SUPER

Kisah seorang yang biasa lalu memutuskan untuk menjadi seorang pahlawan bertopeng tanpa kemampuan bertarung dan peralatan canggih kini tidak lagi menjadi premis yang baru, apalagi dengan kemunculan Kick-Ass (2010). Kini sebuah film baru karya pencipta Slither (2006) hadir untuk meramaikan dan menambah daftar film-film superhero without superpower dengan SUPER..

Frank Darbo (Rainn Wilson) adalah seorang pria bahagia yang menikah dengan istri yang cantik, Sarah (Liv Tyler). Namun kebahagiaannya segera berakhir ketika istrinya "dicuri" oleh bandar narkoba, Jock (Kevin Bacon). Setelah mendapatkan wahyu relijius, Frank pun memutuskan untuk menjadi seorang pahlawan bertopeng yang membasmi para kriminal jalanan dengan menjadi Crimson Bolt. Dibantu oleh pencinta komik, Libby (Ellen Page) yang kemudian menjadi Boltie sebagai sidekick dari Crimson Bolt, mereka berdua pun mencoba untuk merebut kembali Sarah dari tangan keji Jock.

Dari garis besar cerita yang ditawarkan, serta dari trailer yang lucu dan menarik akan membuat anda berpikir bahwa film ini adalah "another US flick comedy" yang ringan dan menghibur. Lalu mengapa film ini masuk dalam jajaran film-film fantastis INAFFF 2011? Ah, pertanyaan ini lebih baik dijawab oleh anda sendiri ketika menonton film ini sampai ending credit muncul di layar. Yang jelas, kemasan film ini akan membuat penontonnya terbelalak kaget dan terkejut, bahkan sibuk jejeritan entah karena tertawa atau jijik.

gambar diambil dari sini
Banyak sekali komentar yang menuding James Gunn sebagai sutradara/penulis naskah film ini mengambil ide Mark Millar yang menciptakan novel grafis Kick-Ass, dengan fakta bahwa film ini dirilis satu tahun setelah Kick-Ass. Namun Mark Millar sendiri telah mengeluarkan pernyataan bahwa kisah Frank Darbo dan Dave Lizewski ditulis bersamaan di tahun yang sama. Sementara James Gunn menyatakan ketika ada ratusan film tentang perampokan bank, maka sah-sah saja untuk memiliki lima film pahlawan-super-tanpa-kekuatan-super (referring to Defendor, Hero at Large, Special, Kick-Ass, dan filmnya sendiri). Kemiripan itu memang terwakili dengan jelas oleh duo karakter Frank/Crimson Bolt dan Libby/Boltie yang pararel dengan Dave/Kick-Ass dan Hit Girl. Namun percayalah, film ini dua kali lebih kocak, lebih sadis, lebih berdarah, dan lebih "ngawur" daripada Kick-Ass.

Ketika kesederhanaan Kick-Ass harus dimasuki oleh kehadiran superhero "sungguhan" (Big Daddy & Hit Girl), maka film terbaru dari James Gunn ini tetap konsisten dan fokus pada powerless-superheroes Crimson Bolt dan Boltie. Mereka jelas tidak memiliki kekuatan super dan kemampuan berkelahi yang mumpuni, peralatan "canggih" Crimson Bolt pun hanya sebatang kunci Inggris. Pemilihan senjata ini mungkin disengaja oleh James Gunn untuk menambah kesan kocak pada karakter konyol Crimson Bolt. Namun ternyata penonton sibuk berteriak terkejut dan risih ketika melihat bagaimana Crimson Bolt menghajar orang-orang dengan kunci Inggrisnya. Bayangkan saja, bagaimana memukul kepala orang lain dengan kunci Inggris yang besar dan tebal itu.
gambar diambil dari sini
Cerita yang ditulis sendiri oleh James Gunn ini memang didesain untuk membuat penonton terpingkal-pingkal di setengah awal film lewat tingkah polah Frank/Crimson Bolt yang super-gebleg. Ketika penonton menjadi terbiasa untuk tertawa pada setiap adegan lucu, selanjutnya penonton pun mulai sadar bahwa mereka sedang menertawakan sebuah hal yang absurd - bahkan untuk sebuah adegan kekerasan yang kurang tepat untuk ditertawakan. Ya, James Gunn telah memelintir film kocaknya menjadi sebuah film dengan dark comedy yang cukup signifikan. Ketika Crimson Bolt menghajar seorang tukang jambret sampai kepalanya hancur oleh kunci Inggris itu, penonton pun dipaksa untuk berpikir; dengan setiap orang bisa menjadi pahlawan, apakah seperti ini caranya untuk menindak sebuah tindakan kriminal? Kemudian pemilihan senjata kunci Inggris - yang tidak lazim menjadi senjata pembela kebenaran - adalah sebuah instrumen yang tepat untuk mewakili dark comedy yang diangkat oleh James Gunn. Ternyata, apa yang dapat dilakukan oleh seseorang yang depresi (karena ditinggal istrinya) dan bersenjatakan kunci Inggris bisa jauh lebih mengerikan ketimbang pengedar ganja di jalanan.

Mungkin James Gunn sadar bahwa filmnya akan banyak dikomparasikan dengan Kick-Ass, untuk itu dia merekrut beberapa aktor-aktris ternama untuk mendongkrak daya jual filmnya. Dengan si langganan peran antagonis, Kevin Bacon, yang dipatok memerankan musuh utama dalam film ini, ditambah dengan kecantikan Liv Tyler untuk mewarnai film ini. Namun pilihan tepat untuk memasang Rainn Wilson sebagai Frank/Crimson Bolt. Bisa lepas dari perannya dari serial televisi The Office, Rainn Wilson mampu menghidupkan karakter Frank yang aneh, menyedihkan, dan depresif. Dengan faktor fisik dan kepribadian yang ada dalam diri Frank, penonton menjadi sangat maklum ketika Sarah lebih memilih Jock daripada dia. Ketika Chloe Grace Moretz menjadi attention stealer dalam Kick-Ass, maka kali ini Ellen Page yang mencuri perhatian penonton lewat karakter Libby. Ellen Page benar-benar menghidupkan Libby yang selalu ceria dan menjalani hidup di masa kini - tanpa memikirkan masa lalu ataupun masa depan. Namun ternyata, dibalik keceriaan umur 22 tahun, ternyata Libby memiliki kepribadian yang mengerikan. Setelah mendapatkan nominasi Oscar lewat perannya dalam film Juno (2007) dan kemudian mendongkrak popularitasnya lewat Inception (2010), di film "ringan" ini Ellen Page tampak bersenang-senang namun menunjukkan kualitas aktingnya yang sebenarnya.
gambar diambil dari sini
Jika anda menilai bahwa Kick-Ass terlalu sadis dan bisa masuk dalam kategori slasher, maka tunggu sampai anda menonton film ini. Sekali lagi, jangan terlalu polos dalam membaca sinopsis dan melihat trailernya. Saran saya, alangkah lebih bijak jika tidak membawa anak-anak dibawah 17 tahun untuk menonton film ini. Akhir kata, film ini INAFFF banget karena seru dan puas teriak-teriak dan ketawa-ketawanya.



Rating?
8 dari 10

- sobekan tiket bioskop tertanggal 12 November edisi Indonesia International Fantastic Film Festival -


Komentar