Burlesque
Sobekan tiket bioskop tertanggal 21 Desember 2010 adalah Burlesque. Niat gue untuk menonton film ini tidak saja dengan mengetahui bahwa ini akan menjadi film pertama bagi Christina Aguilera (dan berdampingan dengan Cher pula!), tapi juga film ini berhasil masuk dalam tiga nominasi Golden Globe 2011; Best Musical or Comedy dan dua lagu di Best Original Song. Melihat Aguilera yang akan "berduet" dengan Cher, bagi gue seperti melihat duiet Britney Spears dengan Madonna di video klip Me Against the Music.
Klub Burlesque mulai meninggalkan masa-masa kejayaannya ketika orang-orang tidak lagi terlalu berminat menonton pertunjukkan sexy dancers yang bernyanyi lipsing. Dikelola oleh Tess (Cher) yang pensiun dari berdansa, klub ini terancam keberadaannya ketika hendak dibeli oleh seorang pebisnis ambisius. Sementara itu, kedatangan Ali (Aguilera) seperti menjadi sebuah angin segar tersendiri bagi klub tersebut. Apalagi setelah Ali mempertunjukkan talenta yang selama ini dimilikinya; bernyanyi.
Kehadiran film musikal seperti ini cukup menyegarkan dunia perfilman saat ini. Well, definisi film musikal dalam film ini bukan serta merta setiap dialog dinyanyikan seperti The Phantom of the Opera, tapi simply karena set film ini seputar klub dansa dan nyanyi. Rasanya gue menaruh ekspektasi gue terlalu tinggi, karena gue menemukan diri gue cukup kecewa dengan plot cerita yang terlampau sederhana dan konflik-konflik yang diselesaikan dengan cukup mudah. Mungkin memang karena film ini hanya ingin mempertunjukkan Cher dan Aguilera berdansa dan bernyanyi saja, tidak lebih dari itu.
Disutradari oleh sutradara debutan Steve Antin, film ini dibuka dengan apik dan cantik ketika penonton diajak berkenalan pertama kali dengan karakter Ali, klub Burlesque dan orang-orang di dalamnya; Tess beserta tangan kanannya, Sean (Stanley Tucci), dan pedansa senior berbakat namun memiliki tabiat buruk, Nikki (Kristen Bell). Cerita pun berkembang dengan ditambah unsur romansa dengan dua pria tipikal film-film musical-romance (dimana gue langsung dejavu dengan Moulin Rouge! - 2001); Marcus (Eric Dane) si pebisnis ambisius dan Jack (Cam Gigandet) si bartender ganteng. Dengan komposisi pertengahan film pertama seperti ini, cukup menarik dan cukup membuat gue penasaran bagaimana eksekusi akhirnya - walaupun endingnya sudah dapat ditebak dari sini. Namun sayang, pertengahan film kedua dimana konflik dibangun dengan cukup baik, tapi diselesaikan dengan cara yang "yah-begitu-doank-?".
Sepanjang menonton film ini, gue seakan benar-benar dibuat seperti pengunjung klub Burlesque yang hanya datang untuk menikmati gadis-gadis cantik yang berdansa seseksi mungkin sambil bernyanyi. Dimana daya tarik utama pada klub (dan film ini) adalah Christina Aguilera seorang. Harus gue akui, akting pertama Aguilera di layar lebar ini cukup baik dan bisa mendalami karakter Ali, gadis pinggiran yang mencari pekerjaan di kota besar. Apalagi sepanjang film, tidak ada satu adegan pun dimana Aguilera tidak tampil cantik dan seksi (bersenanglah wahai kaum pria! ;p). Oya, tak lupa menyebutkan Kristen Bell yang kecantikannya hampir menyaingi Aguilera, yang untuk mencegah tenggelamnya Aguilera maka karakter Bell dibuat senegatif mungkin. Untuk kaum wanita, banyak sekali hiburan yang bisa dilihat disini. Koreografi dansa yang sangat menarik, kostum-kostum yang wah, dan penampilan si bintang Twilight Cam Gigandet.
Akhir kata, jangan memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi untuk menonton film ini. Anggap saja anda akan menonton kumpulan video klip Aguilera (dan Cher) yang disusun sedemikian rupa sehingga memiliki cerita tersendiri. Duet nyanyi antara Aguilera dengan Cher? Hm, jangan banyak berharap Walaupun untuk lagu-lagunya memang layak masuk dalam nominasi Best Original Song karena dari hasilnya terlihat bahwa setiap lagu digarap dengan serius.
Rating?
7,5 dari 10
Klub Burlesque mulai meninggalkan masa-masa kejayaannya ketika orang-orang tidak lagi terlalu berminat menonton pertunjukkan sexy dancers yang bernyanyi lipsing. Dikelola oleh Tess (Cher) yang pensiun dari berdansa, klub ini terancam keberadaannya ketika hendak dibeli oleh seorang pebisnis ambisius. Sementara itu, kedatangan Ali (Aguilera) seperti menjadi sebuah angin segar tersendiri bagi klub tersebut. Apalagi setelah Ali mempertunjukkan talenta yang selama ini dimilikinya; bernyanyi.
Kehadiran film musikal seperti ini cukup menyegarkan dunia perfilman saat ini. Well, definisi film musikal dalam film ini bukan serta merta setiap dialog dinyanyikan seperti The Phantom of the Opera, tapi simply karena set film ini seputar klub dansa dan nyanyi. Rasanya gue menaruh ekspektasi gue terlalu tinggi, karena gue menemukan diri gue cukup kecewa dengan plot cerita yang terlampau sederhana dan konflik-konflik yang diselesaikan dengan cukup mudah. Mungkin memang karena film ini hanya ingin mempertunjukkan Cher dan Aguilera berdansa dan bernyanyi saja, tidak lebih dari itu.
Disutradari oleh sutradara debutan Steve Antin, film ini dibuka dengan apik dan cantik ketika penonton diajak berkenalan pertama kali dengan karakter Ali, klub Burlesque dan orang-orang di dalamnya; Tess beserta tangan kanannya, Sean (Stanley Tucci), dan pedansa senior berbakat namun memiliki tabiat buruk, Nikki (Kristen Bell). Cerita pun berkembang dengan ditambah unsur romansa dengan dua pria tipikal film-film musical-romance (dimana gue langsung dejavu dengan Moulin Rouge! - 2001); Marcus (Eric Dane) si pebisnis ambisius dan Jack (Cam Gigandet) si bartender ganteng. Dengan komposisi pertengahan film pertama seperti ini, cukup menarik dan cukup membuat gue penasaran bagaimana eksekusi akhirnya - walaupun endingnya sudah dapat ditebak dari sini. Namun sayang, pertengahan film kedua dimana konflik dibangun dengan cukup baik, tapi diselesaikan dengan cara yang "yah-begitu-doank-?".
gambari diambil dari sini |
gambar diambil dari sini |
Rating?
7,5 dari 10
Komentar
Posting Komentar