The Three Musketeers
Seorang pahlawan akan melakukan apa saja demi tujuan mulia. Apalagi bagi para pengawal raja Perancis, Three Musketeers ini. Tetapi jika mereka tidak memiliki tujuan mulia lagi untuk diperjuangkan, apa yang mereka lakukan? Siapkah mereka untuk kembali mengayunkan pedang jika sewaktu-waktu tenaga mereka dibutuhkan untuk tujuan mulia lain yang datang secara tidak terduga? Film adaptasi terbaru dari cerita karya Alexandre Dumas, The Three Musketeers, akan memperlihatkan bagaimana perjuangan para pengawal raja ini dalam membela kebenaran.
Ketiga pengawal Raja Perancis (Musketeer); Athos, Aramis, dan Portos harus rela meninggalkan gelar dan harga dirinya ketika mereka bertiga dikhianati oleh seorang agen ganda kerajaan Inggris dan Perancis, Milady. Namun mereka mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan kembali harga diri sekaligus tujuan mulia ketika mereka dipertemukan secara tidak sengaja dengan D'Artagnan. D'Artagnan yang masih muda dan arogan pun segera bekerja sama dengan ketiga Musketeer untuk mengungkap konspirasi antara Milady dan Kardinal Rochelieu yang jahat.
Entah sudah berapa kali kisah klasik tiga pengawal Raja Perancis ini diadaptasi dalam bentuk layar lebar. Yang pasti, di tahun 2011 ini sutradara Paul W. S. Anderson yang pernah menggarap Resident Evil (2002), AVP (2004), Resident Evil: Afterlife (2010) ini berani mengambil kemudi untuk menyutradarai kisah klasik kepahlawanan yang menentang penguasa yang korup. Ketiga pahlawan utama dalam film ini memang tidak dibintangi oleh aktor kelas atas, namun nama-nama besar seperti Orlando Bloom dan Christoph Waltz turut meramaikan film ini walaupun memerankan karakter antagonis. Tidak ketinggalan Milla Jovovich yang selalu diikutsertakan ketika suaminya duduk di kursi sutradara. Oya, ada pula Logan Lerman si Percy Jackson yang sekali lagi mengambil peran utama di dalam sebuah film sebagai D'Artagnan.
Aktor-aktris papan atas seperti Jovovich, Bloom, dan Waltz memang tampail baik seperti biasanya. Ditambah dengan ketiga Musketeer plus D'Artagnan yang labil dan arogan. Tetapi entah kenapa keseluruhan cerita film ini lebih fokus pada karakter antagonis yang sibuk merencanakan konspirasi jahat untuk menggulingkan Raja Louis XIII yang dipandang belum cukup dewasa untuk memimpin Kerajaan Perancis. Mungkin ini adalah salah satu trik untuk lebih menonjolkan dan menjual nama-nama besar Jovovich, Bloom, dan Waltz ketimbang Matthew Macfayden, Luke Evans, Ray Stevenson, dan Logan Lerman. Padahal menurut gue, akting Macfayden, Evans, dan Stevenson tampil meyakinkan dalam memerankan Athos, Aramis, dan Porthos.
Segi cerita tampaknya memang bukan jualan utama film ini, melihat bagaimana pembuat film ini menomor-duakan alur dan detil cerita. Banyak adegan-adegan kurang masuk akal yang melecehkan kecerdasan penonton serta mengabaikan perpindahan adegan yang mulus menjadi kelemahan utama dalam film ini. Ya, film ini memiliki masalah besar di bagian editing. Secara garis besar, cerita dalam film ini memang masih setia dengan novel Alexandre Dumas. Namun penulis naskah Alex Litvak dan Andrew Davies mengganti beberapa detil dan menyusupkan peralatan-peralatan modern ke dalam film.
Sementara Paul Anderson masih mempertahankan ciri khasnya dalam membuat film aksi, walaupun yang kali ini dalam setting klasik abad pertengahan. Film yang memang ditujukan sebagai hiburan mata saja cukup menghibur dengan sederet adegan aksi yang ditujukan. Penempatan adegan-adegan slow-motion juga cukup menguatkan setiap adegan aksi yang ada, namun karena hampir semua adegan aksi disajikan secara slow-motion menjadikan teknik itu tidak istimewa lagi dan cenderung membosankan. Selain aksi, film ini juga berusaha terlalu keras untuk menjadi lucu dengan humor-humor tanggungnya.
Secara keseluruhan, film ini sangat datar. Tidak ada emosi yang ditampilkan, bahkan hiburan mata dan telinga seperti adegan aksi dan humor pun tidak mengena. Sepanjang film, saya tidak menemukan diri saya duduk merengut tegang, penasaran, senyum, atau bahkan tertawa. Satu-satunya penghiburan bagi saya adalah ketika aktris cantik pendatang baru, Gabriella Wilde yang memerankan Constance - love interest dari D'Artagnan, muncul di layar. Bagi yang penasaran dengan cerita klasik Three Musketeers, rasanya adaptasi yang ini bukan pilihan yang baik untuk mengetahui sepak terjang Athos, Aramis, dan Porthos.
Rating?
5 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 24 Oktober 2011 -
Ketiga pengawal Raja Perancis (Musketeer); Athos, Aramis, dan Portos harus rela meninggalkan gelar dan harga dirinya ketika mereka bertiga dikhianati oleh seorang agen ganda kerajaan Inggris dan Perancis, Milady. Namun mereka mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan kembali harga diri sekaligus tujuan mulia ketika mereka dipertemukan secara tidak sengaja dengan D'Artagnan. D'Artagnan yang masih muda dan arogan pun segera bekerja sama dengan ketiga Musketeer untuk mengungkap konspirasi antara Milady dan Kardinal Rochelieu yang jahat.
Entah sudah berapa kali kisah klasik tiga pengawal Raja Perancis ini diadaptasi dalam bentuk layar lebar. Yang pasti, di tahun 2011 ini sutradara Paul W. S. Anderson yang pernah menggarap Resident Evil (2002), AVP (2004), Resident Evil: Afterlife (2010) ini berani mengambil kemudi untuk menyutradarai kisah klasik kepahlawanan yang menentang penguasa yang korup. Ketiga pahlawan utama dalam film ini memang tidak dibintangi oleh aktor kelas atas, namun nama-nama besar seperti Orlando Bloom dan Christoph Waltz turut meramaikan film ini walaupun memerankan karakter antagonis. Tidak ketinggalan Milla Jovovich yang selalu diikutsertakan ketika suaminya duduk di kursi sutradara. Oya, ada pula Logan Lerman si Percy Jackson yang sekali lagi mengambil peran utama di dalam sebuah film sebagai D'Artagnan.
Aktor-aktris papan atas seperti Jovovich, Bloom, dan Waltz memang tampail baik seperti biasanya. Ditambah dengan ketiga Musketeer plus D'Artagnan yang labil dan arogan. Tetapi entah kenapa keseluruhan cerita film ini lebih fokus pada karakter antagonis yang sibuk merencanakan konspirasi jahat untuk menggulingkan Raja Louis XIII yang dipandang belum cukup dewasa untuk memimpin Kerajaan Perancis. Mungkin ini adalah salah satu trik untuk lebih menonjolkan dan menjual nama-nama besar Jovovich, Bloom, dan Waltz ketimbang Matthew Macfayden, Luke Evans, Ray Stevenson, dan Logan Lerman. Padahal menurut gue, akting Macfayden, Evans, dan Stevenson tampil meyakinkan dalam memerankan Athos, Aramis, dan Porthos.
gambar diambil dari sini |
Sementara Paul Anderson masih mempertahankan ciri khasnya dalam membuat film aksi, walaupun yang kali ini dalam setting klasik abad pertengahan. Film yang memang ditujukan sebagai hiburan mata saja cukup menghibur dengan sederet adegan aksi yang ditujukan. Penempatan adegan-adegan slow-motion juga cukup menguatkan setiap adegan aksi yang ada, namun karena hampir semua adegan aksi disajikan secara slow-motion menjadikan teknik itu tidak istimewa lagi dan cenderung membosankan. Selain aksi, film ini juga berusaha terlalu keras untuk menjadi lucu dengan humor-humor tanggungnya.
gambar diambil dari sini |
Rating?
5 dari 10
- sobekan tiket bioskop tertanggal 24 Oktober 2011 -
Komentar
Posting Komentar