Ratu Ratu Queens the Series - Review
Sinopsis
Ulasan
Secara keseluruhan, Ratu Ratu Queens the Series ini menurut gue lumayan, meskipun cuma 6 episode. Karena posisinya sebagai prekuel dari filmnya, kita diajak mundur untuk melihat bagaimana kehidupan para “ratu” sebelum kisah Ali dimulai. Tapi jujur aja, sepanjang nonton gue cukup sering merasa seperti sedang menonton sinetron—terutama karena akting para aktor dan aktris bulenya yang terasa medioker. Jalan ceritanya pun banyak yang jatuh ke wilayah klise, sehingga emosi yang seharusnya terasa dalam jadi agak terdistraksi.
Namun sebelum masuk ke kritik, ada satu hal besar yang tetap harus diapresiasi: keberanian sineas Indonesia untuk mengambil lokasi syuting di kota sekelas New York. Ini bukan hal kecil. Menggambarkan perjuangan pekerja migran Indonesia langsung di jantung Amerika memberikan bobot simbolik yang kuat. American Dream ternyata juga diperjuangkan dengan paspor Indonesia—dan seperti yang ditampilkan serial ini, mimpi itu jauh dari kata indah. Mengumpulkan dolar demi dolar untuk menafkahi keluarga di tanah air adalah realitas yang pahit, melelahkan, dan sering kali sunyi.
Fokus utama serial ini memang ada pada keluh kesah pekerja migran Indonesia di Amerika Serikat. Dari kerja serabutan, tekanan ekonomi, relasi sosial yang timpang, sampai rasa rindu yang menumpuk. Secara tema, ini sebenarnya sangat relevan dan penting. Beberapa kisah terasa seperti terinspirasi dari kejadian nyata yang memang sering kita dengar. Tapi sayangnya, pada level eksekusi, banyak momen yang terasa terlalu didramatisasi dan akhirnya jatuh ke pola klise. Unsur drama yang dibuat “terlalu sinetron” ini justru, menurut gue, cukup mengganggu kekuatan realisme yang seharusnya jadi pondasi cerita.
Soal produksi, kita juga harus realistis. Syuting di New York jelas mahal. Besar kemungkinan ada kompromi besar di sisi casting aktor lokal Amerika yang digunakan. Dan di sinilah, menurut gue, terlihat keputusan yang agak keliru. Karena kualitas akting mereka terasa tidak seimbang dengan para aktor Indonesia. Kontrasnya cukup kentara, dan itu berdampak ke imersi cerita. Rasanya makin terasa ketika dibandingkan dengan film seperti Sore yang juga syuting di luar negeri (Kroasia) tapi bisa memakai aktor kelas A dengan kualitas bermain yang jauh lebih solid.
Meski begitu, kembali lagi, ada kebanggaan tersendiri melihat produksi Indonesia bisa syuting di area ikonik seperti Times Square di New York. Ini tetap sebuah pencapaian. Paling tidak, Ratu Ratu Queens the Series berhasil membuka perspektif baru bagi penonton di tanah air bahwa “kerja di Amerika” tidak selalu identik dengan kehidupan glamor seperti di film-film Hollywood. Justru yang ditampilkan di sini adalah kerasnya hidup di rantau, dengan segala kompromi dan luka yang sering tak terlihat.
Kesimpulan
- ditonton di Netflix -
Komentar
Posting Komentar