Interstellar

"Drama fiksi-ilmiah yang indah dan menegangkan ini ambisius dalam memvisualisasikan teori relativitas Einstein, dan diberkahi dengan visual yang spektakuler"

Di masa depan, bumi mengalami kekeringan dan badai debu terus terjadi sepanjang waktu. Makanan menjadi langka, dan oksigen semakin menipis. Manusia tidak memiliki pilihan lain untuk mencari tempat tinggal baru, ketika sebuah wormhole ditemukan di luar angkasa. Kelompok astronot pun dikirim untuk mencari galaksi baru di balik wormhole tersebut, yang dipimpin oleh pilot veteran Cooper. Di balik wormhole tersebut, kelompok astronot ini berada dalam dilema besar yang harus berpikir dan bertindak lebih jauh daripada manusia manapun; memikirkan keluarga di bumi atau memikirkan masa depan spesies manusia yang diambang kepunahan.

Mengirim manusia untuk eksplorasi dunia baru memiliki banyak kelebihan ketimbang mengirim robot dengan AI secanggih apapun. Diberkahi dengan emosi dan insting bertahan hidup, manusia akan berimprovisasi untuk melakukan apapun ketika menghadapi situasi genting dan mengancam nyawa. Sebuah pilihan tingkah laku yang tidak akan diambil oleh robot yang telah terprogram untuk mencari aman dan lebih mementingkan keberlangsungan misi.

Improvisasi tersebut jelas memiliki dampak yang besar jika berkaitan dengan kontinuum ruang dan waktu yang relatif. Teori relativitas Einstein secara ringkas menyebutkan bahwa ruang dan waktu adalah dimensi lain yang dapat dimanipulasi dan dikendalikan. Apa jadinya jika pilihan tindakan untuk berimprovisasi mempengaruhi umur secara signifikan? Kira-kira tema besar inilah yang coba diangkat oleh penulis naskah, produser, dan sutradara Christopher Nolan dalam film terbarunya yang terbilang sangat ambisius untuk memvisualisasikan teori relativitas Einstein tersebut. Dibungkus dalam balutan hubungan antara ayah-anak, membuat film sci-fi ini jadi lebih memiliki hati - yang tentunya akan serta merta menguras air mata serta menghangatkan hati.


Dalam bentuk drama fiksi-ilmiah, Nolan memberikan gambaran yang sederhana dan nyaman untuk diterima penonton terkait relativitas ruang dan waktu tersebut. Di eksekusi secara brilian dan jenius, serta menggunakan berbagai simbol dan "totem" yang menjadi representasi sederhana terkait teori kosmologi dan fisika. Naskah dan untaian dialog yang ditulis bersama adiknya Jonathan Nolan sangat indah dan cenderung puitis. Belum lagi mahakarya visual yang sangat spektakular, yang akan membuat anda mengingat kembali adegan terciptanya alam semesta dalam The Tree of Life (2011). Kecintaannya pada format IMAX membuat Nolan lebih banyak mengambil gambar dalam film ini dengan format IMAX ketimbang Dark Knight Trilogy dan Inception. So it is, seeing in IMAX is highly recommended, as the Interstellar's visuals completes the story line. Gue sendiri merasakan cinematic-orgasm setidaknya tiga kali selama melihat kemegahan visual dalam film ini.

Yes, Nolan lebih memilih mendeskripsikan film ini dengan tipe drama ketimbang action macam Inception, atau bahkan Gravity yang penuh dengan kecelakaan luar angkasa. No no no, there will be no gunshots, fight scenes, or even series of explosions. Bisa dibilang, ini adalah sebuah film yang jauh berbeda dari film-film Nolan sebelumnya yang masih mengikuti selera pasar yang datang ke bioskop untuk mencari hiburan. Interstellar jauh dari itu. For me, Interstellar is 2001: A Space Odyssey (1968) meets The Tree of Life (2011).


Meski berbentuk drama, adegan klimaks yang disajikan sangat intens berkat ciri khas Nolan dalam memainkan crosscutting editing dari beberapa adegan sekaligus. Semua ini dibungkus dengan aransemen musik yang berbeda dari tipikal Hans Zimmer, dimana kali ini lebih toned down meski masih menyimpan kemegahan tersendiri. Selain itu, kebiasaan Nolan dalam menyimpan rahasia serapat mungkin dari filmnya terbilang sangat efektif. Bisa dibilang, ekspektasi gue yang sudah setinggi langit pun masih dapat dibuat menganga lebar oleh beberapa hal yang memang sangat mengejutkan :D

Kisah dalam film ini terinspirasi oleh teori dari fisikawan Kip Thorne, yang menjadi konsultan khusus film ini sekaligus menjadi produser eksekutif. Visualisasi dari wormhole dan black hole dalam film ini juga dibuat secara khusus dari kalkulasi dan hitungan dari Kip Thorne, yang tampaknya akan menjadi tolok ukur baru dalam dunia film maupun sains terkait bentuk fisik dari dua fenomena alam yang eksotis tersebut. Teori-teori fisika kuantum dan kosmologi memang menjadi pondasi utama dalam Interstellar, yang mau tidak mau berbagai dialog tentang teori tersebut akan dibahas setiap 15 menit. Science-geeks will love it, other people may hate it.

Film ini adalah sebuah puisi tentang teori relativitas Einstein, yang dikemas dengan jalinan cerita indah antara ayah dan anak yang sangat emosional dan dalam - yang sukses membuat mata gue basah di penghujung film. Jika Gravity adalah perayaan sekaligus romantisme terhadap penerbangan luar angkasa, maka Interstellar adalah sebuah selebrasi puitis terhadap teori relativitas. Jadi gue tidak akan heran akan banyak penonton yang tidak menyukai film ini, atau bahkan tertidur atau walk out di tengah film.


Secara keseluruhan, Interstellar merupakan sebuah film yang nyaris sempurna di semua lini. Naskah yang indah, segi teknis yang rapi dengan banyak menggunakan efek praktikal, dan segi akting yang luar biasa - terutama dari Matthew McConaughey, Anne Hathaway, dan Jessica Chastain yang tampil sangat memukau. Di awal film yang memang terbilang berjalan cukup lambat, sehingga mungkin akan membuat penonton bertanya-tanya mengapa Nolan berlama-lama mengeksplorasi kisah babak pertama ini. Namun semua itu akan terjawab tuntas di penghujung film mengapa eksplorasi di babak pertama tadi tampak diberi penekanan lebih dalam.

Yang perlu diawasi adalah efek setelah menonton film ini. Tipikal film thought-provoking seperti ini pasti akan menimbulkan diskusi lanjutan, entah mengenai jalan cerita atau teori-teori kosmologi yang diajukan oleh film ini. Yang paling ekstrim mungkin adalah perubahan cara pandang terhadap hidup dan dunia setelah melihat visualisasi bagaimana implikasi relativitas ruang dan waktu terhadap hidup kita. Atau efek yang paling umum - yang mungkin diharapkan oleh Nolan juga - adalah bagaimana film ini akan membuat kita tidak hanya terus memiliki harapan, tetapi juga berusaha dan berimprovisasi sebaik mungkin dalam situasi sekritis apapun. Tipikal film yang penuh dengan inspirasi, dan wajib ditonton beberapa tahun sekali, atau dikala anda sedang kehilangan harapan atau semangat hidup.

Simply put, it is the best film of the year for me.



USA | 2014 | Drama / Sci-Fi | 169 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1 / 1.90 : 1 (some scenes in IMAX version)

Rating?
10 dari 10

Wajib IMAX? YA!

Wajib 4DX? Ya (Beberapa adegan dalam film ini memiliki potensi 4DX yang asyik)

- sobekan voucher bioskop tanggal 4 November 2014 -

Komentar

  1. Gw udah nonton ini 2x dan gue masih belom nemu kelemahannya. Semua begitu indah dan proposional. Dan bener kata lo, film ini mengingatkan gw ama space oddyssey nya kubrick (minus monolith tentunya). Endingnya pun khas nolan banget :Ilustrasi musik dari zimmer,minim dialog,editing cepat dan tiba2 "blub" selesai....*keluar bioskop bengong*

    BalasHapus

Posting Komentar