Sirens - Series Review
Sinopsis
Sirens adalah miniseries thriller drama Netflix berdurasi 5 episode yang berfokus pada dinamika relasi antarkarakter yang penuh ketegangan psikologis, rahasia, dan manipulasi emosi. Dibintangi Julianne Moore, Meghann Fahy, dan Milly Alcock, Sirens membangun kisah tentang daya tarik, kekuasaan, dan toksisitas yang tersembunyi di balik kehidupan yang tampak glamor dan damai di permukaan. Dengan pendekatan yang lebih condong ke drama karakter ketimbang plot twist bombastis, serial ini mengajak penonton menyelami misteri yang lebih beracun secara emosional daripada eksplosif secara naratif.
Ulasan
Miniseries Sirens ini cuma 5 episode, tapi dari awal vibe-nya terasa seperti mau menyaingi The White Lotus. Meski ya… pada akhirnya tetap beda kelas. Tapi jujur, tetap lumayan seru buat diikutin. Buat gue pribadi, melihat nama Julianne Moore saja sudah cukup buat langsung pencet play tanpa banyak mikir. Ditambah lagi ada Meghann Fahy yang sempat bersinar di The White Lotus Season 1, serta Milly Alcock yang auranya selalu mencuri perhatian. Dan entah kenapa, sejak awal gue nggak bisa menghapus pikiran bahwa Milly Alcock ini mirip banget Jesse Plemons versi cewek 🤣—semakin lama ditonton malah makin kebayang.
Yang bikin Sirens menarik adalah bagaimana serial ini membangun atmosfer intens yang sangat bergantung pada karakter Julianne Moore. Sejak awal, ada sesuatu yang “tidak beres” pada dirinya, tapi tidak pernah dijelaskan secara gamblang. Semua disimpan pelan-pelan, lapis demi lapis, lewat gestur kecil, dialog samar, dan dinamika kuasa dalam percakapan. Strategi ini efektif banget untuk mengangkat ekspektasi penonton, terutama menjelang episode-episode akhir. Kita terus didorong untuk menebak: sebenarnya rahasia beracun apa yang disembunyikan karakter ini?
Tapi pertanyaan terbesarnya tentu: apakah ekspektasi itu terbayar di ending? Jawaban jujurnya: tidak sepenuhnya. Ending-nya terasa antiklimaks, meskipun secara logika dan pilihan moral, sebenarnya sangat fair dan masuk akal. Di sinilah mungkin banyak penonton akan terbelah. Kalau datang dengan harapan ledakan ala The White Lotus, besar kemungkinan akan merasa “loh, kok gini doang?”. Tapi kalau melihatnya sebagai drama psikologis yang memang bertumpu pada realisme emosi, ending ini justru terasa konsisten dengan apa yang dibangun sejak awal.
Dan memang, Sirens ini bukan The White Lotus. Meski treatment-nya mirip—lokasi eksklusif, karakter penuh rahasia, tensi sosial yang kental—Sirens memilih jalur akhir yang jauh lebih membumi dan tidak sedramatis itu. Ia tidak mengejar shock value, tidak juga mengandalkan twist besar yang meledakkan segalanya dalam satu momen. Yang ditawarkan justru adalah konsekuensi emosional dari pilihan-pilihan karakter yang sejak awal sudah kita lihat benihnya.
Pada intinya, Sirens adalah drama karakter yang fokus ke psikologi, bukan ke kejutan besar. Bagi penonton yang mencari plot twist bombastis, kemungkinan akan merasa kurang puas. Tapi buat yang menikmati drama intens dengan permainan emosi, gestur, dan relasi kuasa antar manusia, serial ini sangat layak dicoba.
Kesimpulan
Salah satu highlight terkuat Sirens adalah bagaimana ia memainkan emosi penonton sejak awal. Ada sentuhan humor gelap yang sesekali menyelinap, tapi di balik itu selalu ada lapisan misteri yang bikin penasaran. Meski ending-nya tidak meledak, perjalanan menuju ke sana tetap terasa worth it. Ini tipe series yang nikmat bukan karena ledakan di akhir, tapi karena ketegangan yang terus merayap pelan-pelan sepanjang cerita.
Skor Sobekan Tiket Bioskop: 2/5
Cocok untuk: penonton serial The White Lotus
- ditonton di Netflix -
Komentar
Posting Komentar