Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2023

The Creator - Review

Gambar
Gue cukup excited nonton film terbarunya sutradara dan penulis naskah Gareth Edwards. Gue suka banget karya dia Monsters (2010), kemudian dipercaya megang film blockbuster Godzilla (2014). Setelah itu karirnya pun menanjak lewat Rogue One (2016). Tahun 2023 lewat The Creator , tampaknya Gareth Edwards maksimal banget dalam melahirkan karya yang penuh dengan idealisme. Perlu diketahui, latar belakang Gareth Edwards memang berasal dari divisi efek visual. Maka nggak heran kalau di setiap karyanya, efek visualnya selalu rapi dan sangat meyakinkan. Tidak terkecuali The Creator ini, yang saking rapi dan mulusnya, penonton benar-benar percaya dunia di tahun 2065 yang penuh dengan cyborg atau simulant. Oya gue suka banget gambaran teknologi tinggi di tengah sawah dan pegunungan yang hijau. Benar-benar jadi gambaran yang bertolak-belakang, tapi tetap indah. Mirip sekali dengan adegan akhir film Rogue One yang perang di garis pantai. Ceritanya sendiri gue suka banget. Kapan lagi ada film yan

Petualangan Sherina 2 - Review

Gambar
Sepertinya memang hanya Miles Films ya yang berbakat merilis film long-awaited sequel. Setelah jarak 14 tahun antara Ada Apa Dengan Cinta? (2002) dan Ada Apa Dengan Cinta? 2 (2016), kini rekor jarak tersebut ditembus dengan 23 tahun jarak antara Petualangan Sherina (2000) dan Petualangan Sherina 2 (2023). Yang dulu nonton Petualangan Sherina di bioskop dan kini 23 tahun kemudian nonton lagi, gimana udah berasa tua? Singkat kata, Petualangan Sherina 2 adalah sekuel yang nyaris sempurna! Coba bayangkan, dari film anak-anak yang menghibur keluarga, kini bertransformasi menjadi film dewasa muda - yang sama juga menghibur penonton keluarga! Menakjubkan ya, jarak 23 tahun dan pemerannya sudah bertumbuh dewasa, tapi bisa punya target penonton yang sama. Ini adalah bukti betapa sangat kuatnya brand image "Petualangan Sherina" yang tidak lekang dikikis waktu. Terima kasih juga pada media sosial yang membantu mempertahankan citra itu lewat meme dan dialog Sherina dan Sadam dalam f

Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul - Review

Gambar
Memang hanya tinggal hitungan waktu kapan Kisah Tanah Jawa akan diadaptasi dalam bentuk film panjang. Kreator konten di Youtube ini memang sempat viral dengan beberapa konten investigasi mistisnya, sampai mereka mencetak buku dari beberapa investigasi mistisnya. Film panjang pertama yang diangkat dari konten mereka adalah kisah Pocong Gundul. Digadang-gadang diangkat dari kisah nyata, maka mau percaya atau tidak dikembalikan kepada setiap penonton. Dibawakan oleh rumah produksi terbesar di Indonesia saat ini, dan sekali lagi oleh sutradara Awi Suryadi, gue cukup surprise bahwa KTJ: PG ini jauh jauh lebih baik daripada KKN di Desa Penari yang menjadi film. nasional paling sukses sepanjang sejarah. Entah apa yang membedakan, terlepas dari tidak hadirnya satu penulis naskah yang biasa menemani film yang disutradarai oleh Awi. Tapi KTJ: PG benar-benar rapi secara naskah dan eksekusi yang luar biasa tegang maksimal dari awal sampai akhir. Gue harus tepuk tangan sama sinematografinya yang sa

No One Will Save You - Review

Gambar
NO ONE WILL SAVE YOU BUT YOURSELF! WAH INI KEREN BANGET SIH KENAPA CUMA MASUK OTT WOY AH! Gila gila gila jarang-jarang ya nonton film horor yang sepanjang filmnya cuma ada 2 dialog! Siapa yang sangka kalau ternyata nonton film horor yang minim dialog malah menambah intensitas ketegangan?? Oya horornya di sini bukan setan bukan hantu tapi ALIEN! Jangan turn off dulu ya sama alien, karena alien di sini creepy as fck! Packaging film serangan alien ini memang diperlakukan sebagai film horor, makanya intens dan bikin kaget. Aktingnya Kaitlyn Dever juga aduhay berhasil banget, meski minim dialog, tapi setiap ekspresi dan tatapan matanya itu loh sukses nularin ketakutan dan kengerian dia. Mungkin NOWSY ini adalah film alien minim dialog yang ngasih apa yang A Quiet Place nggak bisa kasih. Secara premis sebenernya AQP lebih potensial jadi film horor minim dialog, tapi berhubung film komersial harus bisa diakses dan dijual ke banyak orang makanya tetap harus ada dialog. Sementara NOWSY mungkin

Flora and Son - Review

Gambar
Sebagai pengikut setia sutradara dan penulis naskah John Carney, gue selalu menanti-nantikan karya terbaru dia. Apalagi gue udah ngikutin beliau sejak dari film Once (2007) yang kena banget di hati gue. Meski ada Begin Again (2013) dan Sing Street (2016) tapi menurut gue kok kalau budget semakin besar hasilnya semakin nggak kena di hati ya. Tapi Flora and Son memang punya hati yang besar, apalagi di ranah keluarga - sebuah tema yang rasanya baru kali ini dibahas dari semua filmography dia. Film-filmnya John Carney selalu ada unsur musik yang utama dan integral di jalan ceritanya. Setidaknya di tiga film terakhir ya, tapi sayangnya unsur musik di Flora and Son porsinya jauh lebih sedikit. Memang secara kualitas masih jadi titik utama tapi secara kuantitas bisa dihitung dengan jari sebelah tangan kanan. Sebenarnya ini hal remeh dan secara keseluruhan tidak menurunkan kualitas film. Tapi gue pribadi agak sedikit kecewa karena awalnya berharap akan dapat banyak lagu hahaha. Dari segi

A Haunting in Venice - Review

Gambar
Film ketiga dari franchise Hercule Poirot, sebuah franchise yang diadaptasi dari buku serial detektif karangan Agatha Christie. Setelah Murder on the Orient Express (2017) dan Death on the Nile (2022), kini A Haunting in Venice mengambil kemasan horor. Sebuah keputusan yang menarik sekaligus brilian menurut gue, karena rasanya baru kali ini ada film whodunit yang dibungkus dengan genre horor. Kemasan horor ini diangkat bahkan dari detik-detik awal film. Adegan yang sunyi tanpa suara, tapi dengan penempatan kamera dan sinematografi yang ganjil. Sutradara Kenneth Branagh yang rasanya baru kali ini juga menyutradarai film horor jelas tahu bagaimana membangun suasana dan atmosfer yang mengerikan sekaligus mencekam. Yang gue suka dari film ketiga ini adalah, rasanya pembuat film sudah semakin sadar bahwa deretan cast A-list tidak mampu mengangkat kualitas film seperti film pertama dan kedua. Di film ketiga ini, deretan pemeran kategori bintang praktis hanya sedikit. Sebut saja Michelle

The Nun II - Review

Gambar
Setelah The Nun (2018) yang menurut gue nggak seseram itu, antisipasi gue terhadap film keduanya jadi agak menurun. Tapi ternyata gue bisa menikmatinya, malah jadi suka banget karena banyak mengandung unsur Katolik. Soal horor dan tingkat keseraman memang agak upgrade sedikit, tapi tetap masih lebih seram The Conjuring ketimbang franchise The Nun. Mungkin karena kita sudah terbiasa melihat Valak di berbagai meme, maka ketika ada penampakan Valak jadi nggak seseram itu lagi. Kalau melihat betapa komprehensif dan dalamnya unsur Katolik, menurut gue ini bisa dibilang tipikal film horor Katolik ya hahaha. Dari awal sudah dikasih planting tentang iman akan anggur Ekaristi yang merupakan perwujudan dari darah Kristus, yang ternyata jadi kunci untuk akhir film. Lalu plot tentang relikui Santa Lusia dari Sirakusa, itu juga hal yang berangkat dari kenyataan. Meski pada kenyataannya lokasi relikui Santa Lusia tidak berupa itu dan tidak berada di lokasi itu. Tapi gue bisa paham kalau orang non-K

Sleep Call - Review

Gambar
Nah ini dia, film Indonesia yang berbeda dan segar! Bukan film horor, bukan film romansa anak SMA, tapi film thriller psikologis! Gue aja lupa kapan terakhir kali film Indonesia punya tema yang mirip kaya gini. Tapi kita perlu berterima kasih sama sutradara Fajar Nugros dan rumah produksi IDN Pictures yang berhasil dan berani membuat film segar seperti ini. Sleep Call punya jalan cerita yang sangat unik, setidaknya untuk ukuran film Indonesia, meski agak ketebak di tengah film. Dengan plot twist seperti itu, memang jadi nggak unik lagi mengingat banyak film Hollywood yang mengangkat tema yang sama. Tapi di skala film nasional tetap jadi kisah yang unik dan segar. Sinematografi film ini juga cantik sekali, seakan-akan setiap frame gambar bisa jadi karya lukisan yang ciamik. Belum lagi editing yang juga jauh dari kata biasa saja dan bisa dibilang cukup inovatif. Ternyata pilihan kreatif sinematografi dan editing ini konsisten dengan plot twist yang ada di akhir film. Oya color grading-ny

Joy Ride - Review

Gambar
Hype untuk bikin film-film dengan pemeran utama berkarakter Asia memang lagi jaya-jayanya di Hollywood. Kali ini ada Joy Ride yang bisa dibilang Bridesmaids (2011) versi Asia. Di atas kertas sebenarnya film ni punya banyak potensial. Ada nama Adele Lim di kursi sutradara dan penulis naskah, setelah sebelumnya jadi penulis naskah Crazy Rich Asians (2018) dan Raya and the Last Dragon (2021). Joy Ride memang tipikal film komedi dewasa yang biasanya disutradarai atau diperankan oleh Seth Rogen dan teman-temannya. Bedanya, ini komedi perempuan dan sangat berbau Asia. Komedi-komedinya masih masuk dan kocak, meski belum bisa bikin gue terpingkal-pingkal. Empat karakter utamanya juga unik meski kadang terlalu komikal dan di luar nurul. Tapi gue senang melihat Ashley Park yang kali ini jadi pemeran utama film panjang. Di segi ceritanya juga masih fokus pada Asian-American dari sudut pandang pendatang. Pencarian ibu kandung Audrey di China dan Korea Selatan memang jadi benang mereah film ini.