Secretariat
sobekan tiket bioskop tertanggal 5 Desember 2010 adalah Secretariat. Gue memilih untuk nonton film ini cukup impulsif karena sekadar ingin menonton setiap film yang ada di bioskop terdekat. Tanpa tahu sinopsisnya sama sekali sebelum menonton, ada satu nama yang gue kenal yang gue yakin akan menghiasi film ini; John Malkovich.
Diangkat dari kisah nyata, seorang ibu rumah tangga, Penny Chenery (Diane Lane; Nights in Rodanthe, Perfect Storm) mengambil alih peternakan kuda balap yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Walaupun tidak menguasai banyak mengenai balapan kuda, dibantu oleh pelatih kuda veteran nyentrik Lucien Laurin (John Malkovich), berusaha untuk masuk ke dalam dunia olahraga yang didominasi oleh para pria dan berambisi untuk memenangkan penghargaan prestisius di dunia balapan kuda; The Triple Crown.
Rasanya ini film ketiga tentang balapan kuda yang pernah gue tonton seumur hidup, setelah Hidalgo (2004) dan Seabiscuit (2003), yang menariknya ketiganya diberi judul sama dengan nama kuda di filmnya masing-masing. Tapi ketiganya memiliki materi dan fokus yang berbeda satu sama lain; Hidalgo yang lebih menitikberatkan pada sisi aksi dan Seabiscuit yang memilih fokus pada pengharapan di tengah-tengah era Depresi, film ini lebih menonjolkan bagaimana seorang ibu rumah tangga dari yang tidak mengerti sama sekali mengenai dunia balap kuda mau berusaha dan pantang menyerah dalam usaha memenangi The Triple Crown.
Dengan proporsi drama yang cukup kental, film ini cukup memberikan aura emosional yang dapat menghanyutkan penonton (setidaknya gue). Dari awal film, jalan cerita membangun setiap konflik yang ada sekaligus tidak kehilangan arah untuk mendalami karakter dari Penny. Menariknya, Penny yang sewaktu kecil dibesarkan di peternakan kuda milik orang tuanya sempat meninggalkan mimpinya untuk meneruskan peternakan kuda tersebut dan memilih untuk menikah dan membangun keluarga. Namun ketika kesempatan untuk menjalankan peternakan kuda tersebut datang, Penny pun dalam dilema antara mengurus keluarganya atau peternakan kudanya. Belum lagi berbagai masalah yang muncul; pajak yang makin lama makin naik, pendanaan peternakan kuda, dan persaingan ketat di dunia balapan kuda pada saat itu. Namun dari seorang ibu rumah tangga yang hanya terbiasa mengurus anak dan suami, Penny terus berusaha mengatasi segala hambatan yang ada dan tidak pernah sekalipun ada pikiran untuk menyerah.
Diane Lane benar-benar menghidupkan karakter asli dari Penny Chenery, yang selalu menghadiri lokasi syuting setiap harinya. Karakter yang kuat dan teguh, namun tidak kehilangan sisi keibuannya juga yang selalu ingin bersama dengan keempat anaknya. Ditemani oleh akting kocak dari John Malkovich, membuat film ini tidak pernah membosankan. Kalau ada komedian yang sudah berumur namun masih dapat tampil kocak, mungkin Malkovich adalah salah satunya.
Selain aura emosionalnya yang menghanyutkan, sinematografi film ini juga patut diacungi jempol. Tidak gue temui di Hidalgo maupun Seabiscuit, film ini mampu menggambarkan setiap adegan balapan kuda sehingga penonton benar-benar seperti ikut di dalamnya; entah sebagai penonton yang duduk di bangku stadion atau sebagai joki yang duduk di atas kudanya. Film ini memasang kamera kecil yang ringan di kuda yang berlari di arena balap sehingga penonton benar-benar merasakan seperti apa rasanya terguncang-guncang dan berlari di atas arena balap yang berpasir. Selain itu, film ini juga membuktikan bahwa seru dan tegangnya menonton balapan kuda tidak harus melulu digambarkan di dalam stadion, tapi juga bisa digambarkan lewat menonton lewat TV bersama keluarga di ruang tamu.
Film keluarga dengan plot yang sederhana dan ringan, yang mampu menghanyutkan dan memberi nuansa naik-turunnya emosi seperti layaknya balapan kuda. Ditambah dengan dialog-dialog yang penuh makna yang keluar dari Penny Chenery, yang bisa kita contoh dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Rating?
8 of 10
Diangkat dari kisah nyata, seorang ibu rumah tangga, Penny Chenery (Diane Lane; Nights in Rodanthe, Perfect Storm) mengambil alih peternakan kuda balap yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Walaupun tidak menguasai banyak mengenai balapan kuda, dibantu oleh pelatih kuda veteran nyentrik Lucien Laurin (John Malkovich), berusaha untuk masuk ke dalam dunia olahraga yang didominasi oleh para pria dan berambisi untuk memenangkan penghargaan prestisius di dunia balapan kuda; The Triple Crown.
Rasanya ini film ketiga tentang balapan kuda yang pernah gue tonton seumur hidup, setelah Hidalgo (2004) dan Seabiscuit (2003), yang menariknya ketiganya diberi judul sama dengan nama kuda di filmnya masing-masing. Tapi ketiganya memiliki materi dan fokus yang berbeda satu sama lain; Hidalgo yang lebih menitikberatkan pada sisi aksi dan Seabiscuit yang memilih fokus pada pengharapan di tengah-tengah era Depresi, film ini lebih menonjolkan bagaimana seorang ibu rumah tangga dari yang tidak mengerti sama sekali mengenai dunia balap kuda mau berusaha dan pantang menyerah dalam usaha memenangi The Triple Crown.
Dengan proporsi drama yang cukup kental, film ini cukup memberikan aura emosional yang dapat menghanyutkan penonton (setidaknya gue). Dari awal film, jalan cerita membangun setiap konflik yang ada sekaligus tidak kehilangan arah untuk mendalami karakter dari Penny. Menariknya, Penny yang sewaktu kecil dibesarkan di peternakan kuda milik orang tuanya sempat meninggalkan mimpinya untuk meneruskan peternakan kuda tersebut dan memilih untuk menikah dan membangun keluarga. Namun ketika kesempatan untuk menjalankan peternakan kuda tersebut datang, Penny pun dalam dilema antara mengurus keluarganya atau peternakan kudanya. Belum lagi berbagai masalah yang muncul; pajak yang makin lama makin naik, pendanaan peternakan kuda, dan persaingan ketat di dunia balapan kuda pada saat itu. Namun dari seorang ibu rumah tangga yang hanya terbiasa mengurus anak dan suami, Penny terus berusaha mengatasi segala hambatan yang ada dan tidak pernah sekalipun ada pikiran untuk menyerah.
gambar diambil dari sini |
gambar diambil dari sini |
gambar diambil dari sini |
Life isn't about going back. Life is about looking forward and keep running in the racetrack. We'll never know what lies in the front so we just have to keep running and running. - Penny Chenery -
Rating?
8 of 10
Komentar
Posting Komentar