Retreat
Cerita yang mengangkat bagaimana manusia terpencil di suatu tempat kemudian diberi suatu konflik memang selalu menarik untuk disimak. Biasanya cerita semacam itu mengandalkan dinamika psikologis dari karakter yang terlibat sebagai kekuatan utama. Kali ini sutradara/penulis naskah pendatang baru, Carl Tibbetts, mencoba menyumbangkan ide ceritanya ke dalam deretan film-film tersebut dengan film debutannya, Retreat.
Sebagai usaha terakhir untuk menyelamatkan pernikahan mereka, Kate (Thandie Newton) dan Martin (Cillian Murphy) mengasingkan diri dari kota London dan berlibur ke pulau terpencil dan tidak berpenghuni di sisi barat Skotlandia, Pulau Blackholme. Hari-hari pertama mereka disibukkan oleh generator dan radio panggil yang tidak berfungsi. Tidak ada listrik dan hilang komunikasi dengan dunia luar malah menambah ketegangan diantara hubungan mereka yang sedianya telah rapuh. Sampai pada akhirnya mereka menemukan seorang prajurit yang terluka dan merawatnya. Tersadarnya Jack (Jamie Bell) - prajurit tersebut - ternyata malah membawa kabar buruk bagi Kate dan Martin. Menurut Jack, telah terjadi wabah virus mematikan yang menyebar lewat udara di luar sana, dan Jack pun datang ke pulau itu untuk berlindung. Kepercayaan Kate dan Martin pun diuji dengan kabar yang dibawa oleh Jack, sampai ketegangan memuncak ketika Jack mulai membuat ulah.
Ketika ada sekelompok orang yang terjebak di satu tempat, kemudian ditambahkan masalah, maka yang bermain dalam segi cerita adalah sisi psikologis. Benar saja, selama 90 menit penonton akan disajikan adu psikologis dari ketiga karakter yang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain. Seorang suami yang mudah ikut arus, seorang istri yang skeptis dan keras kepala, dan seorang prajurit yang misterius dan manipulatif. Dengan deretan pemeran yang ada, praktis adu psikologis ini dapat tersampaikan dengan baik lewat penampilan trio Newton-Murphy-Bell yang baik. Namun sutradara/penulis naskah Carl Tibbetts tampak terlalu berusaha keras untuk memberikan ketegangan yang signifikan. Dengan dasar cerita yang terbilang lemah, praktis thriller yang ada hanya mengandalkan gaya pengambilan shot adegan dan scoring.
Dengan ide dasar yang diberikan, mau tidak mau itu hanya akan mempersempit lajur perkembangan plot cerita. Ketika ada seorang asing yang mengatakan bahwa ada wabah mematikan di luar sana, dan kita tidak memiliki cara untuk mengkonfirmasi kabar tersebut, maka kita hanya memiliki dua opsi; percaya pada kabar tersebut atau tidak. Dengan hanya memiliki dua pilihan kelanjutan dan akhir cerita ini tentunya mengurangi keasyikan menonton. Sederhana saja, jika A tidak terjadi, maka yang terjadi adalah B. Ketika penonton telah mempersiapkan diri jauh sebelum waktunya untuk menebak pilihan ending yang ada, maka eksekusi ending yang terjadi pun tidak akan mengejutkan lagi. Meskipun Carl Tibbetts memberikan sedikit twist yang membuat penonton sedikit terloncat dari kursinya, tetap saja usaha terakhir itu kurang menjawab ekspektasi penonton.
Mungkin inilah sebabnya pembuat film memboyong Jamie Bell, Cillian Murphy, dan Thandie Newton. Ketika cerita terlalu sederhana dan akting menjadi kekuatan utama dalam film-film psychological thriller, maka memboyong aktor ternama akan dapat membantu mendongkrak nilai jual. Jelas cara ini berhasil, mengingat gue pribadi memutuskan untuk membeli tiket ini setelah melihat nama Jamie Bell dan Cillian Murphy. Untuk kualitas akting, trio Newton-Murphy-Bell memang tampil baik seperti biasanya, tapi tidak bisa dibilang merata. Murphy dan Newton masih memerankan karakter tipikal seperti karakter-karakter yang pernah mereka perankan di film-film sebelumnya. Jamie Bell justru yang tampil menonjol berkat karakter prajurit Jack yang misterius dan berbahaya. Hanya dengan sorotan matanya yang tajam, penonton sudah dapat merasakan bahwa ada sesuatu yang berbahaya di balik karakter ini.
Secara keseluruhan, film ini datar-datar saja dengan perkembangan plot cerita yang sesempit rumah penginapan di pulau kecil itu. Thriller yang disajikan pun hanya mengandalkan gaya pengambilan gambar dan scoring untuk meningkatkan ketegangan sebisa mungkin. Namun film ini tetap menghibur bagi penggemar Cillian Murphy dan Jamie Bell berkat penampilan mereka.
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 12 November edisi Indonesia International Fantastic Film Festival -
Sebagai usaha terakhir untuk menyelamatkan pernikahan mereka, Kate (Thandie Newton) dan Martin (Cillian Murphy) mengasingkan diri dari kota London dan berlibur ke pulau terpencil dan tidak berpenghuni di sisi barat Skotlandia, Pulau Blackholme. Hari-hari pertama mereka disibukkan oleh generator dan radio panggil yang tidak berfungsi. Tidak ada listrik dan hilang komunikasi dengan dunia luar malah menambah ketegangan diantara hubungan mereka yang sedianya telah rapuh. Sampai pada akhirnya mereka menemukan seorang prajurit yang terluka dan merawatnya. Tersadarnya Jack (Jamie Bell) - prajurit tersebut - ternyata malah membawa kabar buruk bagi Kate dan Martin. Menurut Jack, telah terjadi wabah virus mematikan yang menyebar lewat udara di luar sana, dan Jack pun datang ke pulau itu untuk berlindung. Kepercayaan Kate dan Martin pun diuji dengan kabar yang dibawa oleh Jack, sampai ketegangan memuncak ketika Jack mulai membuat ulah.
Ketika ada sekelompok orang yang terjebak di satu tempat, kemudian ditambahkan masalah, maka yang bermain dalam segi cerita adalah sisi psikologis. Benar saja, selama 90 menit penonton akan disajikan adu psikologis dari ketiga karakter yang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain. Seorang suami yang mudah ikut arus, seorang istri yang skeptis dan keras kepala, dan seorang prajurit yang misterius dan manipulatif. Dengan deretan pemeran yang ada, praktis adu psikologis ini dapat tersampaikan dengan baik lewat penampilan trio Newton-Murphy-Bell yang baik. Namun sutradara/penulis naskah Carl Tibbetts tampak terlalu berusaha keras untuk memberikan ketegangan yang signifikan. Dengan dasar cerita yang terbilang lemah, praktis thriller yang ada hanya mengandalkan gaya pengambilan shot adegan dan scoring.
gambar diambil dari sini |
Mungkin inilah sebabnya pembuat film memboyong Jamie Bell, Cillian Murphy, dan Thandie Newton. Ketika cerita terlalu sederhana dan akting menjadi kekuatan utama dalam film-film psychological thriller, maka memboyong aktor ternama akan dapat membantu mendongkrak nilai jual. Jelas cara ini berhasil, mengingat gue pribadi memutuskan untuk membeli tiket ini setelah melihat nama Jamie Bell dan Cillian Murphy. Untuk kualitas akting, trio Newton-Murphy-Bell memang tampil baik seperti biasanya, tapi tidak bisa dibilang merata. Murphy dan Newton masih memerankan karakter tipikal seperti karakter-karakter yang pernah mereka perankan di film-film sebelumnya. Jamie Bell justru yang tampil menonjol berkat karakter prajurit Jack yang misterius dan berbahaya. Hanya dengan sorotan matanya yang tajam, penonton sudah dapat merasakan bahwa ada sesuatu yang berbahaya di balik karakter ini.
gambar diambil dari sini |
Rating?
6 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 12 November edisi Indonesia International Fantastic Film Festival -
Komentar
Posting Komentar