Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2021

Sobekan Tiket Terbaik 2021

Gambar
Tahun ke-15 gue mengumpulkan film-film terbaik yang gue tonton selama tahun kalender 2021. Lagi-lagi di tahun ini, setengahnya film yang gue tonton di platform OTT macam Netflix, Disney+, dan Catchplay. Bioskop memang sudah buka dan berangsur kembali normal. Tapi platform tersebut juga menawarkan film-film berkualitas yang rilis eksklusif jadi ya mau nggak mau. Tahun ini daftar 10 film terbaik ini cukup bervariasi mulai dari dokumenter, musikal, dan romansa. Gue turut berbangga karena rasanya untuk pertama kali bukan satu tapi dua film Indonesia yang masuk daftar tahunan ini. Ya memang, tahun 2021 jadi tahun yang spesial untuk perfilman nasional karena banyak judul yang tembus beragam festival internasional. Urutan di daftar ini gue buat secara subjektif tergantung minat dan kesenangan gue pribadi. Kalau ada yang nggak setuju atau ada film favorit kalian yang nggak ada di daftar ini, silakan komen di bawah!

Spider-Man: No Way Home - No Spoilers Review!

Gambar
Jadi Spider-Man ada berapa? Ada Tobey Maguire dan Andrew Garfield gak? Untuk pertanyaan-pertanyaan macam ini nggak bisa gue jawab di tulisan ini ya, karena gue mau ulasan gue bisa dibaca oleh semua orang mulai dari yang belum sampai yang sudah nonton. Nah buat yang penasaran banget, gue cuma bisa bilang berekpektasilah setinggi mungkin karena seperti rindu dan dendam - semuanya akan terbayar tuntas! Sebagai orang yang ngikutin Spider-Man dari jaman Tobey Maguire sampai Tom Holland, gue sih takjub banget sama No Way Home ini. Fix jadi film Spider-Man terbaik dari semua sih karena beneran jadi full circle yang sempurna dan emosional. Terutama untuk trilogi "Home"-nya Tom Holland, ini jadi penutup trilogi yang sangat-sangat baik. Gue juga berani bilang kalau No Way Home ini adalah " Endgame level "! Untuk tahun 2021, jelas No Way Home jadi film superhero terbaik menurut gue. Jangan khawatir, kata produser Amy Pascal kerja sama dengan Disney dan MCU masih akan berjalan

House of Gucci - Review

Gambar
Diadaptasi dari buku karangan Sara Gay Forden berjudul A Sensational Story of Murder, Madness, Glamour, and Greed, sutradara Ridley Scott membawakan kisah glamor dan tragis dari keruntuhan dinasti keluarga Gucci. Gue yang nggak tahu apa-apa soal Gucci selain itu adalah brand mewah produk fashion dari kulit, cukup bisa ngikutin cerita ini tanpa roaming. Malah sering berdecak kagum sama kelakuan ajaib masing-masing anggota keluarga Gucci ini. Berdurasi dua setengah jam bercerita tentang biografi orang-orang dibalik merek Gucci, film ini nggak terasa terlalu lama ya. Untungnya Ridley Scott membawakan film ini dengan ringan dan menyenangkan, bahkan cenderung kocak yang sesekali berhasil bikin gue ngakak. Scott memang tahu tipikal film biografi ini bisa dengan mudah jatuh ke area membosankan, makanya penting untuk menyelipkan humor di sana-sini untuk meringankan suasana. Selain itu hal yang gue sangat suka adalah jelas di ensemble parade akting. Lady Gaga bener-bener ngebuktiin bahwa dia ad

West Side Story (2021) - Review

Gambar
Gak suka. Dua setengah jam kayak dragging gitu penuh dengan dialog-dialog yang nggak perlu. Musical sequence-nya sih lumayan dengan koreografi yang ciamik - karena memang koreo ini yang jadi daya tarik utama musikal West Side Story. Tapi salah gue memang yang selalu membandingkan dengan versi 1961, karena memang kalah jauh secara hati dan rasa. Adegan meet cute Tony dan Maria aja jauuuh banget lebih bagus di versi 1961, apalagi endingnya aduhhh. Tonton aja deh West Side Story versi 1961 ada di Apple TV+ rental 25rb, baca ulasannya di sini . Baca juga pengalaman gue nonton West Side Story versi 1961 di bioskop . - sobekan tiket bioskop tanggal 8 Desember 2021 - ---------------------------------------------------------- review film west side story steven spielberg review west side story steven spielberg west side story steven spielberg movie review west side story steven spielberg film review resensi film west side story steven spielberg resensi west side story steven spie

Yuni - Review

Gambar
Yuni adalah potret sosial kompleks yang apa adanya dan vulgar tentang perempuan pada umumnya, dan perempuan yang hidup di ekonomi menengah ke bawah di rural Indonesia pada khususnya. Dengan dialog 100% menggunakan bahasa Jawa Serang, penonton dibawa untuk menyelami kehidupan Yuni di kota kecilnya. Keseharian Yuni yang sangat sederhana dari obrolan tentang seks di padang rumput sampai dengan ayah yang suportif saat sedang potong kuku di malam hari. Lengkap dengan komunitas kecil, warga lokal yang penuh gosip, sampai tetek bengek politik yang efeknya sangat terasa bagi mereka. Film ini memang tipikal menceritakan keseharian karakter utamanya yang setiap gerak-geriknya yang tak luput dari sebab-akibat pandangan sosial dan politik yang berlaku pada saat itu. Mulai dari perempuan mau jadi apa kalau tidak menikah sampai dengan wacana tes keperawanan dari pemerintah.  Hal yang gue sangat suka dari film Yuni adalah bagaimana kamera selalu fokus pada Yuni sepanjang film, dan perlahan menyamarka

Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas - Review

Gambar
Bajingan! Memang bajingan film ini, bajingan vulgarnya, bajingan juga bagusnya! Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas benar-benar jadi standar baru perfilman Indonesia di segala segi. Sangat well-made dan terasa bahwa film ini dibuat dengan hati. Sebuah kapsul waktu dan pengingat miris tentang kondisi sosio-politik yang memengaruhi rakyat kecil bahwa kekerasan dan maskulinitas adalah token yang berlaku di jalanan. Pertama-tama, film ini memberikan hiburan mata yang maksimal. Dunia tahun 1989-1990an sangat terpercaya berkat kombinasi brilian dari gambar hasil dari kamera seluloid, desain latar yang detil, kostum retro, sampai bahasa tubuh dan dialog para pemainnya. Nggak sulit untuk menyelami world building yang digambarkan Edwin x Eka Kurniawan dalam film ini, dan jadi pintu masuk yang nyaman untuk turut menyelami setiap karakter dan ceritanya. Dengan menggandeng penulis bukunya sendiri untuk turut menggarap naskah, rasanya aman bahwa alihwahana dari buku berjudul sama ke film a

Ghostbusters: Afterlife - Review

Gambar
Ghostbusters: Afterlife ini adalah sekuel langsung dari Ghostbusters (1984) dan Ghostbusters II (1989). Jadi lupakan Ghostbusters versi gender-swapped tahun 2016 karena itu termasuk proyek gagal dan nggak dilanjutin lagi. Nah menurut gue, Afterlife ini cukup sukses untuk membangkitkan kembali franchise Ghostbusters yang udah terpendam lama di library-nya Sony. Benar-benar belajar dari kesalahan versi 2016, bahwa franchise ini tujuannya untuk fans service dan bukan reboot ulang. Jadi bisa dibilang Ghostbusters: Afterlife adalah film yang maksimal di fans service seakan-akan seluruh durasi 124 menit ini hanya untuk fans aja gitu. Tapi nggak juga sih, buat yang nggak nonton dwilogi Ghostbusters tahun 80-an menurut gue akan bisa menikmati film ini dengan baik tanpa roaming. Sepanjang film penonton memang diperlakukan sebagai orang-orang yang nggak tahu sebelumnya siapa itu tim Ghostbusters, sampai harus diperkenalkan lewat iklan jadul "who's you're gonna call" utnuk t