The Hunger Games: Mockingjay Part 1
"Satu lagi kesalahan Hollywood yang gemar mengadaptasi satu buku menjadi dua film"
Permainan tahunan The Hunger Games telah hancur lebur berkat Katniss. Kini, Katniss berlindung di District 13 yang tersembunyi, markas para pemberontak Capitol. Dipimpin oleh Presiden Coin, Katniss menjadi Mockingjay, sebuah simbol pemberontak untuk menyatukan seluruh District dalam melawan Capitol. Sementara di Capitol, Presiden Snow memanfaatkan Peeta untuk menyebarkan propaganda untuk meredakan pemberontakan yang terjadi.
Mockingjay Part 1 jelas jauh berbeda dibandingkan The Hunger Games (2012) dan Catching Fire (2013). Sekuel ketiga ini lebih berisi drama ketimbang action, dengan porsi adegan aksinya kira-kira hanya sebesar 10% saja. Untuk mereka yang telah terbiasa dengan ketegangan dan aksi yang ada di dua sekuel sebelumnya, Mockingjay Part 1 jelas membosankan. Sepanjang film isinya lebih banyak dialog, dan dua kubu yang bertikai saling membalas video propaganda.
Kesalahan terbesar dari sekuel penutup trilogi The Hunger Games ini jelas pada keputusan untuk membagi adaptasi dari satu buku ke dalam dua film. Hasilnya adalah sebuah film dengan kisah yang sangat terasa sekali direnggangkan menjadi 123 menit. Tema propaganda yang dibawa oleh seri terakhir ini memang jelas sangat menarik sekaligus klimaks yang baik untuk kisah Katniss dan kawan-kawan. Namun saling berbalas video propaganda yang ditampilkan dalam Mockingjay Part 1 ini terkesan repetitif dan agak dipaksakan.
Belum lagi dengan penderitaan Katniss yang sangat menginginkan untuk membebaskan Peeta yang selalu diulang-ulang selama dua jam lebih, yang semakin mengurangi simpati penonton pada Katniss maupun Peeta. The more she cries, the more careless I am. Apalagi dengan jalan cerita yang direnggangkan berpengaruh pada kedalaman karakter yang ditampilkan, konsekuensinya adalah film ini terasa datar tanpa penonton mampu merasakan emosi apapun dalam melihat setiap adegan yang ada.
Satu-satunya hal yang membuat gue berdecak kagum adalah nyanyian Katniss Everdeen tentang The Hanging Tree, yang kemudian menyebar menjadi lagu tema para pemberontak di seantero Panem. Gue membayangkan Suzanne Collins yang hanya menulis lirik lagu itu - yang sudah cukup creepy - ditranslasikan menjadi sebuah lagu sederhana bernada oleh band folk The Lumineers.
Semoga perbedaan atmosfer dalam Mockingjay Part 1 ini bisa menjadi hal positif dalam menyambut Part 2. Dalam artian, kekecewaan banyak penonton - termasuk gue - dapat menurunkan ekspektasi serendah mungkin untuk kemudian takjub dan kagum pada Part 2. Apalagi penonton telah dibiasakan dengan tema politik yang cerdas antara kaum totaliter dengan kaum pemberontak. Jelas Part 1 merupakan jembatan yang baik untuk Part 2.
USA | 2014 | Action / Drama | 123 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 27 November 2014 -
Permainan tahunan The Hunger Games telah hancur lebur berkat Katniss. Kini, Katniss berlindung di District 13 yang tersembunyi, markas para pemberontak Capitol. Dipimpin oleh Presiden Coin, Katniss menjadi Mockingjay, sebuah simbol pemberontak untuk menyatukan seluruh District dalam melawan Capitol. Sementara di Capitol, Presiden Snow memanfaatkan Peeta untuk menyebarkan propaganda untuk meredakan pemberontakan yang terjadi.
Mockingjay Part 1 jelas jauh berbeda dibandingkan The Hunger Games (2012) dan Catching Fire (2013). Sekuel ketiga ini lebih berisi drama ketimbang action, dengan porsi adegan aksinya kira-kira hanya sebesar 10% saja. Untuk mereka yang telah terbiasa dengan ketegangan dan aksi yang ada di dua sekuel sebelumnya, Mockingjay Part 1 jelas membosankan. Sepanjang film isinya lebih banyak dialog, dan dua kubu yang bertikai saling membalas video propaganda.
Kesalahan terbesar dari sekuel penutup trilogi The Hunger Games ini jelas pada keputusan untuk membagi adaptasi dari satu buku ke dalam dua film. Hasilnya adalah sebuah film dengan kisah yang sangat terasa sekali direnggangkan menjadi 123 menit. Tema propaganda yang dibawa oleh seri terakhir ini memang jelas sangat menarik sekaligus klimaks yang baik untuk kisah Katniss dan kawan-kawan. Namun saling berbalas video propaganda yang ditampilkan dalam Mockingjay Part 1 ini terkesan repetitif dan agak dipaksakan.
Belum lagi dengan penderitaan Katniss yang sangat menginginkan untuk membebaskan Peeta yang selalu diulang-ulang selama dua jam lebih, yang semakin mengurangi simpati penonton pada Katniss maupun Peeta. The more she cries, the more careless I am. Apalagi dengan jalan cerita yang direnggangkan berpengaruh pada kedalaman karakter yang ditampilkan, konsekuensinya adalah film ini terasa datar tanpa penonton mampu merasakan emosi apapun dalam melihat setiap adegan yang ada.
Satu-satunya hal yang membuat gue berdecak kagum adalah nyanyian Katniss Everdeen tentang The Hanging Tree, yang kemudian menyebar menjadi lagu tema para pemberontak di seantero Panem. Gue membayangkan Suzanne Collins yang hanya menulis lirik lagu itu - yang sudah cukup creepy - ditranslasikan menjadi sebuah lagu sederhana bernada oleh band folk The Lumineers.
Semoga perbedaan atmosfer dalam Mockingjay Part 1 ini bisa menjadi hal positif dalam menyambut Part 2. Dalam artian, kekecewaan banyak penonton - termasuk gue - dapat menurunkan ekspektasi serendah mungkin untuk kemudian takjub dan kagum pada Part 2. Apalagi penonton telah dibiasakan dengan tema politik yang cerdas antara kaum totaliter dengan kaum pemberontak. Jelas Part 1 merupakan jembatan yang baik untuk Part 2.
USA | 2014 | Action / Drama | 123 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 27 November 2014 -
Setuju soal film yang kerasa dipanjang-panjangin. Tapi sebagai pembaca novel, saya malah seneng versi filmnya ini. Novelnya lebih menggalau lagi soalnya
BalasHapus