The Hobbit: An Unexpected Journey
The Hobbit: Unexpected Journey adalah salah satu film yang paling ditunggu-tunggu di akhir tahun ini. Selain karena bercerita tentang apa yang terjadi beberapa puluh tahun sebelum kejadian di trilogi The Lord of the Ring, film ini juga akan disutradarai oleh sutradara yang sama dengan TLOTR; Peter Jackson! Beberapa cast yang ada dalam trilogi TLOTR pun akan kembali tampil dalam film yang akan dibuat menjadi trilogi meski diadaptasi dari satu novel karya J.R.R. Tolkien. Ekspektasi para fans TLOTR pun sudah semakin memuncak. Jelas film pertama dari trilogi The Hobbits ini akan membuktikan apakah Peter Jackson dapat menyamai atau bahkan melebihi kesuksesan yang telah dicapai lewat TLOTR.
Pada suatu masa, Kerajaan Erebor tempat tinggal para dwarf di Lonely Mountain diserang dan dikuasai oleh naga raksasa yang jahat bernama Smaug. Suatu hari, hobbit Bilbo Baggins mendapat kunjungan yang tidak terduga oleh penyihir putih Gandalf dan dua belas dwarf beserta rajanya, Thorin. Gandalf, Thorin, dan kawan-kawannya hendak merebut kembali Kerajaan Erebor dari tangan Smaug, mengklaim tanah dan tempat tinggal mereka kembali. Bilbo yang seorang hobbit rumahan pun sempat ragu namun memutuskan untuk mengikuti petualangan mereka menyeberangi Middle Earth dan melawan troll, orcs, dan makhluk-makhluk magis lainnya. Di tengah perjalanan, Bilbo juga bertemu makhluk yang akan mengubah hidupnya dan juga nasib Middle Earth, Gollum.
Ada perasaan menyenangkan yang gue alami setelah sekali lagi kembali ke dunia Middle Earth selama tiga jam kurang sepuluh menit. Sembilan tahun sejak TLOTR: The Return of the King, kembali ke dunia Middle Earth untuk menikmati seluk-beluk pemandangan indah serta perjumpaan dengan makhluk-makhluk magis aneh nan unik serasa kembali lagi ke rumah kedua. Universe Middle Earth ini yang sempat terpatri kuat dalam benak gue di awal tahun 2000-an ketika menikmati trilogi TLOTR. Kini dengan universe yang sama namun dengan tokoh dan cerita yang berbeda, sangat mengobati kerinduan untuk kembali ke tempat tersebut.
Sebuah keputusan yang brilian bagi Peter Jackson untuk membuat film ini dalam format 48 fps (frame per seconds), dua kali lebih cepat daripada film-film yang ada selama ini; 24 fps. Kecepatan gambar setiap frame ini menjadikan pergerakan gambar yang jauh lebih halus dan sangat membantu bagi efek tiga dimensi untuk mensinkronisasikan frame gambar di kedua mata. Dengan mata penonton yang selama ini hanya terbiasa dengan 24 fps di layar bioskop, di awal-awal film memang gue harus beradaptasi dengan apa yang gue lihat di layar. Gambar bergerak seakan terlalu cepat, terlalu halus, dan seakan seperti game-game HD. Namun lama kelamaan, mata pun menjadi terbiasa. Dengan gambar yang sangat jernih dan pergerakan yang sangat halus, gue seakan-akan ikut terjun dalam petualangan Bilbo dan teman-temannya. Apalagi dengan suguhan pemandangan alam yang indah, atau dengan efek pop-out dan depth yang ada, benar-benar menjadi sebuah cinematic orgasm tersendiri dalam menonton film ini di layar lebar.
Keputusan untuk membagi satu buah novel ke dalam tiga bagian film tampaknya harus memiliki konsekuensi logis pada pace jalan cerita film. Sangat terasa bahwa film yang berdurasi nyaris tiga jam ini memiliki pace yang sangat lambat dan terlihat disengaja dengan beberapa plot yang di-stretch sedemikan rupa. Hasilnya seakan banyak adegan-adegan yang dipasang begitu saja walaupun signifikansinya terhadap plot utama yang dipilih dalam film ini cukup minim. Namun tetap saja, semua itu tertutup oleh kemagisan visualnya.
Peter Jackson benar-benar menghibur para fans TLOTR dan membuat mereka semua, termasuk saya, bernostalgia kembali dengan feeling yang ada ketika menonton trilogi TLOTR. Apalagi kalau bukan adegan dimana Bilbo bertemu dengan Gollum. Ketika cincin itu tampak di layar, maka seketika itu pula score yang ada perlahan berubah ke theme score TLOTR. Tidak hanya sekali, namun sampai dua hingga tiga kali. Benar-benar sebuah momen cinematic orgasm bagi gue. Apalagi di tahun 2012 ini dimana teknologi telah berkembang sangat pesat, visual dari Gollum benar-benar jauh lebih baik ketimbang TLOTR; sangat nyata dan halus. Luar biasa.
Selain itu, treat bagi para fans TLOTR juga tersaji dalam beberapa adegan dan latar yang sempat disebutkan dalam salah satu dari trilogi TLOTR. Entah itu patung batu troll yang dikalahkan oleh Bilbo Baggins, hingga sedikit back story dari Galadriel di Rivendell.
Film ini memang menceritakan petualangan hebat antara Bilbo Baggins dan Gandalf ratusan tahun sebelum kejadian di trilogi TLOTR. Ini adalah petualangan yang disebutkan dalam dialog antara Bilbo dan Gandalf di awal film TLOTR: The Fellowship of the Ring (2001). Tapi bagi gue, film ini adalah nostalgia tersendiri terhadap kisah Middle Earth dan para penghuninya.
Nominated for Best Visual Effects, Best Production Design, Best Make Up & Hair, Academy Awards, 2013.
Nominated for Best Visual Effects, Best Sound, Best Make Up & Hair, BAFTA Awards, 2013.
USA | 2012 | Adventure / Fantasy | 169 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
9 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 29 Desember 2012 -
Pada suatu masa, Kerajaan Erebor tempat tinggal para dwarf di Lonely Mountain diserang dan dikuasai oleh naga raksasa yang jahat bernama Smaug. Suatu hari, hobbit Bilbo Baggins mendapat kunjungan yang tidak terduga oleh penyihir putih Gandalf dan dua belas dwarf beserta rajanya, Thorin. Gandalf, Thorin, dan kawan-kawannya hendak merebut kembali Kerajaan Erebor dari tangan Smaug, mengklaim tanah dan tempat tinggal mereka kembali. Bilbo yang seorang hobbit rumahan pun sempat ragu namun memutuskan untuk mengikuti petualangan mereka menyeberangi Middle Earth dan melawan troll, orcs, dan makhluk-makhluk magis lainnya. Di tengah perjalanan, Bilbo juga bertemu makhluk yang akan mengubah hidupnya dan juga nasib Middle Earth, Gollum.
Ada perasaan menyenangkan yang gue alami setelah sekali lagi kembali ke dunia Middle Earth selama tiga jam kurang sepuluh menit. Sembilan tahun sejak TLOTR: The Return of the King, kembali ke dunia Middle Earth untuk menikmati seluk-beluk pemandangan indah serta perjumpaan dengan makhluk-makhluk magis aneh nan unik serasa kembali lagi ke rumah kedua. Universe Middle Earth ini yang sempat terpatri kuat dalam benak gue di awal tahun 2000-an ketika menikmati trilogi TLOTR. Kini dengan universe yang sama namun dengan tokoh dan cerita yang berbeda, sangat mengobati kerinduan untuk kembali ke tempat tersebut.
Sebuah keputusan yang brilian bagi Peter Jackson untuk membuat film ini dalam format 48 fps (frame per seconds), dua kali lebih cepat daripada film-film yang ada selama ini; 24 fps. Kecepatan gambar setiap frame ini menjadikan pergerakan gambar yang jauh lebih halus dan sangat membantu bagi efek tiga dimensi untuk mensinkronisasikan frame gambar di kedua mata. Dengan mata penonton yang selama ini hanya terbiasa dengan 24 fps di layar bioskop, di awal-awal film memang gue harus beradaptasi dengan apa yang gue lihat di layar. Gambar bergerak seakan terlalu cepat, terlalu halus, dan seakan seperti game-game HD. Namun lama kelamaan, mata pun menjadi terbiasa. Dengan gambar yang sangat jernih dan pergerakan yang sangat halus, gue seakan-akan ikut terjun dalam petualangan Bilbo dan teman-temannya. Apalagi dengan suguhan pemandangan alam yang indah, atau dengan efek pop-out dan depth yang ada, benar-benar menjadi sebuah cinematic orgasm tersendiri dalam menonton film ini di layar lebar.
Keputusan untuk membagi satu buah novel ke dalam tiga bagian film tampaknya harus memiliki konsekuensi logis pada pace jalan cerita film. Sangat terasa bahwa film yang berdurasi nyaris tiga jam ini memiliki pace yang sangat lambat dan terlihat disengaja dengan beberapa plot yang di-stretch sedemikan rupa. Hasilnya seakan banyak adegan-adegan yang dipasang begitu saja walaupun signifikansinya terhadap plot utama yang dipilih dalam film ini cukup minim. Namun tetap saja, semua itu tertutup oleh kemagisan visualnya.
Gambar diambil dari RottenTomatoes |
Selain itu, treat bagi para fans TLOTR juga tersaji dalam beberapa adegan dan latar yang sempat disebutkan dalam salah satu dari trilogi TLOTR. Entah itu patung batu troll yang dikalahkan oleh Bilbo Baggins, hingga sedikit back story dari Galadriel di Rivendell.
Film ini memang menceritakan petualangan hebat antara Bilbo Baggins dan Gandalf ratusan tahun sebelum kejadian di trilogi TLOTR. Ini adalah petualangan yang disebutkan dalam dialog antara Bilbo dan Gandalf di awal film TLOTR: The Fellowship of the Ring (2001). Tapi bagi gue, film ini adalah nostalgia tersendiri terhadap kisah Middle Earth dan para penghuninya.
Nominated for Best Visual Effects, Best Production Design, Best Make Up & Hair, Academy Awards, 2013.
Nominated for Best Visual Effects, Best Sound, Best Make Up & Hair, BAFTA Awards, 2013.
USA | 2012 | Adventure / Fantasy | 169 mins | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
9 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 29 Desember 2012 -
Komentar
Posting Komentar