi gue cukup ketinggian karena gue keluar studio bioskop dengan perasaan biasa saja, tanpa satu tetes air mata pun selama durasi film 1 jam 48 menit. Memang kisah romansanya tipikal pasangan yang berduka karena hidupnya hanya hitungan bulan. Tapi harus gue akui ada kisah utamanya tentang berusaha punya anak jadi hal baru di tengah isu childfree. Kisah romansa mereka berdua ini sebenarnya punya isu dilema yang sangat kuat. Si wanita masih ingin terus berkarir dan tidak ingin punya anak, sementara si laki-laki terpaksa bercerai karena mantan istrinya tidak mau punya ana...

Heretic - Review

Gambar
Ini dia film thriller yang sudah gue tunggu-tunggu. Apalagi baru kali ini Hugh Grant membawakan peran antagonis. Ditambah lagi dengan plot cerita yang terbilang cukup unik; membahas keterikatan manusia terhadap agama dicampur dengan plot slasher / gore. Ciamik! Ternyata Heretic membahas keterikatan manusia terhadap agama bukan hanya sebagai latar belakang kisah thriller, tapi justru sebagai fokus utama film ini! Di 15 menit pertama film ini saja langsung tancap gas membahas tentang filosofi dan agama. Dialogue heavy dan isinya saling menanggapi tentang apakah kita manusia harus beragama atau tidak. Meski konteks yang dibahas adalah Mormon, tapi gue rasa dialog-dialog ini bisa diimplementasikan ke semua agama. Gue kira segmen perdebatan soal agama ini hanya di awal film saja untuk membangun atmosfer film. Tapi ternyata segmen perdebatan ini merata ada di tengah bahkan akhir film. Memang fokus utama film ini membahas filosofi agama, dan sangat bagus untuk jadi bahan permenungan dan pemik...

Gladiator II - Review

Gambar
Sebagai fans dan penonton film Gladiator (2000), gue sama sekali nggak mengharapkan akan ada sekuelnya 24 tahun kemudian. Gue rasa film pertamanya sudah ditutup dengan megah dan terhormat, serta mampu membawa pulang 5 piala Academy Awards termasuk Best Picture dan Best Actor. Jadi rasanya film keduanya akan sangat sulit menyainginya. Beberapa hari sebelum nonton Gladiator II, gue nonton ulang film pertamanya untuk sekedar mengingatkan kembali jalan cerita yang ada. Tapi ternyata ini adalah keputusan yang salah, karena plot cerita Gladiator II sama persis plek ketiplek dengan film pertamanya. Di 30 menit pertama, pergerakan plot sangat mirip dengan film pertamanya. Mulai dari adegan perang besar, lalu karakter utama diambil sebagai budak, lalu dijadikan gladiator di arena kecil, sampai bertarung di arena Colosseum. Meski memang di paruh akhir film agak berbeda dengan plot twist dari karakter Denzel Washington, tapi punya garis besar yang mirip dengan film pertamanya; mencoba menggulingk...

The Paradise of Thorns - Review

Gambar
Wah ini dia, film Thailand terbaik yang gue tonton di tahun 2024. Bahkan gue lebih suka The Paradise of Thorns ketimbang How to Make Millions Before Grandma Dies . Film ini kaya Killers of the Flower Moon versi Thailand, sama-sama tentang perebutan rumah dan tanah dengan cara pernikahan. Meski kalau Killers of the Flower Moon adalah konflik antara penduduk asli dengan pendatang, maka di The Paradise of Thorns adalah konflik horizontal antar warga dari kelas sosial-ekonomi bawah. Kisahnya sangat merakyat dan sangat bisa ditemukan di keseharian kita. Tentang Thongkam yang menikah dengan sesama laki-laki, Sek, tapi tidak sah di mata hukum karena Thailand baru melegalkan same-sex marriage di tahun 2025. Permasalahan muncul ketika Sek meninggal, kemudian ibu dan anak asuhnya datang untuk mengklaim rumah dan kebun durian yang memang atas nama Sek. Sementara Thongkam tidak terima karena dia sudah bekerja keras merawat sekaligus melunasi pinjaman untuk membeli rumah dan kebun durian tersebut...

Flow - Review

Gambar
Gue cukup beruntung punya kesempatan buat nonton film animasi asal Latvia yang sedang dipuja-puja oleh para sinefil ini. Film animasi ini termasuk unik karena sepanjang durasi 1 jam 24 menit tidak ada dialog sama sekali. Tidak ada manusia juga karena memang film ini fokus pada kisah bertahan hidup para hewan dari banjir besar. Memang film animasi ini punya kekuatan utama di visualnya yang luar biasa cantik. Gue belum pernah melihat teknik animasi seperti ini; tiga dimensi tapi punya efek watercolor. Apalagi animasi air yang terlihat lumayan nyata. Selain mata, untuk hiburan telinga juga luar biasa karena "voice actor" dari para karakter hewan ini adalah hewan beneran. Jadi benar-benar suara kucing, capybara, lemur, dan anjing yang mengisi suara karakter-karakter ini. Kisahnya sekilas mirip dengan Life of Pi (2012), sama-sama tentang bertahan hidup dalam kapal kecil dengan spesies lain. Kalau di Life of Pi hanya ada 2 spesies yaitu manusia dan harimau, di Flow ada banyak spesi...

Emilia Perez - Review

Gambar
Gue pernah bilang kalau kombinasi genre musical dan crime itu nggak cocok ketika nonton Joker: Folie a Deux , tapi ternyata gue salah semenjak nonton Emilia Perez. Yes ternyata memang genre musical campur crime itu bisa jadi film yang bagus. Mungkin perpaduan musical dan crime harus punya nyawa feminin ya untuk jadi sebuah film musikal yang berkualitas. Bahkan film Emilia Perez berhak menyandang bintang lima dari gue, lewat jalan ceritanya yang unik, segmen musikal yang sinematik, dan visualnya yang cantik. Plot ceritanya sendiri sangat menarik; seorang pengacara yang membantu bos kartel untuk operasi kelamin dari pria menjadi wanita. Gue sama sekali nggak nyangka akan nonton film queer, tapi punya kisah drama yang menghangatkan hati. Menjadi seorang Caitlyn Jenner (asal punya banyak uang) memang mudah, tapi ketika punya masa lalu sebagai bos kartel yang punya banyak musuh pasti akan mempersulit hidup meski sudah berganti kelamin. Oya, satu lagi keunikan film ini, sutradara dan rumah p...

Here - Review

Gambar
Ini dia film paling unik di tahun ini, film yang sepanjang 1 jam 44 menit kameranya tidak bergerak dan merekam segala kejadian dari satu sudut pandang saja. Karena ruang yang tidak bergerak, maka waktu yang bergerak bebas. Mulai dari jaman dinosaurus (yes lo nggak salah baca) sampai dengan masa kini. Ternyata memang satu tempat dan lokasi menyimpan sejuta kenangan yang menarik untuk di eksplorasi. Sebenarnya Here adalah kisah keluarga kelas menengah yang jadi representasi banyak orang. Memang film ini punya alur cerita yang maju mundur, tapi linimasa lain hanya jadi kisah sampingan. Sementara kisah utamanya ada di karakter yang diperankan Tom Hanks dan Robin Wright. Kita mengikuti bagaimana kisah hidup Richard dan Margareth mulai dari lahir, kecil, remaja, hinggak menikah.  Hal yang cukup menyentil gue adalah bagaimana dua karakter ini harus mengesampingkan mimpi dan hobinya untuk bertahan hidup. Sejak kecil dan remaja Richard punya bakat melukis, tapi bakat tersebut harus dikesamp...

Venom: The Last Dance - Review

Gambar
Akhirnya kisah trilogi Venom dan Eddie Brock berada di film ketiga atau di penghujung jalan. Setelah Venom (2018) dan Venom: Let There Be Carnage (2021), film terakhir ini berjudul Venom: The Last Dance yang bercerita tentang serangan makhluk alien yang ingin membunuh para simbiot. Kalau di film keduanya, fans dihibur oleh kemunculan Carnage, maka film ketiganya ini akan muncul berbagai variasi Venom termasuk She-Venom. Tampaknya memang trilogi Venom ini tidak menitikberatkan pada kualitas naskah dan hanya fokus pada sisi hiburan saja. Film ketiga ini tampak seperti film yang dibuat tahun 90-an. Bagaimana Venom yang punya keinginan pergi ke New York dan mau melihat patung Liberty, rasanya plot ini sudah terlalu basi di tahun 2024 ini. Meski sebenarnya wajar saja jika ada turis yang baru pertama kali ke AS dan ingin melihat patung Liberty. Tapi sebuah film pahlawan anti-hero super ingin melihat patung Liberty? Hmmm. Selain itu, penonton memang dihibur oleh kemunculan berbagai bentuk Ve...

Tebusan Dosa - Review

Gambar
Setelah  Istirahatlah Kata-Kata  (2016) dan  The Science of Fiction  (2019) yang mengorbitkan nama almarhum aktor Gunawan Maryanto, sutradara dan penulis naskah Yosep Anggi Noen kembali lagi meski baru kali ini memproduksi film horor. Tebusan Dosa juga jadi film horor pertama bagi rumah produksi Palari Films. Bercerita tentang seorang ibu yang sedang berduka sekaligus mencari anak perempuannya yang hilang di sungai. Sebenarnya Tebusan Dosa punya kisah horor yang menarik, dan menjadi horor yang langka di mana menempatkan sosok hantu yang baik dan membantu karakter utamanya. Kisahnya juga menempatkan investigasi sebagai plot utamanya untuk mencari di mana si anak perempuan yang hilang. Tapi sayang eksekusi horornya cenderung lemah dan membosankan. Setiap kemunculan hantu yang sebenarnya sudah menyeramkan, merasa harus ditambah dengan efek suara yang keras dan mengagetkan - tapi malah jadi mengganggu. Jalan ceritanya sendiri tampak terseok-seok. Kisah investigasinya mem...

The Shadow Strays - Review

Gambar
The Raid 2 Berandal minggir dulu, The Shadow Strays mau lewat!   Wah gue lebih suka The Shadow Strays sih ketimbang dwilogi The Raid, terutama The Raid 2 Berandal yang sama-sama film aksi di tengah dunia kriminal dan politik Indonesia. The Shadow Strays jelas masuk dalam klub eksklusif film action brutal dari Indonesia. Nggak hanya penuh koreografi cantik dan gahar, adu tembak berdaya ledak tinggi, tapi juga lengkap dengan gore dan slasher penuh darah a la Timo Tjahjanto.   Rasanya butuh 5 film dan 6 tahun setelah The Night Comes for Us (2018) agar Timo menyempurnakan arahannya di film aksi yang brutal dan berdarah-darah. Kali ini, The Shadow Strays punya jalan cerita yang jauh lebih sederhana dan to the point. Plotnya memang tipikal film aksi dari Hollywood; seorang pembunuh bayaran yang mengalami dilema moral untuk mengambil nyawa manusia tanpa kompas moral yang pasti. Fight choreography-nya nggak hanya keren dan berdarah-darah, tapi punya keindahan tersendiri di...

Smile 2 - Review

Gambar
Rasanya salah juga gue menaruh rendah ekspektasi pada Smile 2, karena sudah terlanjut memberi cap negatif pada film-film sekuel. Tapi ternyata sterotipe tersebut nggak bisa disematkan pada Smile 2, yang malah jadi film horor yang jauh lebih seram dan mengerikan ketimbang film pertamanya. Smile 2 bergabung dalam barisan sekuel film horor yang kualitasnya meningkat dan lebih baik seperti Alien: Romulus dan The First Omen . Smile 2 memang melanjutkan jalan cerita yang ada dari film pertamanya, tapi hanya sedikit sekali. Bisa dibilang, kalau pun nggak nonton film pertamanya masih bisa menikmati film keduanya ini. Smile 2 punya jalan cerita yang mirip dengan film pertamanya, tapi dengan skala yang lebih besar dan punya efek ledak yang jauh lebih dahsyat. Elemen horor yang ada pun masih membawa ciri khas dari film pertamanya; minim jump scare tapi memberikan atmosfer creepy yang perlahan namun pasti. Efek horor nonton film ini bukan terhentak kaget, tapi merinding sampai ke bulu kuduk. Ya m...

The Substance - Review

Gambar
The Substance is DISGUSTINGLY GOOD! Gila sih ini film, bener-bener jadi pengalaman nonton di bioskop yang unik banget! Nontonnya gue berasa campur aduk antara terpukau trus jijik - in repeat . Gue bener-bener berasa belum pernah nonton film kaya gini sebelumnya. The Substance jelas memberikan standar baru dan sangat tinggi di sub-genre body horror . Kisahnya sebenarnya sederhana; seorang artis berumur 50 tahun yang ketenarannya pudar mencoba obat yang bisa membuat dirinya jadi muda lagi dan jauh lebih cantik. Tapi untuk menjadi muda harus berganti-gantian setiap 7 hari sekali tanpa terkecuali. Tentunya masalah muncul ketika dia melewati batas waktu 7 hari. Body horror adalah sub genre horor yang fokus pada kekerasan fisik pada tubuh manusia. Adegan potong kaki di Saw (2004) termasuk body horror , nah keseluruhan film The Substance fokus pada itu. Nggak gue sangka, film ini juga menyelipkan adegan-adegan yang memancing orang-orang yang jijik dengan makanan sisa. Jelas ini bermaksud u...

The Wild Robot - Review

Gambar
Sudah hilang di ingatan kapan terakhir kali gue bisa sebahagia ini nonton film animasi. Sepanjang film bisa senyum-senyum sendiri, tertawa di banyak adegan, dan meneteskan air mata! Lengkap sudah segala rupa emosi bisa dipancing lewat film animasi yang benar-benar bisa dinikmati semua umur ini. Visualnya sendiri sudah luar biasa indah, benar-benar definisi every frame is a painting . Komposisi gambar dan warnanya benar-benar diperhitungkan dengan baik, sehingga memanjakan mata dengan maksimal. Scoring yang ada juga sangat mendukung emosi setiap adegan, jadi melengkapi visual yang sudah indah. Untuk teknik animasinya sendiri mengikuti trend yang sudah digagas oleh Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) enam tahun lalu ya. Kisahnya sih yang jelas jadi jualan utama film ini. Kisah robot yang hidup di tengah hutan saja sudah jadi ide yang sangat segar dan baru. Siapa yang sangka kisah robot yang menemani anak bebek belajar terbang bisa memancing air mata. Jelas kisah ini adalah alegori ...

Kuasa Gelap - Review

Gambar
Sebagai seorang Katolik, gue cukup bangga sekaligus penasaran dengan film Kuasa Gelap ini. Ini adalah film horor nasional pertama yang mengangkat eksorsisme dalam Gereja Katolik. Padahal horor kategori eksorsisme Katolik sudah tumbuh subur dan berkembang di Hollywood. Sebuah keputusan yang berani dari rumah produksi Paragon Pictures untuk mengangkat tema yang terbilang niche ini, karena artinya harus mengadu nasib di sisi komersil. Diambil dari kisah nyata, gue cukup puas dengan Kuasa Gelap meski ada kekurangan di beberapa sisi. Pertama-tama, harus diapresiasi komitmen dari Paragon Pictures untuk seakurat mungkin dengan ritual eksorsisme Gereja Katolik. Gue cukup percaya melihat nama Romo Johanes Robini Marianto OP di barisan kredit sebagai konsultan eksorsisme. Beliau adalah romo yang terbiasa melakukan eksorsisme dari Keuskupan Agung Pontianak. Jadi doa eksorsisme yang ada dalam film ini, baik yang berbahasa Latin dan bahasa Indonesia, adalah akurat. Kedua, gue suka bagaimana Kuasa G...

Joker: Folie a Deux - Review

Gambar
Gue itu sangat suka dengan film-film bergenre musikal. Film Joker (2019) pun gue puja-puji setinggi langit karena baru kali ini ada film adaptasi komik yang fokus pada psikologis karakter antagonis. Nah sekuel dari film Joker yang bergenre musikal ini seharusnya di atas kertas akan gue sukai. Jelas karena kombinasi musikal sebagai genre favorit gue dan sekuel dari salah satu film terbaik di tahun 2019. Tapi ternyata tidak, saudara-saudara. Menurut gue, Joker: Folie a Deux adalah eksperimen yang gagal total. Sutradara dan penulis naskah Todd Phillips sudah berhasil di eksperimen yang pertama, menjadikan film Joker (2019) sebagai film studi karakter dari tokoh antagonis yang ikonik. Tampaknya tidak puas dengan itu, sekuelnya pun dibuat eksperimen lebih jauh lagi; ditambah banyak adegan menyanyi dan menari. Di atas kertas, ide ini memang segar karena belum pernah ada sebelumnya yang menggabungkan genre crime dan musical . Tapi terima kasih kepada Joker: Folie a Deux, kita sekarang tahu ke...

I, the Executioner - Review

Gambar
Gue suka banget sama Veteran (2016), kayaknya film ini juga yang menumbuhkan rasa kepercayaan gue akan film-film aksi asal Korea Selatan. Delapan tahun kemudian ternyata ada sekuelnya yang berjudul I, the Executioner . Meski sekuel langsung, tapi bisa dibilang ini film yang berdiri sendiri. Kalau belum nonton film pertamanya, dijamin akan tetap bisa menikmati film keduanya ini. Kalau film pertamanya bercerita tentang polisi yang terpaksa harus menggunakan cara-cara kasar untuk menangkap penjahat, maka film kedua ini membahas hal yang sama tapi di spektrum sebaliknya. Tepatnya, cara-cara kasar ini sampai batasan mana? Apakah sampai membunuh penjahat yang bebas karena sistem pengadilan? Dilema moral ini yang dieksplorasi dengan baik lewat representasi karakter yang ada di layar. Film ini masih mengangkat ciri khas film aksi Korea Selatan; adegan aksi adu jotos dan kejar-kejaran dengan kisah drama yang melekat. Jadi memang nggak hanya adu fisik dan kejar-kejar, tapi juga diperkuat dengan...

Never Let Go - Review

Gambar
Film ini nggak ada usaha marketing yang terlihat, padahal punya kisan dan pesan makna yang sangat menarik dan penting. Apalagi ini tipikal film yang punya open ending interpretation , dalam artian endingnya sangat ambigu dan menyerahkan interpretasi kepada penonton masing-masing. Jenis film yang pastinya memantik diskusi setelah selesai nonton. Never Let Go bercerita tentang seorang ibu yang membesarkan kedua anaknya di sebuah rumah terisolasi di tengah hutan. Setiap kali mereka keluar untuk mencari makan dari alam liar, mereka harus terikat pada tali yang tersambung ke rumah mereka. Kalau mereka lepas dari tali, maka "Evil" akan menghampiri dan merasuki mereka. Kisah ini diceritakan secara meyakinkan dari sang ibu, yang ternyata menjadi unreliable narator dalam film ini. Setiap tabir misteri pun dibuka perlahan dalam setiap babak, yang sukses membuat gue meragukan kisah yang diceritakan sang ibu. Tapi kemudian di gerak plot berikutnya, kisah mitos itu semakin meyakinkan. G...