Dark Skies
"Film sci-fi yang diceritakan dengan pendekatan horor atmosferik tipikal Paranormal Activity ini cukup efektif meski masih terjebak dalam reaksi klise dari para karakternya"
Keluarga Barret adalah keluarga tipikal di AS seperti pada umumnya. Sang ayah, Daniel, sedang berusaha mencari pekerjaan baru. Ibu, Lacy, bekerja di bidang real estate sembari mengurus si kecil Sam. Sementara anak pertama mereka, Jesse, sedang mencari identitas di masa remajanya. Suatu hari, Lacy menemukan keanehan setiap malam di rumahnya, seakan-akan ada seseorang (atau sesuatu) yang memasuki rumah mereka. Keadaan menjadi bertambah buruk ketika masing-masing dari mereka kehilangan waktu dan sadar setelah beberapa jam kemudian. Mereka pun harus bekerja bersama untuk mencegah hal buruk terjadi pada keluarga mereka.
Dark Skies bukan film sci-fi pertama yang dibungkus dalam atmosfer horor. The Fourth Kind (2009) telah melakukannya lebih dulu. Namun diproduseri oleh orang yang berada di balik Paranormal Activity dan Insidious, ternyata konsep horor atmosferik macam seperti ini cukup efektif dalam memberikan sensasi kengerian yang signifikan. Sayangnya, sutradara dan penulis naskah Scott Stewart tampak kebingungan bagaimana untuk memberikan untaian yang logis antara satu kejadian dengan kejadian lain. Belum lagi reaksi-reaksi klise dan absurd yang dilakukan oleh para karakter ketika dalam keadaan terdesak.
Film ini diawali dengan tempo yang cukup lambat, namun efektif dalam memberikan kedalaman tersendiri dalam setiap karakternya. Scott Stewart dengan perlahan mengenalkan karakternya bahwa mereka adalah tipikal keluarga yang sedang berjuang menghadapi permasalahan ekonomi, yang kemudian berujung pada hubungan Daniel dan Lacy yang goyah. Plot ini terbukti sangat efektif di akhir film dimana salah satu tujuan buruk dari serangkaian kejadian aneh yang menyerang mereka adalah untuk menghancurkan hubungan diantara keluarga mereka.
Metode penyampaian horor dalam Dark Skies pun tampak mengadaptasi dari serial Paranormal Activity, dimana selalu ada kejadian aneh yang terjadi tidak hanya pada malam hari tetapi juga siang hari. Pada beberapa adegan, terlihat bagaimana Scott Stewart yang memberikan homage terhadap Poltergeist (1982) dan Close Encounter of the Third Kind (1977)-nya Steven Spielberg dan seakan-akan berupaya untuk menggabungkan dua atmosfer film tersebut.
Dengan modal cerita yang baik, ditambah dengan formula horor yang berpotensi besar, sayangnya film ini terjebak pada film-film horor klise. Reaksi-reaksi absurd seperti sang ayah yang tidak berusaha menjaga agar mereka selalu berada bersama ketika dalam keadaan terdesak, atau ada karakter yang malah memisahkan diri. Mungkin memang hal-hal seperti ini yang memancing reaksi penonton "ngapain sih orang ini bego banget??", tetapi rasanya fomula ini sudah terlalu sering digunakan dan menjadi tidak efektif lagi. Belum lagi dengan berbagai hal yang kurang logis yang terjadi dalam film ini, seperti bagaimana keluarga ini mampu membeli rangkaian kamera CCTV sementara mereka berada dalam kesulitan keuangan.
Pada dasarnya, gue memang selalu tertarik pada film-film sci-fi terutama yang menceritakan bagaimana manuia ternyata tidak sendirian berada di dunia ini. Ketika kisah tersebut dibungkus dalam kemasan horor atmosferik, hal ini yang membuat Dark Skies menjadi film yang tidak boleh dilewatkan. Diluar hal-hal klise khas film horor kelas-B, film ini tetap layak untuk dinikmati dan mampu membuat gue sedikit menengok ke belakang ketika sendirian di rumah.
USA | 2013 | Horror / Sci-Fi / Thriller | 97 min | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
7 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 28 Januari 2014 -
Keluarga Barret adalah keluarga tipikal di AS seperti pada umumnya. Sang ayah, Daniel, sedang berusaha mencari pekerjaan baru. Ibu, Lacy, bekerja di bidang real estate sembari mengurus si kecil Sam. Sementara anak pertama mereka, Jesse, sedang mencari identitas di masa remajanya. Suatu hari, Lacy menemukan keanehan setiap malam di rumahnya, seakan-akan ada seseorang (atau sesuatu) yang memasuki rumah mereka. Keadaan menjadi bertambah buruk ketika masing-masing dari mereka kehilangan waktu dan sadar setelah beberapa jam kemudian. Mereka pun harus bekerja bersama untuk mencegah hal buruk terjadi pada keluarga mereka.
Dark Skies bukan film sci-fi pertama yang dibungkus dalam atmosfer horor. The Fourth Kind (2009) telah melakukannya lebih dulu. Namun diproduseri oleh orang yang berada di balik Paranormal Activity dan Insidious, ternyata konsep horor atmosferik macam seperti ini cukup efektif dalam memberikan sensasi kengerian yang signifikan. Sayangnya, sutradara dan penulis naskah Scott Stewart tampak kebingungan bagaimana untuk memberikan untaian yang logis antara satu kejadian dengan kejadian lain. Belum lagi reaksi-reaksi klise dan absurd yang dilakukan oleh para karakter ketika dalam keadaan terdesak.
Film ini diawali dengan tempo yang cukup lambat, namun efektif dalam memberikan kedalaman tersendiri dalam setiap karakternya. Scott Stewart dengan perlahan mengenalkan karakternya bahwa mereka adalah tipikal keluarga yang sedang berjuang menghadapi permasalahan ekonomi, yang kemudian berujung pada hubungan Daniel dan Lacy yang goyah. Plot ini terbukti sangat efektif di akhir film dimana salah satu tujuan buruk dari serangkaian kejadian aneh yang menyerang mereka adalah untuk menghancurkan hubungan diantara keluarga mereka.
Metode penyampaian horor dalam Dark Skies pun tampak mengadaptasi dari serial Paranormal Activity, dimana selalu ada kejadian aneh yang terjadi tidak hanya pada malam hari tetapi juga siang hari. Pada beberapa adegan, terlihat bagaimana Scott Stewart yang memberikan homage terhadap Poltergeist (1982) dan Close Encounter of the Third Kind (1977)-nya Steven Spielberg dan seakan-akan berupaya untuk menggabungkan dua atmosfer film tersebut.
Dengan modal cerita yang baik, ditambah dengan formula horor yang berpotensi besar, sayangnya film ini terjebak pada film-film horor klise. Reaksi-reaksi absurd seperti sang ayah yang tidak berusaha menjaga agar mereka selalu berada bersama ketika dalam keadaan terdesak, atau ada karakter yang malah memisahkan diri. Mungkin memang hal-hal seperti ini yang memancing reaksi penonton "ngapain sih orang ini bego banget??", tetapi rasanya fomula ini sudah terlalu sering digunakan dan menjadi tidak efektif lagi. Belum lagi dengan berbagai hal yang kurang logis yang terjadi dalam film ini, seperti bagaimana keluarga ini mampu membeli rangkaian kamera CCTV sementara mereka berada dalam kesulitan keuangan.
Pada dasarnya, gue memang selalu tertarik pada film-film sci-fi terutama yang menceritakan bagaimana manuia ternyata tidak sendirian berada di dunia ini. Ketika kisah tersebut dibungkus dalam kemasan horor atmosferik, hal ini yang membuat Dark Skies menjadi film yang tidak boleh dilewatkan. Diluar hal-hal klise khas film horor kelas-B, film ini tetap layak untuk dinikmati dan mampu membuat gue sedikit menengok ke belakang ketika sendirian di rumah.
USA | 2013 | Horror / Sci-Fi / Thriller | 97 min | Aspect Ratio 2.35 : 1
Rating?
7 dari 10
- sobekan tiket bioskop tanggal 28 Januari 2014 -
Komentar
Posting Komentar