Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2019

Green Book - Review

Gambar
"Ini memang masih awal tahun, tapi Green Book sudah pasti menjadi salah satu film terbaik gue tahun ini" Green Book dengan mudah masuk dalam daftar Sepuluh Sobekan Tiket Terbaik tahun 2019 gue. Film ini bagusnya keterlaluan sih. Paket lengkap berisi drama, komedi, romansa, keluarga, dan isu diskriminasi ras yang jadi pesan utama dalam film ini. Satu hal yang gue ngga sangka adalah ternyata betapa kocaknya film ini, yang unsur komedinya benar-benar efektif mengimbangi isu diskriminasi ras kulit hitam yang menyebalkan itu. Film ini berlatar tahun 1962, di mana Tony "Tony Lip" Vallelonga sedang mencari pekerjaan baru setelah klub malamnya tutup untuk renovasi. Pekerjaan yang paling menjanjikan malah datang dari pianis Afrika-Amerika Don Shirley yang akan menjalani tur di selatan Amerika - daerah yang masih sangat mendiskriminasi ras kulit hitam. Dengan karakter dan latar belakang yang bertolak belakang, perjalanan darat selama dua bulan itu pun membawa hidup me

The Mule - Review

Gambar
"Studi karakter yang sangat baik yang dibalut dalam drama kriminal yang menghangatkan hati" The Mule bercerita tentang seorang kakek berumur 90 tahun yang menikmati uang dari hasil menjadi kurir narkotika dari kartel Meksiko. Rasanya lebih dari kebetulan kalau "Tata", kode nama panggilan para kartel terhadap si kakek, diperankan (dan juga disutradarai) oleh Clint Eastwood yang berusia 89 tahun di tahun ini. Belum lagi ini adalah kisah nyata, di mana naskahnya terinspirasi dari artikel New York Times tahun 2014 berjudul The Sinaloa Cartel's 90-Year-Old Drug Mule . Menonton The Mule bagi gue berasa seperti menonton Logan (2017) versi non-superhero dan realistis. The Mule itu seakan "karir terbaru" di usia senja seseorang, termasuk dengan tema penebusan diri yang sangat personal. Terutama jika karakter ini diperankan oleh seorang Clint Eastwood, lengkap dengan karakterisasi beliau di dunia nyata yang penuh dengan hingar bingar kesuksesannya - di

Terlalu Tampan - Review

Gambar
"Terlalu Tampan itu film yang terlalu kocak untuk ditonton sendirian, alias wajib ngakak bareng temen-temen!" Gue nggak pernah tahu dan baca sebelumnya tentang Terlalu Tampan yang konon sangat tenar di media komik daring Line Webtoon. Tapi teaser trailer -nya yang out-of-the-box kocak nan absurd itu udah berhasil membuat gue tertarik untuk nonton versi film layar lebarnya. Apalagi film ini diproduksi oleh Visinema, yang berhasil mengangkat Keluarga Cemara ke layar lebar dan sukses secara kritik dan komersil. Alkisah hiduplah Mas Kulin yang wajahnya terlalu tampan bagi semua kaum hawa, dan dirinya memang berasal dari keluarga tampan. Saking takutnya pergi ke dunia luar, keluarganya menyusun skenario hingga Mas Kulin mau menghabiskan tahun terakhir SMAnya di sekolah homogen. Tapi ternyata ketampanannya segera terekspos ke masyarakat luas, hingga membuat para guru dan siswi sekolah homogen sebelah sampai kejang-kejang dan mimisin - termasuk di gadis Terlalu Cantik di seko

Instant Family - Review

Gambar
"Film keluarga yang berhasil membawa isu yang sulit dan kompleks ke dalam kemasan yang ringan dan kocak maksimal" Rasanya jarang-jarang gue nonton film drama keluarga bisa sampai sengakak ini. Padahal biasanya gue nggak begitu cocok sama lelucon-lelucon di film-film komedinya Mark Wahlberg. Tapi Instant Family ini, benar-benar bikin gue ngakak sampai kehabisan nafas - lebay sih oke, tapi beneran kocaknya maksimal. Apalagi ditambah keunyuan anak-anak adopsi yang kadang ngeselin kadang geblek kadang lovable . Pete dan Ellie adalah pasangan muda yang belum punya anak, dan merasa kehilangan sesuatu dalam pernikahan. Mereka pun memutuskan untuk mengadopsi, tidak satu ataupun dua, tapi tiga kakak beradik dari sebuah pusat penampungan anak-anak dari dinas sosial. Seperti yang bisa masyarakat banyak bisa perkirakan, proses adaptasi dan interaksi antara kedua orang tua angkat dan anak adopsi ini jauh dari kata mudah. Apalagi untuk menjawab pertanyaan; mengapa mereka mau mengang

Glass - Review

Gambar
"Memang tidak sekuat dua film pendahulunya, tapi Glass adalah penutup trilogi yang brilian" Sekuel ketiga dan penutup trilogi Eastrail 177 yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Ini adalah penantian panjang 19 tahun bagi para fans Unbreakable (2000) - yang sempat dibuat menjerit bahagia di after credits Split (2017) kemarin. Bagi gue sebagai fans setia (awal karir) M. Night Shyamalan, Unbreakable adalah film favorit dan kesayangan gue - yang dapat gue tonton berkali-kali tanpa merasa bosan sekalipun. Makanya gue sangat bahagia akhirnya bisa melihat kelanjutan sepak terjang David Dunn dan Mr. Glass yang dipertemukan dengan kece itu. Setelah kejadian Kevin Wendell Crumb yang diliput media, David Dunn pun merasa bertanggung jawab untuk melacak dan menghentikan kejahatannya. Namun pertikaian antara kebaikan dan kejahatan itu harus melewati otak cerdas dari Mr. Glass yang memiliki misinya tersendiri. Mereka bertiga ditangani oleh psikiater misterius, Dr. Staple, yang beru

Swing Kids - Review

Gambar
"Paket lengkap berisi musikal yang menghentak, komedi yang super kocak, dan drama perang yang penuh getir" Tahun 1951 selama perang Korea berlangsung, kamp penjara Geoje di selatan semenanjung Korea sedang disorot media. Tujuannya adalah meningkatkan repatriasi di kalangan tahanan komunis agar membelot dari Korea Utara. Kepala penjara pun menginstruksikan dibentuknya tim dansa beranggotakan para tahanan yang berbakat. Pada akhirnya terkumpul empat orang dari latar belakang yang berbeda-beda; tahanan asal Cina, tahanan komunis yang membelot, warga lokal, dan tahanan Korea Utara yang setia pada ideologi komunis namun berbakat menari dan tergoda untuk belajar tap dance. Siapa yang nggak jatuh hati begitu melihat trailernya, atau setidaknya gue yang memang selalu punya hati pada film bergenre musikal. Ternyata Swing Kids malah menyajikan lebih dari itu; paket lengkap antara komedi, drama, perang, dan musikal! Satu hal yang gue nggak nyangka adalah ternyata film ini kocak p

How to Train Your Dragon: The Hidden World - Review

Gambar
"Sekuel penutup yang menjadi perpisahan yang manis terhadap Toothless dan teman-temannya" Hiccup sebagai kepala suku Berk telah berhasil membangun utopia di mana manusia dan naga hidup berdampingan. Namun masalah demi masalah baru mulai muncul; mulai dari semakin penuhnya desa oleh naga dan serangan tiada henti terhadap pemburu naga Grimmel. Ditambah lagi Toothless ternyata bukan satu-satunya naga Night Fury. Maka Hiccup dan teman-temannya harus mencari The Hidden World tempat asal mula naga berkembang biak dan aman dari manusia. Buat yang kangen sama Toothless, mungkin ini adalah film yang tepat jadi obat kangen. Apalagi di film ini, Toothless bertemu dengan pasangannya; Night Fury berwarna putih - yang nggak kalah imutnya! Betul sih, jualan utama sekuel ketiga dan terakhir dari franchise layar lebar How to Train Your Dragon ini hanya naga Night Fury yang unyu namun memiliki kekuatan yang dahsyat.

Escape Room - Review

Gambar
"Menegangkan dan potensial sebagai pembuka franchise baru" Enam orang asing terjebak dalam permainan "Escape Room" yang sangat nyata dan mengancam nyawa. Mereka harus bekerja sama untuk menyelesaikan satu demi satu ruangan, dengan nyawa sebagai taruhannya. Perlahan, mereka pun menyadari bahwa permainan ini lebih besar dari yang mereka bayangkan. Escape Room yang rilis di tahun 2019 ini jauh berbeda - dan bukan remake/reboot/sekuel - dari yang rilis tahun 2017 kemarin. Tentunya yang ini dengan budget yang jauh lebih besar sehingga diambil oleh Sony sebagai distributor film. Sebagai film dengan tema melarikan diri, Escape Room berhasil memberikan ketegangan yang berarti buat gue. Bisa lah film ini dijadikan titik tolak franchise baru menggantikan Saw yang sudah kehilangan daya ledaknya.

Keluarga Cemara - Review

Gambar
"Sebagai film keluarga dan ramah anak, Keluarga Cemara penting untuk ditonton demi menambah kehangatan tali persaudaraan" Abah ingin bertahan hidup dengan keluarganya setelah harta dan rumahnya disita demi membayar hutang dari bisnis kakak iparnya. Mereka sekeluarga harus pindah ke rumah masa kecil Abah di luar Jakarta, dan harus beradaptasi dari titik nol. Perjalanan hidup mereka tidak mudah dengan proses adaptasi yang demikian sulit. Namun mereka perlahan menemukan makna keluarga yang baru. Buat gue yang nggak mengikuti serial televisinya - tapi cukup familiar dengan kisah Keluarga Cemara - sangat menikmati kehangatan dari film ini. Di beberapa adegan gue harus menahan laju air mata yang siap menetes, lantaran kisah yang tersaji di layar begitu natural dan meyakinkan. Kisahnya terjalin rapi, dan pengembangan setiap karakter juga sama dalamnya. Jadi setiap anggota keluarga mendapat porsi yang sama rata dalam film keluarga ini.