Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2024

Immaculate - Review

Gambar
Sinefil Indonesia boleh bersorak gembira karena distributor CBI Pictures mengimpor film horor independen ini ke bioskop nasional. Kabar gembira kedua, tidak ada sensor sama sekali dan film ini mendapat rating 21+ jadi silakan ditonton di bioskop dan bukan di link haram. Segala bentuk kekerasan, kesadisan, dan transparansi baju bisa ditonton di layar lebar dengan puas hati. Nasib menonton Immaculate setelah menonton The First Omen (2024) di awal bulan, jadi masih segar di ingatan betapa jalan cerita dua film ini sangat mirip. Ada seorang suster dari Amerika datang ke suatu biara di Italia dan nggak bisa berbahasa Italia, kemudian mengalami hal-hal supranatural. Kisah kelanjutannya juga mirip tapi nggak gue tulis di sini untuk menghindari spoiler.  Beruntungnya, Immaculate punya tensi horor yang nggak kalah tegang dan mengagetkan. Nggak hanya horor dan jump scare, Immaculate juga menyajikan body horror yang benar-benar menghilangkan nafsu makan sesaat. Kalau di The First Omen , adeg...

Challengers - Review

Gambar
Satu lagi film yang otomatis masuk Top 10 film terbaik yang gue tonton di tahun ini. Challengers ini kaya film The Dreamers (2003) dengan elemen tenis. Pada intinya, ini adalah film romansa kisah cinta segitiga dengan latar belakang olahraga tenis sebagai bumbu cerita. Kisah cinta segitiga yang dipicu oleh kompetisi, di mana di atas kertas adalah kompetisi untuk merebut sang wanita tentu saja. Tetapi di lapisan bawah ada kompetisi untuk memenangkan pertandingan tenis. Sutradara Luca Guadagnino memang selalu masterful dalam menempatkan romansa bergairah ke dalam layar. Naskahnya ditulis oleh Justin Kuritzkes, suami dari sutradara/penulis naskah Celine Song yang sama-sama piawai menulis kisah cinta segitiga. Jalan ceritanya non-linear atau maju mundur, yang mungkin selaras dengan bola tenis yang dipukul secara bergantian dari satu raket ke raket lainnya. Gaya bercerita seperti ini efektif memantik rasa penasaran penonton, untuk kemudian mendapatkan jawabannya di adegan selanjutnya. Ce...

Yolo - Review

Gambar
Awal lihat trailer ini di youtube, gue bingung kok tumben distributor besar macam Sony Pictures mau membeli dan mendistribusikan film "kecil" seperti ini. Apalagi jarang ada distributor asal AS mendistribusikan film asal Tiongkok. Setelah dikulik, ternyata film ini mencetak angka box office yang luar biasa di Tiongkok. Faktor besarnya adalah penurunan berat badan drastis sebanyak 50 kg dari aktor utama sekaligus sutradara, Jia Ling. Kisah ini diadaptasi dari film Jepang tahun 2014 berjudul 100 Yen Love, tapi tanpa unsur penurunan berat badan. Versi Tiongkok berjudul Yolo menempatkan penurunan berat badan jadi salah satu plot utama meski ternyata hanya ditampilkan sekilas dalam bentuk montage. Tidak ada CGI atau practical effect , ini benar-benar murni menurunkan berat badan selama 10 bulan dengan diet ketat, intermittent fasting, dan olah raga. Filmnya sendiri adalah tipikal kisah inspiratif from zero to hero , di mana karakter utamanya sudah mencapai rock bottom untuk kemud...

Dua Hati Biru - Review

Gambar
Antisipasi gue untuk film Dua Hati Biru juga tidak setinggi itu. Menurut gue, film Dua Garis Biru (2019) ditutup secara final dan pasti - apalagi jika berbicara seputar kehamilan remaja di luar nikah. Ternyata layaknya hidup manusia - yang bahkan sampai mati jadi hantu pun bisa dijadikan film - memang pasti ada kelanjutan setelah anak dari Bima dan Dara lahir ke dunia. Tentunya Dua Hati Biru fokus pada masa Bima dan Dara menjadi orang tua dari anak kecil berumur 4 tahun. Menjadi orang tua di usia 30an dan 40an saja tidak mudah, apalagi di usia 20an. Masa-masa di mana emosi dewasa muda belum matang, apalagi dengan kondisi pekerjaan dan penghasilan yang tidak menentu. Tentunya ini jadi permasalahan yang pastinya bisa dirasakan kebanyakan orang. Tapi sayang menurut gue Dua Hati Biru membawa terlalu banyak permasalahan orang tua ke dalam satu film. Satu demi satu masalah ditumpahkan dalam durasi 1 jam 46 menit, mulai dari adaptasi balita terhadap ibu yang baru ditemuinya secara fisik, regu...

Badarawuhi di Desa Penari - Review

Gambar
Pada awalnya memang gue cukup memandang sebelah mata film ini karena gue kurang suka dengan KKN di Desa Penari (2022). Apalagi ini adalah tipikal komersialisasi meemeras satu Intellectual Property menjadi banyak film dan tidak membawa cerita ke mana-mana. Mengingat KKN di Desa Penari yang meraih 10 juta penonton yang notabene menjadi satu-satunya film paling laris sejak era Orde Baru, tentu saja harus ada film lanjutannya di dalam semesta yang sama. Ternyata gue malah suka dan sangat menikmati film kedua di semesta KKN ini - bahkan lebih menyenangkan ketimbang Siksa Kubur. Pertama, karena jalan ceritanya yang sangat membumi dan gue sebagai penonton ikut larut ke dalam suasana kelam desa penari. Karakter utamanya punya kemauan dan kebutuhan yang jelas dan sederhana yang bisa kita ikut; mengembalikan gelang yang dipercayainya bisa menyembuhkan ibunya yang sedang sakit parah.  Jelas bahwa Badarawuhi di Desa Penari jauh lebih baik ketimbang KKN di Desa Penari. KKN di Desa Penari terlam...

Siksa Kubur - Review

Gambar
Semua film (dan serial) karya Joko Anwar memang selalu dinanti oleh banyak orang, terutama para penggemarnya. Apalagi Joko Anwar termasuk salah satu sutradara Indonesia yang hobi memberikan banyak easter egg di dalam setiap filmnya. Ditambah lagi beredar teori bahwa semua film karya Joko Anwar sebenarnya ada dalam satu semesta yang sama, mengingat ada beberapa benda, nama, dan organisasi yang muncul di beberapa filmnya. Siksa Kubur di atas kertas punya premis yang sederhana; apakah siksa di dalam kubur itu nyata adanya? Kalau benar nyata, apakah siksaan itu berupa fisik atau bisa juga berupa psikis? Satu-satunya cara untuk membuktikan kebenaran siksa kubur adalah menguburkan diri hidup-hidup bersama seseorang yang paling kejam dan berdosa. Hal ini direpresentasikan oleh karakter utama film ini, Sita, yang punya trauma mendalam di hidupnya sehingga jadi apatis terhadap agama. Untuk orang-orang yang bilang kalau film ini cukup membohongi penonton karena adegan siksa kubur hanya ada di 5...

The First Omen - Review

Gambar
Film ini berlaku sebagai prekuel dari The Omen (1976), film orisinil dari franchise Omen. Akhir film The First Omen langsung nyambung dengan awal dari film The Omen. The First Omen ini bercerita tentang seorang suster yang dikirim ke Roma untuk melayani, tapi ternyat amengalami sederetan kejadian supranatural. Buat pecinta horor, apalagi genre horor kerasukan, wajib tonton nih! Nonton The First Omen ini berasa nonton film horor buatan A24 atau film produksi studio kecil atau independen. Padahal film ini produksi 20th Century Studios yang notabene studio besar dan komersil. Dalam artian, film ini cenderung slow burn dengan jalan cerita yang bergerak lamban dan minim dialog. Sekalinya ada dialog pun hanya dialog panjang dan cukup jarang ada penampakan. Tapi sekalinya ada penampakan atau jump scare, sangat mengagetkan dan lumayan bikin gue lompat dari kursi. Setiap penampakannya diletakkan di adegan-adegan yang tidak diprediksi. Selain itu, banyak gambar-gambar khas horor slasher yang aka...